NUSA DUA, KOMPAS-- Indonesia bersama Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia mendorong negara-negara bergandengan tangan menghadapi ketidakpastian perekonomian dan keuangan global. Persoalan dunia di sektor moneter dan perdagangan dicari, didialogkan, dan dirumuskan solusinya.
Tantangan dan upaya bersama itu terungkap dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018). Dalam Forum Bank Sentral 2018 yang digelar Bank Indonesia (BI) dan Federal Reserve New York, Amerika Serikat, Indonesia mendorong bank sentral-bank sentral di dunia saling berkomunikasi dan bekerja sama mengatasi tantangan ketidakpastian keuangan global.
“Bank-bank sentral sebagai satu komunitas internasional dapat saling membantu. Komunikasi yang baik dan jelas, termasuk dari Amerika Serikat, merupakan salah satu faktor kunci mengurangi ketidakpastian,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Perry menambahkan, semua negara perlu beradaptasi dan melakukan penyesuaian kebijakan terhadap ketidakpastian. Harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan moneter setiap bank sentral dalam menjawab tantangan ekonomi domestik dan global sangat diperlukan.
Menurut Perry, saat ini ekonomi Indonesia masih stabil dan berdaya tahan. Hal itu tercermin dari pertumbuhan dan inflasi yang baik, serta stabilitas sistem keuangan yang terjaga. Kendati demikian, Indonesia tetap harus memerhatikan pengaruh ekonomi global untuk mengambil langkah-langkah kebijakan.
“BI merespons ketidakpastian keuangan global dengan kebijakan moneter dan makroprudensial. Adapun Pemerintah Indonesia merespons dengan menjaga defisit fiskal tidak terlalu lebar, mengendalikan impor, dan meningkatkan ekspor,” kata dia.
Dalam forum itu, Presiden dan juga CEO The Federal Reserve Bank of New York John Williams mengemukakan, Bank Sentral AS masih menormalisasi kebijakan moneter. Kemajuan normalisasi cukup berhasil karena ekonomi AS tumbuh positif, inflasi naik sesuai target, dan pengangguran berkurang, sehingga proses itu diharapkan berakhir tahun depan atau tahun berikutnya.
“Kami menyadari proses normalisasi berdampak pada sistem keuangan dan moneter dunia, khususnya negara-negara berkembang. Kami terus memantau dan menganalisis perkembangan di seluruh dunia untuk memahami bagaimana kebijakan kami memengaruhi ekonomi global dan pada ekonomi AS,” kata dia.
Williams menambahkan, komunikasi dan pertukaran data antarbank sentral secara transparan dapat menjadi modal bersama untuk meminimalkan kesalahpahaman, gangguan pasar, dan volatilitas. Hal-hal tersebut dapat mengganggu tujuan bersama dalam menumbuhkan ekonomi yang kuat dan stabil.
Secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla di Bali menegaskan, pemerintah menyiapkan kebijakan yang adaptif terhadap perkembangan ekonomi global. Langkah ini untuk membuat pasar domestik Indonesia tetap berdaya tahan tinggi terhadap dinamika perekonomian global.
"Ekonomi kita pada hari-hari ini, bulan-bulan ini, mempunyai banyak tantangan. Pemerintah segera mengambil kebijakan yang baik untuk mengelola semua ini agar ekonomi tetap tumbuh," katanya.
Risiko
Financial Counsellor and Director of the Monetary and Capital Markets Department IMF Tobias Adrian menyampaikan, risiko sistem keuangan global semakin meningkat dalam jangka pendek-menengah. Risiko akan membayangi negara-negara berkembang setidaknya dalam 2-3 tahun mendatang. Penyebabnya didominasi percepatan kenaikan suku bunga AS dan pengetatan likuiditas global.
“Tidak ada kabar gembira dari laporan terakhir kami 6 bulan lalu. Tekanan arus modal asing keluar tetap besar,” kata Tobias.
Dalam laporan terbaru IMF disebutkan, ketidakpastian global membayangi pengambilan kebijakan negara berkembang. Tekanan perang dagang AS-China juga akan berdampak ke perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Sebaliknya, di negara maju, kepercayaan investor makin baik, bahkan cenderung terlalu nyaman. Hal ini perlu direspons cepat dan hati-hati.
Menurut Tobias, tekanan eksternal dapat dihalau negara-negara berkembang melalui kebijakan penyangga dan peningkatan investor domestik.
Sejauh ini, perekonomian Indonesia dinilai cukup kuat dalam menghadapi tekanan eksternal, dengan proyeksi tumbuh 5,1 persen pada tahun ini. Sentimen negatif datang dari kenaikan harga minyak dunia dan defisit transaksi berjalan.
“Volatilitas rupiah cukup stabil karena respons kebijakan yang cepat dan hati-hati,” kata Tobias.
Perdagangan
Di sektor perdagangan global, negara-negara di dunia diharapkan mengurangi perselisihan perdagangan dan menciptakan iklim negosiasi yang lentur. Modernisasi perdagangan bisa dilakukan melalui perdagangan elektronik atau e-dagang.
Hal itu mengemuka dalam seminar bertema “Bagaimana Perdagangan Global Dapat Mendorong Pertumbuhan untuk Semua”. Dalam pembukaan seminar, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, mengutip filsuf Adam Smith," Perdagangan, yang seharusnya secara alami berada di antara bangsa-bangsa, di antara individu, ikatan persatuan dan persahabatan, telah menjadi sumber perselisihan dan permusuhan yang paling subur".
“Hal itu mengingatkan kita bahwa membangun sistem perdagangan yang lebih baik tidak pernah menjadi tugas yang mudah,” kata Lagarde.
Untuk itu, lanjut Lagarde, setiap negara perlu bekerja sama mengurangi perselisihan perdagangan dan masuk ke dalam diskusi konstruktif. Setiap negara perlu bergandengan tangan untuk memperbaiki dan memodernisasi sistem perdagangan global, bukan menghancurkannya.
Modernisasi sistem perdagangan diperlukan, seperti membuka e-dagang dan layanan perdagangan lain. Pendekatan negosiasi yang lebih fleksibel dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), termasuk perjanjian plurilateral, bisa dikembangkan.
Sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah dan BI dalam menyiapkan berbagai kebijakan untuk menghadapi tekanan ekonomi global.
“OJK telah mengeluarkan insentif kepada perbankan untuk pembiayaan bagi industri berorientasi ekspor dan industri barang substitusi impor, serta industri pariwisata," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. (HEN/DIM/KRN/HAM)