Transaksi Bayi di Media Sosial Diungkap di Surabaya
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
Kompas
Ilustrasi
SURABAYA, KOMPAS - Patroli dunia maya Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, Jawa Timur, mengungkap kasus perdagangan bayi melalui media sosial Instagram. Tersangka menggunakan Instagram berkedok lembaga kesejahteraan keluarga untuk menjaring penjual dan pembeli bayi.
Dari kasus itu, polisi menangkap empat tersangka, yakni pemilik akun Instagram AP (29), ibu sekaligus penjual bayi LA (22), pembeli bayi NS (36), dan perantara KS (66). Mereka dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Sudamiran saat konferensi pers di Surabaya, Selasa (9/10/2018), mengatakan, pengungkapan kasus perdagangan bayi berawal dari laporan warga. Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Polrestabes Surabaya lalu memantau dunia maya dan menemukan akun instagram @konsultasihatiprivat.
Didukung bukti akun itu melakukan transaksi jual beli bayi, polisi menelusuri dan menangkap admin. Polisi lalu mendalami dan menangkap pihak-pihak terlibat, mulai penjual, perantara, dan pembeli bayi yang bertransaksi pada 3 September 2018.
Sudamiran menjelaskan, LA memiliki tiga anak hasil pernikahan siri. Dua anaknya hidup bersama LA, sedangkan anak ketiganya itu dibesarkan keponakannya sejak berusia empat bulan. LA mengaku tidak mampu mengurus anak ketiganya itu, karena tidak bekerja dan mengandalkan kiriman uang dari suaminya yang juga tak menentu.
Ikuti saran
Pada saat terlilit utang dan harus bayar arisan, LA berkonsultasi dengan AP yang dikenal melalui Instagram. AP menyarankan LA menyerahkan bayinya kepada orang yang ingin mengadopsi. Ia dikenalkan pembeli dan perantara dari Bali.
Pengakuan LA, suami sirinya tidak mengetahui perbuatannya, karena tidak tinggal serumah. “Transaksi dilakukan di Bali agar tidak menimbulkan kecurigaan keluarga,” kata Sudamiran.
Dari transaksi jual beli bayi, pembeli membayar Rp 15 juta kepada ibu bayi, Rp 5 juta kepada perantara, dan Rp 2,5 juta kepada admin akun Instagram.
Pengakuan AP, sudah empat kali transaksi penjualan bayi setahun terakhir. Nilai yang dibayarkan Rp 15 juta hingga Rp 20 juta tiap bayi. “Saya sedang butuh banyak uang,” ujar LA.
Tersangka AP mengaku, ia hanya ingin mempertemukan anak telantar dengan orang yang ingin mengadopsi. Kemampuannya membujuk mereka yang kesulitan mengurus anak diperoleh selama jadi mahasiswa jurusan pendidikan kesejahteraan keluarga di Surabaya. “Saya juga pernah jadi relawan berkaitan konsultasi keluarga,” ucapnya.
Kepala Unit Jatanras Ajun Komisaris Agung Widyoko menambahkan, ada lebih dari 100 orang yang berkonsultasi di Instagram dengan pengikut 678 akun itu. Konsultasi lewat Instagram dan aplikasi pesan WhatsApp. Mayoritas ibu muda yang hamil di luar nikah.
Meskipun niatnya ingin mengadopsi bayi, jalur yang ditempuh tidak sesuai aturan yang berlaku, yakni Keputusan Menteri Sosial Nomor 41 Tahun 1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak. Tersangka pemilik akun Instagram juga bukan Lembaga resmi yang diberikan izin untuk mengurusi adopsi anak. “Hanya ada surat pernyataan penyerahan bayi tanpa ada dokumen surat ketetapan dari pengadilan yang berkekuatan hokum dan dicatatkan ke kantor catatan sipil,” kata Agung.