JAKARTA, KOMPAS — Keberhasilan sebagai tuan rumah Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia 2018 dapat memberikan citra yang baik bagi Indonesia dan negara berkembang di mata dunia. Citra itu dapat menciptakan persepsi positif kepada para investor untuk kembali berinvestasi di negara berkembang.
Kepala Pusat Studi Kebijakan Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, A Tony Prasetiantono mengatakan, dengan menjadi tuan rumah yang baik, Indonesia dapat membantu menaikkan kepercayaan investor terhadap Tanah Air.
”Kepercayaan terhadap Indonesia secara tidak langsung juga dapat menaikkan kepercayaan terhadap emerging countries lainnya,” kata Tony ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (8/10/2018).
Saat ini, sejumlah negara berkembang mengalami depresiasi nilai tukar. Itu terjadi akibat kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, yang telah mencapai 2-2,25 persen.
Beberapa negara mengalami depresiasi nilai tukar akibat dana investasi portofolio keluar menuju AS. Negara-negara itu di antaranya Argentina, Turki, Brasil, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah semakin melemah menjadi Rp 15.193 per dollar AS (8/10/2018). Rupiah telah terdepresiasi sebesar 12,19 persen sejak 2 Januari 2018.
Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, menuturkan, Indonesia dapat meminta perwakilan IMF dan Bank Dunia untuk berbicara atas nama negara-negara berkembang.
”IMF dipercaya para investor besar. IMF cukup menyampaikan bahwa The Fed tidak perlu terlalu agresif menaikkan suku bunga acuan karena keseimbangan berinvestasi global terganggu,” ujarnya. Pertemuan itu juga dihadiri Gubernur The Fed Jerome Powell.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam keterangan tertulis menyatakan, Indonesia akan memperjuangkan empat tema prioritas dalam pertemuan itu. Tema pertama yang akan dibahas terkait dengan kebijakan ekonomi global, khususnya harmonisasi kebijakan antarnegara untuk pemulihan global dan mengatasi ketidakpastian global.
Adapun tema yang lain adalah pembiayaan infrastruktur, ekonomi digital, serta ekonomi dan keuangan syariah. ”Pertemuan itu kegiatan penting di dunia. Keberhasilan sebagai tuan rumah merupakan sebuah kebanggaan dan akan bermanfaat bagi Indonesia,” ucap Perry.
Seperti diketahui, Indonesia menjadi tuan rumah Pertemuan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia pada 8-14 Oktober 2018, di Nusa Dua, Bali. Lebih dari 34.000 peserta dari 189 negara menyatakan akan hadir.
Perang dagang
Lana mengemukakan, salah satu penyebab ketidakpastian perekonomian global adalah perang dagang antara Amerika Serikat dan China. ”Meskipun perang dagang ini bukan ranah IMF, pertemuan itu dapat membantu kedua negara untuk kembali duduk bersama,” katanya.
Perang dagang menimbulkan dampak negatif bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, karena kesulitan mengekspor barang. Padahal, tekanan internasional sudah banyak, seperti harga minyak yang tinggi.
Tony menambahkan, AS dan China sebagai pelaku pasar perdagangan terbesar seharusnya tidak membuat kebijakan yang mementingkan diri sendiri. Kedua negara itu harus membuat kebijakan dengan dampak yang terukur bagi negara lain.
”Mereka harus memikirkan the rest of the world karena dunia saling memengaruhi satu sama lain. Negara yang mengalami pelemahan daya beli dapat mengurangi belanja produk dari negara mereka,” ujarnya.