Anggaran Jaminan Hidup Diberikan Setelah Rumah Terbangun Permanen
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Anggaran jaminan hidup untuk masyarakat yang terdampak bencana gempa bumi, Agustus, di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dipastikan tersedia di APBN 2018. Namun, pencairan dana jaminan hidup baru diberikan kepada warga setelah rumah mereka selesai dibangun secara permanen.
”Kemarin di media lokal disampaikan mengenai jaminan hidup. Saat ini masih dalam proses rehabilitasi atau proses kedaruratan. Jaminan hidup baru dibayarkan kalau (warga) sudah kembali ke rumahnya yang sifatnya permanen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengunjungi warga terdampak gempa di Desa Guntur Macan, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (8/10/ 2018).
Ikut serta dalam kunjungan itu Direktur IMF Christine MO Lagarde, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Gubernur NTB Zulkieflimansyah, dan Bupati Lobar Fauzan Khalid.
Pemerintah daerah sudah menginventarisasi seluruh penduduk yang akan mendapat jaminan hidup. Daftar penduduk itu kini ada di tangan Kementerian Sosial dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional untuk dilakukan verifikasi. Sesudah proses verifikasi itu, Kementerian Keuangan bersama Kementerian Sosial dan BNPB, jaminan hidup itu akan segera dicairkan.
Jaminan hidup itu disiapkan Kementerian Sosial dan diberikan kepada warga yang rumahnya rusak berat, sejumlah Rp 10.000 per jiwa sehari. ”Ada yang menanyakan, apa ibu punya uang sebagai Menteri Keuangan. Dalam pengelolaan keuangan negara, ada anggaran di APBN dicadangkan untuk daerah-daerah terdampak, yang diatur peraturan pemerintah. Kami melakukannya secara hati-hati,” ungkap Menkeu.
Menurut Menkeu, karena tahun anggaran 2018 berakhir Desember, pemerintah mencadangkan penggunaan jaminan hidup untuk tiga bulan. Adapun jaminan hidup tahun anggaran 2019, pemerintah sedang membahasnya bersama DPR. ”Jadi, bukan berarti kita tidak punya uang. Uangnya ada, tetapi harus melalui prosedur, dan ada landasan hukumnya agar jaminan hidup bisa dilaksanakan Januari 2019,” ujarnya.
Menteri juga minta kalangan tertentu tidak menyebarkan isu jika perhatian pemerintah korban gempa Lombok berkurang setelah gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. ”Orang tidak boleh mengaduk-aduk perasaan masyarakat. Uang untuk (gempa) di Lombok tetap untuk Lombok. Uang untuk Palu ada mekanismennya,” kata Sri Mulyani tegas.
Di Lombok Barat, dari 72.222 rumah rusak yang terverifikasi, 13.941 rumah di antaranya rusak berat. Mereka ini, kata Kepala Dinas Sosial Lombok Barat Ambaryati, yang berhak memperoleh jaminan hidup. ”Tapi kami masih melakukan verifikasi. Bisa jadi di satu rumah yang rusak berat bisa lebih dari satu kepala keluarga (KK) yang tinggal,” kata Ambaryati, yang baru mengajukan 962 KK yang ditetapkan mendapat jaminan hidup berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lombok Barat.
Kepala Desa Guntur Macan H Murni mengatakan, dari enam dusun di desa itu, baru satu dusun yang dibangunkan Hunian Sementara oleh sejumlah BUMN sebanyak 150 unit. Padahal, warga desa itu berjumlah 1.016 jiwa (905 KK). Saat gempa bermagnitudo 7,0 dan 6,4, hanya empat rumah yang selamat, sisanya 96 persen ambruk dan dengan tanah itu. Oleh karena itu, Murni minta agar huntara diperbanyak karena warga masih banyak tinggal di pengungsian.
Islahudin (25), warga Desa Guntur Macan, selama hampir tiga bulan tinggal di berugak (bale-bale) yang dindingnya dibuatkan dari terpal plastik karena rumahnya roboh total. Di berugak itu, ia bersama istri dan satu bayinya yang berusia dua bulan. ”Sudah ada petugas datang mencatat (verifikasi) tiga minggu lalu. Tetapi, sampai belum ada kabar (tindak lanjutnya) lagi,” ujarnya.