Dalam kondisi normal, jalan nasional Palu-Poso yang membentang sejauh 210 kilometer ditempuh dalam sembilan jam pada malam hari. Jalanan tersebut menembus pegunungan serta sering diapit tebing terjal dan longsor yang sering terjadi di daerah patahan bumi tersebut.
Sebelum bencana gempa bumi dan tsunami menimpa Palu-Donggala, Kompas sempat bepergian pada tahun 2017 menyusuri jalan darat Palu-Parigi-Poso yang baru saja terkena dampak gempa dan tsunami di Palu dan Parigi. Saat itu, Kompas bepergian bersama Satgas Intel dari Satgas Tinombala dari unsur TNI yang beberapa waktu sebelumnya melumpuhkan Barok alias Rangga, pentolan teroris Poso yang menggantikan Santoso.
Perjalanan diawali dari Kota Palu malam hari, dari kediaman Komandan Korem Tadulako yang ketika itu dijabat Kolonel (Inf) Soleh Mustafa (kini Brigjen TNI, Wakil Komandan Pusat Kesenjataan Infantri di Bandung). Setelah berbincang dan briefing dari danrem, rombongan berangkat menumpang sebuah Toyota Avanza yang diawaki personel satgas intel Tinombala.
Perjalanan diawali dengan menyusur sisi timur Teluk Palu. Kawasan tersebut merupakan pusat pangkalan kapal selam TNI AL yang dirancang sejak periode terakhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2009-2014).
Perjalanan lancar pada malam hari di jalur Trans-Sulawesi yang menghubungkan Palu dengan Tolitoli. Setelah satu jam, untuk menuju Poso, kendaraan tiba di Kota Kecamatan di Tawaeli sekitar 40 kilometer di utara Palu. Dari sana kendaraan belok kanan memasuki Jalan Trans-Sulawesi jurusan Palu-Parigi-Poso, menjelang pukul 22.00 lalu lintas truk tiga perempat dan minibus travel antarkota silih berganti melintas.
Sekitar 5 kilometer di utara pertigaan tersebut, di ruas Palu-Tolitoli terdapat Dermaga Pantoloan yang menjadi Pelabuhan Palu dengan layanan pelayaran ke Surabaya di Jawa, Balikpapan di Kalimantan Timur, Nunukan di Kalimantan Utara, dan ke jurusan timur Indonesia. Dermaga Pantoloan kini menjadi salah satu tujuan pengiriman bantuan kemanusiaan untuk korban gempa dan tsunami di Palu, Donggala, dan Sigi.
Selepas dari Tawaeli sekitar 10 kilometer, perjalanan memasuki rute yang sulit menanjak dan turun di pegunungan sejauh 30 kilometer dengan jalanan sempit selebar 6 meter-8 meter yang umumnya beraspal mulus, tetapi penuh kelokan tajam. Rute perjalanan seperti jalan raya di pegunungan di perjalanan Manado-Amurang, Parakan-Temanggung di Jawa Tengah ataupun jalanan Karang Anyar- Sarangan di Jawa Tengah, ataupun sekitar jalur Soe-Atambua di Pulau Timor, dan mirip dengan jalur berliku di Bukit Soeharto antara Balikpapan dan Samarinda di Kalimantan Timur.
Kendaraan harus melambat karena adanya iringan truk yang menempuh perjalanan dalam provinsi ataupun antarprovinsi. Di tengah pegunungan tersebut, terdapat sebuah tempat yang dikeramatkan penduduk dan perwira intel yang mengantar mengatakan tempat tersebut pernah diziarahi Presiden Soekarno dan hingga kini masih dikunjungi warga. Di perjalanan melintasi pegunungan tersebut terdapat sejumlah masjid dan pesantren.
Selain iringan truk yang kerap membuat kendaraan memperlambat laju, di beberapa titik juga terdapat perbaikan jalan karena adanya longsoran di jalur Jalan Nasional Trans-Sulawesi. Salah satu tempat istirahat yang ”ramai” karena adanya truk dan travel yang berhenti ada di kawasan kebon kopi.
Setelah hampir dua jam melintasi pegunungan yang memisahkan sisi barat Sulawesi Tengah dengan Teluk Tomini, kendaraan pun masuk ke daerah Toboli di dekat Kabupaten Parigi Moutong. Dari Toboli ke Parigi perjalanan melintasi tepian Teluk Tomini, terdapat anjungan yang digunakan acara Sail Tomini yang menjadi obyek wisata.
Di Parigi Moutong, banyak travel antarkota antarprovinsi dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, yang singgah di warung dan restoran yang buka 24 jam. Berbagai makanan khas dijajakan di warung, restoran, dan kedai kopi di sana.
Perjalanan diteruskan dari Parigi ke Sausu kota kecamatan berikut ke Pabengko, Kalora, dan mulai mendekati pesisir Poso di dekat bandara. Kembali perjalanan berliku naik-turun terbentang sepanjang perjalanan empat jam dari simpang Toboli ke Poso Pesisir dekat Kayamanya yang menjadi daerah yang mendapat pengamanan khusus semasa konflik. Menjelang pukul 07.00 WIB, perjalanan berakhir dan penulis tiba di dekat safe house Satgas Intel Tinombala di tepian Teluk Tomini.
Pada bentangan jalan Toboli hingga Poso di sisi kiri terbentang Teluk Tomini, hunian, dan kebun warga. Di sisi kanan terdapat kebun yang menjorok 5-10 kilometer ke arah tebing. Selebihnya terbentang pegunungan menjulang tinggi yang memisahkan pantai barat dekat Kota Palu, pantai teluk Tomini di sisi Kabupaten Poso, serta wilayah Danau Poso, Sigi Berumaru, dan Napu.
Wilayah tersebut juga menjadi daerah operasi Satgas Tinombala, termasuk Satgas Intel yang ketika itu dipimpin Kolonel (Inf) I Gusti Putu Dany Karya. Daerah tersebut sebetulnya potret keindahan alam dan masyarakat Indonesia. Masyarakat asli yang Muslim dan Kristiani hidup berdampingan. Kemudian pada awal tahun 1980-an tiba warga transmigran dari Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Timur yang menambah warna keindahan keberagaman Sulawesi Tengah.
Kini, sebagian bentangan jalan Poso-Palu terputus di jalur Parigi-Kebon Kopi yang dalam kondisi normal pun sering mengalami tebingan longsor sehingga menutup Jalan Trans-Sulawesi tersebut. Seiring banyaknya bantuan mengalir ke Palu, Donggala, dan Sigi, tidak ada salahnya bantuan juga menyentuh daerah terdampak di kawasan Parigi-Tawaeli. Terlebih di daerah tersebut, pada akhir tahun 2017 masih ada serangan kelompok teror yang mengganggu masyarakat setempat.