Merintis Noken Menuju Pasar Dunia
Tina Pekey mendengarkan arahan Iman Setiobudy, salah seorang desainer produk asal Jakarta, selama tiga jam dengan saksama. Kemudian, perempuan asal Kabupaten Paniai ini merajut noken bukan sebagai tas tetapi sebuah produk kap lampu hias.
Demikian aktivitas Tina, salah satu peserta dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pengembangan Noken. Bimbingan teknis itu diselenggarakan di kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua, Kota Jayapura, Rabu (3/10/2018) sekitar pukul 13.00 WIT lalu.
Selain Tina, ada pula 49 mama Papua lain yang belajar mengembangkan kemampuan membuat noken. Mereka kini tak terbatas hanya memproduksi tas, tetapi juga kerajinan lain, seperti gantungan dinding dan kotak penyimpan barang.
Noken adalah kerajinan tas khas Papua. Noken aslinya dibuat dari kulit kayu dan anggrek. Dua bahan ini mahal harganya karena sulit dicari. Beberapa kulit kayu dan anggrek bisa didapatkan dari Yahukimo, pedalaman Nabire, dan Wamena. Jauhnya jarak penghasil membuat biaya kulit kayu dan anggrek kian tinggi. Sebagian mama Papua pun beralih menggunakan nilon.
Bank Indonesia dan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia mendatangkan empat desainer untuk melatih mama-mama. Kegiatan pelatihan yang berlangsung pada 2 Oktober hingga 5 Oktober ini diikuti sekitar 50 perajin noken dari Sentani hingga Kota Jayapura.
Meski pelatihan berlangsung seharian, para mama tak merasa bosan. Mereka semangat sekali membuat sesuatu hal yang baru dari noken mereka. Mereka juga tak henti mengajukan pertanyaan apabila belum memahami materi dari mentor.
Yuliana Douw (40), salah satu peserta, mengatakan, dirinya baru pertama kali mendapat bimbingan dari para desainer untuk mengembangkan noken.
”Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi para perajin. Kami sangat senang dan bangga bisa mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan seperti ini,” kata ibu dari lima anak ini.
Ratusan produk
Iman Setiobudy selaku salah satu desainer yang melatih perajin mengatakan, selama ini pembuatan noken kurang didesain dengan baik dan kurang bervariasi. Padahal, noken sangat diminati konsumen, baik di pasaran lokal maupun internasional.
”Sebenarnya, para perajin dapat membuat noken menjadi sekitar 100 produk turunan, baik sebagai tas, aksesori, maupun hiasan interior, misalnya kap lampu, kantong penyimpanan barang, tas jinjing, dan gantungan di dinding,” kata Iman.
Pria yang tergabung dalam organisasi Aliansi Desainer Produk Indonesia ini mengatakan, pihaknya akan mengajarkan tiga materi pokok bagi para perajin selama empat hari pelatihan.
Materi itu meliputi lokakarya produk turunan dari noken, cara pembuatan kerajinan sesuai permintaan pasar, dan cara mewarnai noken dengan bahan alami atau nonsintetis.
”Dengan menguasai tiga materi ini, kami yakin noken buatan perajin di Papua akan menembus pasar nasional dan internasional. Selama ini noken yang dalam bentuk tas saja sudah banyak peminatnya,” ungkap Iman.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua Joko Supratikto mengatakan, pihaknya telah memberikan pembinaan kepada beberapa kelompok perajin noken di Papua selama beberapa tahun terakhir. Sebab, noken merupakan salah satu potensi daerah yang belum tergarap dengan optimal.
Ia menambahkan, kerja sama antara BI dan Bekraf adalah salah satu upaya untuk mengembangkan ekonomi mikro sesuai dengan karakteristik dan potensi ekonomi di daerah tersebut.
”Kegiatan Pekan Olahraga Nasional di Papua tahun 2020 akan memberikan dampak ekonomi besar bagi masyarakat setempat. Sebanyak 14.000 atlet datang ke sini. Para perajin harus memanfaatkan momen ini,” kata Joko.
Harap bantuan
Meliana Giay, salah satu perajin, berharap pihaknya tak hanya mendapat pelatihan untuk pengembangan produk-produk turunan dari noken, tetapi juga bantuan modal usaha dan sebuah galeri khusus noken.
”Saya belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah setempat selama menekuni kerajinan noken 30 tahun terakhir. Hal inilah yang menghambat usaha kami berkembang,” ungkap wanita berusia 49 tahun ini.
Titus Pekey, salah satu penggiat kerajinan noken, mengatakan, 250 suku di Papua dan Papua Barat telah menggunakan noken sebelum pendudukan pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-18. Jumlah perajin noken di lima wilayah adat di Papua dan Papua Barat mencapai sekitar 100.000 orang.
Sayangnya, kata Titus, noken yang menjadi sumber kemandirian dan kreativitas masyarakat Papua berjuang di tengah era modernisasi dan minimnya dukungan dari pemerintah.
”Saya berharap pemerintah daerah di seluruh tanah Papua memberdayakan para perajin dan menyiapkan tempat yang layak agar mereka terus berkarya untuk kelestarian noken di masa mendatang,” kata Titus.
Asisten II Bidang Pembangunan Setda Pemerintah Kota Jayapura Nurjainuddin Konu mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah konkret dari BI dan Bekraf untuk memberdayakan perajin noken.
”Kami siap bekerja sama dengan BI dan Bekraf agar upaya pengembangan noken berjalan lancar. Salah satu caranya adalah mengoptimalkan alokasi dana desa untuk ekonomi mikro, khususnya usaha kerajinan noken,” kata Nurjainuddin.
Pada 4 Desember 2012 di Kota Paris, lembaga UNESCO dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan tas noken dari Papua sebagai warisan budaya dunia tak benda. Mudah-mudahan 4 Desember tahun depan, aneka produk noken dari Papua telah menembus pasar dunia.