Pembayaran Subsidi oleh Pemerintah Kelebihan Rp 2,4 Triliun
Oleh
Karina Isna Irawan
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan menyoroti empat jenis subsidi yang pelaksanaannya belum sesuai aturan. Hal itu mengakibatkan kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah sebesar Rp 2,4 triliun.
Temuan BPK tersebut dilaporkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I- 2018. Hasil pemeriksaan BPK memuat laporan dan kinerja keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan lainnya.
Hasil audit BPK menemukan implementasi empat jenis subsidi belum sesuai peraturan undang-undang yang berlaku. Keempat jenis subsidi adalah energi (listrik, BBM, dan tabung gas 3 kg), beras, pupuk, dan kewajiban pelayanan publik oleh PT Pelni dan PT Kereta Api Indonesia.
Dari hasil audit, setidaknya ada enam temuan BPK yang mesti disoroti, yaitu penyaluran pupuk bersubsidi oleh distributor/pengecer tidak sesuai perjanjian dan ketentuan, biaya pokok penyediaan listrik lebih tinggi dari tarif jual sehingga membebani PT PLN sebesar Rp 7,46 triliun, PT Pertamina dan PT AKR Corporindo terbukti belum sepenuhnya mengimplementasikan distribusi BBM satu harga.
BPK merekomendasikan pemerintah agar mengoreksi perhitungan subsidi supaya lebih efisien dan efektif, memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang tidak memenuhi kontrak
Selain itu, BPK juga menemukan harga jual eceran yang ditetapkan pemerintah untuk jenis bahan bakar solar dan biosolar serta bahan bakar khusus penugasan tahun 2017 lebih rendah dari hitungan korporasi sehingga membebani PT Pertamina Rp 26,3 triliun dan PT AKR Corporindo sebesar Rp 259,03 miliar. Hasil audit juga mengungkapkan penerimaan selain denda keterlambatan barang-barang subsidi belum dipungut.
”Secara keseluruhan dari hasil audit ada kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah Rp 2,4 triliun,” kata Ketua BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara di Jakarta, Rabu (3/10/2018).
BPK merekomendasikan pemerintah agar mengoreksi perhitungan subsidi supaya lebih efisien dan efektif, memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang tidak memenuhi kontrak, meningkatkan pengawasan dan pengendalian kegiatan operasional perusahaan, serta menyetorkan kekurangan penerimaan, denda keterlambatan, dan kelebihan pembayaran ke kas negara/perusahaan.
Secara khusus BPK menyarankan agar Menteri Keuangan serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mencari solusi atas tarif di luar subsidi yang membebani PT PLN.