4.135 Korban Telah Diterbangkan ke Makassar
MAROS, KOMPAS – Hingga Selasa (2/10/2018) siang, jumlah korban gempa dan tsunami Palu dan Donggala yang telah diterbangkan ke Makassar mencapai 4.135 orang. Jumlah ini akan terus bertambah seiring penerbangan yang semakin rutin dan pengangkutan melalui jalur laut juga darat.
Sejak dioperasikan pada Sabtu (29/9/2018) hingga Selasa siang, Lanud Sultan Hasanuddin mencatat total 4.135 korban gempa dari Palu yang tiba di Makassar. Adapun jumlah bantuan logistik seperti pakaian, bahan makanan, dan minuman dari Makassar ke Palu mencapai 28.734 kilogram. Sementara jumlah relawan dan keluarga korban yang ke Palu mencapai 1.763 orang.
Meningkatnya jumlah korban yang diterbangkan ke Makassar seiring peningkatan penerbangan pesawat Hercules dengan rute Makassar – Palu maupun sebaliknya, yang meningkat dari enam menjadi belasan penerbangan pada Selasa. Selain mempercepat pengangkutan logistik ke lokasi gempa di Palu, penerbangan tersebut juga membawa korban gempa ke luar Palu.
Menurut Komandan Pangkalan Udara TNI AU Sultan Hasanuddin Marsekal Pertama Bowo Budiarto, jumlah penerbangan dari Makassar, Sulawesi Selatan menuju Palu, Sulawesi Tengah, pada Selasa mencapai 14 penerbangan. “Sebaliknya, dari Palu menuju Makassar diperkirakan 17 penerbangan,” ujar Bowo.
Jumlah tersebut jauh melonjak dibandingkan tiga hari sebelumnya yang hanya berkisar enam penerbangan per hari. Menurut Bowo, peningkatan jumlah penerbangan Makassar - Palu untuk memenuhi kebutuhan logistik di lokasi gempa. Sebaliknya, banyak korban gempa yang ingin meninggalkan Palu. Penerbangan tersebut membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam.
Pihaknya juga harus memperhatikan standar operasional penerbangan. “Saat ini, ada enam pesawat Hercules yang digunakan. Setiap pesawat maksimal terbang tiga kali per hari. Kami juga harus memastikan pesawat tidak overload (kelebihan muatan),” ujarnya.
Menurut dia, setiap korban yang tiba di Lanud Sultan Hasanuddin akan didata. Untuk korban yang belum memiliki tempat tinggal, dibawa ke Asrama Haji Sudiang sedangkan korban yang dijemput keluarganya dipersilahkan pulang. Adapun korban yang menderita luka-luka atau dalam keadaan hamil dirujuk ke sejumlah rumah sakit di Makassar. Pihaknya juga menyediakan penerbangan ke Jakarta dan Balikpapan.
“Masih banyak logistik yang belum terkirim. Jumlahnya masih didata karena bantuan terus berdatangan. Jumlah penerbangan juga tidak dapat dipastikan apakah bertambah atau berkurang nantinya. Kami menunggu keputusan pusat,” katanya.
Di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan, yang menjadi pusat perawatan dan penampungan pengungsi, terdapat sekitar 40 ton bantuan. Bantuan yang berasal dari sumbangan masyarakat ini sebelumnya tertumpuk karena jalur distribusi yang tertahan.
“Jumlah bantuan totalnya sekitar 40 ton. Air minum, makanan, pakaian bekas, pembalut, peralatan mandi yang sebagian besar berasal dari sumbangan masyarakat. Mulai malam ini distribusi pengiriman akan ditingkatkan,” kata Kepala Dinas Sosial Pemprov Sulawesi Selatan Ilham A Gazaling.
Bantuan terlihat memenuhi satu aula besar di asrama ini. Ratusan kardus makanan dan minuman memenuhi satu sisi gedung hingga ke plafon. Puluhan relawan menyortir bantuan untuk dipisahkan dan diatur. Sebagian bantuan lainnya menumpuk di luar aula, dan beberapa tempat. Berton-ton bantuan ini sempat terkendala untuk dibawa ke beberapa jalur pengiriman karena kekurangan truk.
Menurut Ilham, dari koordinasi dengan pihak terkait, ada tiga jalur pengiriman yang disepakati. “Lewat jalur udara di Lanud Hasanuddin, dan lewat jalur laut di yang difasilitasi Pelindo dan Lantamal. Mulai malam ini akan dikirimkan secara rutin.”
Fasilitasi terhadap pengungsi, korban luka, dan bantuan yang terus datang memang perlu dilakukan secara komprehensif. Walikota Makassar Danny Pomanto menyampaikan, koordinasi terus dilakukan untuk melancarkan upaya pengiriman bantuan dan penanganan pengungsi. Pemerintah Kota Makassar siap membantu segala jenis kebutuhan, baik itu pengangkutan, ambulans, dan tenaga pendukung.
Menurut Danny, bencana seperti ini menuntut semua pihak untuk berkontribusi dan berinisiatif lebih untuk membantu. “Tentu kita butuh data. Kalau terkait bantuan, saya akan bantu truk dan siagakan ambulans di sini." Selasa siang, seorang pengungsi yang sakit di asrama ini terpaksa dibawa ke rumah sakit menggunakan layanan mobil aplikasi daring karena kekurangan ambulans.
Hingga Selasa sore, di Asrama Haji Sudiang ada 118 pengungsi yang ditampung. Total pengungsi yang sempat ditangani di tempat ini sejumlah 250-an orang. Dari ribuan pengungsi. sebagai besar memilih tinggal di rumah keluarga yang berada di Makassar.
Korban luka
Sementara itu, korban gempa yang sempat dirawat di RSUD Daya Kota Makassar hingga Selasa petang mencapai 66 orang. Sebanyak 34 orang diizinkan pulang atau dirujuk ke rumah sakit lainnya. “Kondisi korban sudah membaik. Jadi, kami izinkan pulang. Adapun korban yang dirujuk ke rumah sakit lain atas permintaan keluarga karena dekat dengan rumah keluarganya,” ujar Wakil Direktur I Bagian Umum dan Keuangan RSUD Daya Kota Makassar Juliani Jafar.
Menurut Juliani, pihaknya telah menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk korban gempa Palu. Pakaian dan makanan juga telah tersedia. “Di sini, kami mampu menerima hingga 200 pengungsi,” ujarnya.
Sementara itu, korban luka juga terus berdatangan seiring datangnya rombongan pengungsi. Di RSUP Wahidin Sudirohusodo, korban luka terus berdatangan dan mendapatkan perawatan. Selasa siang, dua orang balita korban gempa yang mengalami luka segera mendapatkan pertolongan.
“Totalnya 28 orang, dan akan terus bertambah. Kami siap untuk menerima dan memberikan pertolongan kepada korban yang datang,” kata Kasubag Humas dan Pemasaran RS DR Wahidin Sudirohusodo Nur Adzan.
Korban luka yang dibawa ke Makassar hanya sebagian kecil dari jumlah yang diterbangkan. Sebagian besar adalah pengungsi yang merasa trauma dan ingin segera keluar dari Palu. Nilu Putu Damayana (38), korban gempa Palu, mengaku ingin keluar dari Palu karena trauma akan gempa susulan.
“Tiga hari, kami tidur di luar rumah. Padahal, rumah saya tidak ambruk. Tetapi, kami takut. Mungkin kami akan ke Jakarta dulu selama sebulan,” ujar Nilu yang datang bersama anaknya, Alisia (7).