DNDF, Instrumen Alternatif Memitigasi Risiko Nilai Tukar
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
Bank Indonesia (BI) resmi menerbitkan regulasi tentang transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di Jakarta, Jumat (28/9/2018). Melalui ketentuan yang tercantum dalam Peraturan BI Nomor 20/10/PBI/2018, BI ingin meningkatkan kesadaran pelaku ekonomi memitigasi risiko nilai tukar rupiah.
BI juga ingin menghadirkan pasar Non-Deliverable Forward (NDF) di dalam negeri agar dapat semakin mudah memonitor pergerakan valas dan mengambil langkah-langkah stabilisasi rupiah. Di sisi lain, BI ingin mempercepat pendalaman pasar valuta asing (valas) domestik.
DNDF merupakan salah satu bentuk transaksi lindung nilai valas terhadap rupiah di dalam negeri. Transaksi itu merupakan transaksi berjangka (forward) berupa kontrak perjanjian antara dua pihak. Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi itu adalah perbankan sebagai penyedia instrumen, dengan importir, eksportir, investor asing, korporasi yang memiliki utang luar negeri, yang membutuhkan atau akan menjual valas.
Keistimewaan DNDF pertama ada pada mekanisme penyelesaian transaksi. Penyelesaian transaksinya tanpa pergerakan dana valas pokok dengan cara menghitung selisih antara kurs transaksi forward dan kurs acuan atau pada tanggal tertentu yang telah ditetapkan di awal kontrak. Kurs acuannya menggunakan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) untuk mata uang dollar AS terhadap rupiah dan Kurs Tengah Transaksi BI untuk mata uang non-dollar AS terhadap rupiah.
Sebelum ada regulasi itu, transaksi forward dilakukan melalui pemindahan dana pokok secara penuh. Hal itu menyebabkan masuk dan keluarnya valas sangat cepat, sehingga berisiko terhadap nilai tukar rupiah.
Keistimewaan kedua adalah penyelesaian transaksi DNDF tersebut wajib dilakukan dalam mata uang rupiah. Jika ada selisih antara kurs yang disepakati di kontrak awal dengan posisi rupiah Jisdor terkini, selisih itu dibayarkan menggunakan rupiah. Tidak menggunakan dollar AS ataupun mata uang asing lain, sehingga dapat menghemat cadangan devisa.
Keistimewaan ketiganya, transkasi DNDF wajib menggunakan dokumen yang menjadi syarat utama kontrak (underlying). Dokumen itu bisa berupa dokumen perdagangan barang dan jasa, investasi, dan pemberian kredit bank dalam valas. Melalui dokumen itu, pelaku pasar tidak dapat melakukan spekulasi terhadap valas.
Selama ini, pelaku jual beli valas banyak melakukan transaksi di pasar spot atau tunai. Nilai tukar valas di pasar tunai cenderung mengacu pada pasar NDF di luar negeri sehingga harganya menjadi tinggi. Selama ini pasar NDF hanya ada di pusat-pusat finansial besar seperti New York, London, Hong Kong, dan Singapura.
Sama halnya dengan DNDF, NDF merupakan instrumen lindung nilai valas dalam rentang waktu tertentu, misalnya 1 pekan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun. Bedanya adalah, transaksi DNDF dilakukan di dalam negeri dan mensyaratkan underlying, sedangkan transaksi NDF di luar negeri dan tanpa underlying. Lantaran tanpa dokumen yang dipersyaratkan, spekulasi lebih mudah terjadi di pasar NDF luar negeri.
Lantaran diperdagangkan di luar negeri, NDF dinilai kurang mencerminkan kondisi domestik. Kurs NDF itu juga memengaruhi pembentukan harga kurs di dalam negeri dan membawa sentimen negatif. Selisih nilai tukar rupiah dalam pasar tunai yang mengacu pada pasar NDF dengan Jisdor cukup besar. Kerap pula terjadi, posisi nilai tukar rupiah di pasar spot menjadi penentu kurs referensi Jisdor dalam pembukaan pasar.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, BI ingin DNDF menjadi alternatif bagi pelaku ekonomi dalam melakukan lindung nilai di pasar valas domestik. Pelaku ekonomi dapat memitigasi risiko nilai tukar di tengah ketidakpastian keuangan global.
Dengan berkembangnya DNDF nanti, BI dapat memonitor dan mengambil langkah-langkah stabilisasi. Selama valas diperdagangkan di NDF luar negeri, BI tidak dapat melakukan pengawasan. Ke depan setelah pasar DNDF terbentuk dan berjalan baik, kurs referensi Jisdor dapat mengacu ke pasar DNDF tidak lagi ke pasar tunai.
Namun demikian, yang menjadi tantangan adalah persaingan kedua instrumen itu di pasar valas. Posisi DNDF tidak berada dalam level permainan yang sama dengan NDF. DNDF yang mensyaratkan underlying tentu akan dianggap lebih merepotkan oleh pelaku pasar ketimbang NDF yang tidak menggunakan underlying.