Sepak bola bukan sebatas olahraga. Ceritanya tidak sekadar menang kalah. Sepak bola adalah bahasa universal yang bisa menjadi katalisator dalam melahirkan perubahan sosial.
Puluhan anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang sedang bermain bola di Lapangan Futsal Foot Ball Plus, Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, dikagetkan dengan kehadiran mantan pemain Manchester City, Paul Dickov, Jumat (28/9/2018). Tanpa banyak persiapan, pria kelahiran Skotlandia 45 tahun silam itu langsung masuk ke lapangan.
Dengan menggunakan rompi putih, Dickov menunjukkan kelihaiannya mengolah ”si kulit bundar”. Selain mencetak beberapa gol, dia juga memberikan masukan dalam hal mengontrol bola, melewati lawan, dan menempatkan posisi.
Dickov bermain bola dengan orang-orang dari beragam latar belakang. Beberapa di antara mereka merupakan anak jalanan yang rentan terkena penyalahgunaan obat terlarang.
Kehadiran Dickov dalam rangka Tur Trofi Manchester City 2018. Klub asal Inggris itu membawa dua trofi dalam tur itu, yaitu trofi Liga Inggris dan trofi Carabao Cup.
Kegiatan ini merupakan kerja sama Manchester City dengan Rumah Cemara, organisasi nirlaba dalam pendampingan orang dengan HIV/AIDS dan penyalahgunaan obat terlarang. Puluhan anak-anak dari enam komunitas yang mendapat pendampingan Rumah Cemara mengikuti kompetisi mini-futsal dalam Tur Trofi Manchester City tersebut.
Dickov mengatakan, Manchester City sangat peduli terhadap pembinaan anak-anak muda. Dia meyakini sepak bola menjadi media yang tepat untuk mengajak banyak orang menghindari hal-hal negatif, seperti obat-obat terlarang dan seks bebas.
”Kami datang kemari bukan hanya untuk mengajarkan skill sepak bola. Yang tak kalah penting mengajak anak-anak muda melakukan hal-hal positif. Salah satu caranya melalui sepak bola,” ujarnya.
Rumah Cemara menjadi salah satu penerima dana program Cityzens Giving Manchester City. Organisasi itu juga menginisiasi pembentukan tim Homeless World Cup (HWC) Indonesia. Tahun lalu, tim HWC Indonesia terhenti di babak perempat final setelah dikalahkan juara bertahan Meksiko dengan skor 3-4.
Staf Sport for Development Rumah Cemara, Jaka Arisandy, mengatakan, sepak bola memudahkan pihaknya dalam menyosialisasikan bahaya HIV/AIDS dan penyalahgunaan obat terlarang. ”Kalau langsung menggelar sosialisasi di dalam ruangan, dikhawatirkan akan cepat jenuh. Apalagi sebagian besar sasaran kami adalah anak jalanan yang lebih sering beraktivitas di luar ruangan,” ujarnya.
Menurut Jaka, sosialisasi lewat sepak bola telah membawa perubahan pada sejumlah anak jalanan. Perubahan sosial itu terkait dengan kepedulian terhadap kebersihan, kesadaran terhadap penyalahgunaan obat terlarang, dan kepedulian terhadap masa depan.
”Saat pertama kali bergabung, beberapa di antara mereka datang sambil ngelem (menghirup lem). Namun, kondisi sekarang sudah berubah. Mereka juga diajarkan beberapa kreativitas, seperti cara menyablon dan bermusik. Intinya menekankan pentingnya pekerjaan karena anak jalanan juga mempunyai masa depan,” ujarnya.
Pernah punya cerita kelam tak membuat anak jalanan terus meratapi masa lalu. Lewat sepak bola, mereka diajak menyiapkan jalan perubahan untuk masa depan lebih cerah.