Gramedia kembali menggelar anugerah Gramedia Reading Community Competition atau GRCC 2018. Sebanyak 20 komunitas dan taman baca dari Aceh hingga Papua terpilih menerima penghargaan. Penghargaan tersebut sebagai apresiasi bagi pegiat literasi yang memberi inspirasi dan ruang baca kepada masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS— Upaya menggerakkan literasi masyarakat di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Dalam hal ini, peran para penggiat literasi dinilai penting karena memiliki kedekatan dengan masyarakat dan disertai semangat mengajar yang tinggi.
“Informasi dan ilmu pengetahuan itu amat penting. Upaya pencerdasan diri individu bisa dilakukan dengan belajar, mendengarkan, membaca, dan bereksperimen. Tapi, ini tidak bisa dilakukan sendirian. Kita harus melakukannya bersama,” kata Publishing and Education Director PT Gramedia Asri Media Suwandi S Brata di Jakarta, Jumat (28/9/2018). Ia menyampaikan hal ini dalam pada acara penganugerahan Gramedia Reading Community Competition (GRCC) 2018.
Menurut data Badan Pusat Statistik pada 2017, jumlah penduduk Indonesia yang buta aksara pada usia 15-59 tahun adalah 3,4 juta orang atau 2,07 persen dari jumlah penduduk. Angka ini menurun bila dibandingkan dengan sebelumnya. Pada 2010, jumlah penduduk buta aksara adalah 7,54 juta orang atau 5,02 persen dari jumlah penduduk.
Hasil penelitian Perpustakaan Nasional menunjukkan, minat baca masyarakat masih relatif rendah. Pada 2017, frekuensi membaca penduduk Indonesia adalah 3-4 kali per minggu. Sementara itu, lama waktu membaca adalah 30-59 menit per hari. Angka ini berada jauh dari waktu membaca yang disarankan UNESCO, yaitu 4-6 jam per hari (Kompas, 12/9/2018).
“Ada 88.000 taman baca di Indonesia. Para penggiat literasinya pun punya semangat yang luar biasa. Melalui mereka, angka yang menunjukkan rendahnya minat baca di Indonesia bisa saja tidak valid lagi,” kata Suwandi.
Menurutnya, para penggiat literasi berperan penting dalam melakukan gerakan literasi. Pasalnya, mereka adalah pihak yang dapat mengatur, mengadakan kegiatan, dan menggerakkan masyarakat. Selain itu, para penggiat literasi juga memiliki semangat dan ketulusan dalam melakukan literasi.
“Saya punya harapan besar terhadap mereka dan gerakan ini. Sebab, yang menggerakkan mereka adalah hati,” ujarnya.
Ada 20 taman baca dan komunitas baca dari Aceh hingga Papua yang menerima anugerah GRCC 2018. Para penerima anugerah berasal dari lima wilayah regional, yaitu regional Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan Indonesia Timur; Sumatera; Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan; Jawa Tengah dan D I Yogyakarta; dan Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Anugerah ini merupakan apresiasi terhadap para penggiat literasi atas kontribusinya terhadap masyarakat. Selain itu, anugerah ini bertujuan sebagai ajang sosialisasi para penggiat literasi. Mereka diharapkan dapat menjalin komunikasi dan saling belajar satu sama lain.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harris Iskandar menyambut baik penganugerahan ini. Menurutnya, perubahan zaman menimbulkan pergeseran tuntutan kemampuan literasi dasar.
Tren positif
Jumlah buku yang diterbitkan di Indonesia pun fluktuatif. Pada 2014, ada 67.731 judul buku yang diterbitkan. Pada 2015, jumlahnya meningkat menjadi 70.836 judul buku, sedangkan pada 2016, jumlahnya kembali meningkat menjadi 81.374 judul buku. Namun, pada 2017, jumlahnya menurun menjadi 59.283 judul buku.
Suwandi memaparkan, masalah minat baca itu tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah judul buku yang diterbitkan. Namun juga jumlah masing-masing judul buku yang dicetak tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia. “Misalnya, satu buku dicetak 5.000 eksemplar. Padahal, penduduk kita ada sekitar 250 juta orang. Itu artinya ada satu judul buku untuk dibaca 50.000 orang,” katanya.
Walaupun kondisi literasi masih belum ideal, industri perbukuan menunjukkan tren positif. Suwandi mengatakan, hingga Juli 2018, persentase pertumbuhan buku adalah 12,23 persen. Pada Agustus 2018, persentase meningkat menjadi 13,34 persen. Tren ini diperkirakan masih akan meningkat.
Cerita dari Sumba
Anugerah GRCC 2018 disambut baik oleh para penggiat literasi, seperti Ronaldus Asto Dadut, perintis Jaringan Relawan untuk Kemanusiaan (JRUK) Sumba, Nusa Tenggara Timur yang memperoleh anugerah GRCC 2018. Menurutnya, penghargaan yang diperolehnya merupakan berkat dan tanggung jawab yang harus diemban.
“Penghargaan ini berarti tanggung jawab kami semakin besar. Kami harus bisa lebih baik demi adik-adik kami di Sumba,” kata Ronaldus.
Komunitas ini dibentuk sejak 2014 dan diawali dengan mengedukasi masyarakat mengenai perdagangan manusia. Gerakan literasi berkembang seiring berjalannya waktu. Ada sekitar 75 relawan yang tersebar di 15 kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta. Para relawan bertugas untuk menghimpun buku dari 15 kota itu dan mendistribusikannya ke Sumba.
“Awalnya kami melihat adik-adik di Sumba punya banyak waktu luang, tapi tidak ada kegiatan. Saat literasi dijalankan, mereka antusias sekali untuk membaca,” kata Ronaldus.
Ada beberapa kendala yang dialami oleh JRUK Sumba dalam geliat literasinya, seperti akses menuju sejumlah kabupaten yang masih sulit dijangkau. Selain itu, keterbatasan infrastruktur masih menjadi hambatan. Menurut anggota JRUK Sumba, Ansy Londong, masih ada beberapa wilayah yang belum dialiri arus listrik. Akibatnya, mereka harus membawa sendiri generator listrik saat mengunjungi suatu wilayah. (SEKAR GANDHAWANGI)