Pencemaran berat di Kali Bekasi menyebabkan kualitas air masih buruk meskipun sudah diolah oleh PDAM. Akibatnya, air yang sampai ke rumah warga juga sangat buruk.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS Sudah dua bulan, warga Kota Bekasi mendapati air PDAM yang sampai di rumah mereka berwarna coklat, mengandung kotoran, dan berbau busuk. Akibatnya, air tidak bisa langsung digunakan warga.
Tohari (45), warga perumahan Taman Wisma Asri, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat, mengamati kualitas air di rumahnya sudah buruk sejak Agustus lalu. Air yang dialirkan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Patriot itu tampak coklat dan mengandung kotoran seperti pecahan lumpur. Selain itu, baunya busuk, serupa aroma got.
“Kondisi air seperti itu terjadi setiap hari, dari pagi hingga malam. Sekitar pukul 21.00, air baru berubah menjadi bening lalu kotor kembali pada pukul 06.00,” kata Tohari di Bekasi, Kamis (27/9/2018).
Air perlu ditampung terlebih dulu selama beberapa jam sebelum digunakan. Akibatnya, dalam sehari, ia tidak bisa mandi lebih dari satu kali. Ia pun tidak berani menggunakan air tersebut untuk minum atau memasak.
Tohari yang baru dua tahun tinggal di Kota Bekasi merasakan perbedaan kualitas air PDAM DKI Jakarta dan Kota Bekasi. Menurut dia, air PDAM di ibu kota selalu dapat dimasak dan menjadi bahan baku air minum. Ini berbeda dengan Kota Bekasi.
Dadan Hindawan, Ketua RW 14, Taman Wisma Asri, Bekasi Utara, mengatakan, selain kotor, aliran air pun sangat kecil. Bulan lalu, ia dan beberapa perwakilan warga dari kompleks perumahannya mengadakan pertemuan dengan pihak PDAM Tirta Patriot. Warga memaklumi penjelasan PDAM bahwa aliran air yang mengecil disebabkan oleh penurunan debit air selama musim kemarau.
Namun, aliran air dari PDAM merupakan andalan sebagian besar warga di sana. Mereka enggan menggunakan air tanah karena kualitasnya dianggap lebih buruk. Air tanah di wilayah tersebut keruh dan berminyak.
Rachmatsyach (61), Ketua RW 17, Taman Wisma Asri, Bekasi Utara, mengatakan, di rumah pelanggan, ketiadaan air bukan hanya terjadi selama sehari melainkan hingga satu minggu berturut-turut. Selama itu, ia harus membeli air bersih eceran seharga Rp 4.000 per jeriken, sedangkan kebutuhan keluarganya adalah empat jeriken per hari.
Ia berharap, PDAM menginovasikan pengolahan air agar kualitasnya membaik dan kuantitasnya bertambah.
Bagi Dadan, pencemaran juga harus segera ditangani. “Saya ingin pemerintah tegas, hukum saja pabrik-pabrik yang membuang limbah ke Kali Bekasi.”
Berhenti produksi
Pencemaran yang tidak teratasi berakibat pada penghentian produksi dan distribusi air bersih oleh PDAM Tirta Patriot pada Kamis selama lebih dari lima jam, yaitu pukul 06.30-12.00. Setelah pukul 12.00, kualitas air bertahap membaik sehingga produksi dan distribusi bisa dilakukan.
“Air baku mengandung zat mangan (Mn) yang sangat tinggi,” kata Kepala Subbagian Humas PDAM Tirta Patriot, Uci Indrawijaya.
Menurut dia, air yang tercemar tidak bisa diolah oleh PDAM, karena teknologi yang digunakan adalah untuk instalasi pengolahan air (IPA), bukan instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Produksi dan distribusi juga harus dihentikan karena pasokan air baku lain, yaitu dari Kalimalang, jumlahnya tidak cukup untuk sampai ke instalasi PDAM dan membutuhkan dorongan air dari Kali Bekasi.
Kondisi serupa pernah terjadi pada 11 Agustus. Produksi dan distribusi air dihentikan selama sehari penuh. Sebanyak 31.000 pelanggan yang tersebar di kecamatan Bekasi Utara, Medan Satria, dan Bekasi Barat tidak mendapatkan pasokan air. Begitu juga dengan 20.000 pelanggan air curah PDAM Tirta Bhagasasi cabang Babelan yang disuplai oleh PDAM Tirta Patriot.
Berdasarkan hasil uji laboratorium lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Kali Bekasi tercemar limbah domestik dan limbah industri.
Pada Kamis siang, air Kali Bekasi masih hitam pekat. Ratusan ikan sapu-sapu mati. Memasuki sore, aliran air dari Bendung Bekasi dipenuhi busa. Bukan hanya di satu titik melainkan sepanjang mata memandang, busa memenuhi kali hampir menutupi seluruh permukaan air.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Jumhana Lutfi mengatakan, limbah diduga sudah ada sebelum masuk Kota Bekasi.