Uji Coba Tilang Elektronik untuk Tingkatkan Disiplin Berlalu Lintas
JAKARTA, KOMPAS — Penegakan aturan berlalu lintas berbasis elektronik atau sistem electronic traffic law enforcement (e-TLE) di Jakarta mulai diuji coba pada 1 Oktober 2018.
Pemantauan tindak pelanggaran lalu lintas akan dijalankan lewat kamera pengintai (CCTV) yang terpasang di sejumlah titik persimpangan sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin. Penerapan sistem ini diharapkan dapat menumbuhkan ketertiban masyarakat berlalu lintas.
Sebagaimana diberitakan Kompas (19/9/2018), ada tiga titik yang menjadi lokasi pemasangan kamera pemantau, yakni persimpangan pusat perbelanjaan Sarinah, persimpangan patung kuda Arjuna Wiwaha, dan persimpangan Jalan Kebon Sirih. Kamera akan memotret dan merekam tindak pelanggaran aturan lalu lintas. Dengan alat itu, data pengendara akan dengan mudah dicek pada sistem informasi yang terdapat di Traffic Management Centre (TMC) Polda Metro Jaya.
Sesuai pantauan Kompas di tiga lokasi itu pada Kamis (27/9/2018) sore, belum terdapat tiang lain untuk dipasangi kamera CCTV e-TLE. Hanya ada tiga tiang dari dinas perhubungan yang telah terpasang jauh hari sebelumnya.
Adapun lalu lintas di situ memperlihatkan sejumlah pengendara sepeda motor melintasi lajur zebra cross bagi pejalan kaki untuk memotong jalan. Ini dapat membahayakan keselamatan pedestrian yang menyeberang. Tak hanya itu, lampu lalu lintas di simpang Sarinah juga belum dilengkapi lampu penuntun bagi pejalan kaki.
Akibatnya, mereka yang hendak menyeberang dari Jalan MH Thamrin menuju Jalan KH Wahid Hasyim perlu lebih berhati-hati dan mengamati kondisi sekitar sebelum menyeberang. Sebab, tak jarang kendaraan bermotor melintasi jalan dari arah lain.
Lalu lintas di persimpangan Jalan Kebon Sirih-Sudirman pun masih membahayakan keselamatan pejalan kaki. Sepeda motor atau mobil yang melintas dari Jalan Sudirman dapat bebas belok ke kiri langsung meskipun beberapa pejalan kaki menyeberang dari sisi Jalan Kebon Sirih ke Jalan Sudirman. Empat petugas polantas bersiaga mengatur arus lalu lintas yang semakin ramai mendekati jam pulang kantor.
Sementara itu, di persimpangan Jalan Sudirman depan patung kuda Arjuna Wiwaha, petugas pengendali operasional Dishub, Yogi Kharisma, menyebutkan, minggu lalu kamera pengawas untuk menerapkan e-TLE sudah disiapkan. Namun, dia mengatakan, ”Baru disiapkan. Kamera CCTV untuk e-tilang belum dipasang. Yang sudah ada baru kamera untuk pantauan dari dishub.”
Payung hukum
Kasubdit Pembinaan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto mengatakan, CCTV sebagai alat untuk mendukung tindak pelanggar lalu lintas telah disesuaikan dengan aturan hukum, yaitu Pasal 272 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Terkait perangkat elektronik yang digunakan, hal itu pun berlandaskan UU Nomor 11 Tahun 2007 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2. Kamera pemantau itu, kata Budiyanto, menjadi alat bukti terukur sesuai aturan hukum.
Menggunakan kamera pemantau itulah pelanggaran aturan lalu lintas dapat dicegah. Beberapa pelanggaran yang dapat terpantau oleh kamera ini di antaranya pengendara sepeda motor yang tidak menggunakan helm, melewati batas atau marka jalan, dan melawan arus lalu lintas.
Di samping itu, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusuf menyebutkan, kecanggihan kamera pemantau memungkinkan pula untuk mengamati arus kendaraan yang melanggar lampu merah, pengendara roda empat tanpa sabuk pengaman, ataupun penggunaan ponsel saat mengemudi.
Pemberlakuan uji coba akan diberlakukan selama 30 hari mulai 1 Oktober 2018. Selama sebulan itu, Ditlantas Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan menguji dan mengkaji efektivitas penerapan e-TLE.
Data Ditlantas Polda Metro Jaya mencatat, dalam kurun Januari-Agustus 2018 ada 617.415 pelanggaran di Jakarta. Jumlah ini mencakup angka pelanggaran lalu lintas kendaraan yang melawan arus sebanyak 90.322.
Rencana pelaksanaan uji coba e-TLE ini pun disambut positif oleh tim Seksi Pelanggaran Lalu Lintas (Sigar) Subdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya. Hermanto, salah seorang anggota Sigar, memandang penerapan ini memiliki visi yang baik bagi penumbuhan kesadaran pengguna jalan dalam berlalu lintas. Sebab menurut dia, penyebab utama tingginya tingkat pelanggaran lalu lintas adalah kesadaran taat aturan pengendara yang masih amat rendah.
Hal itu bermuara pada kecelakaan lalu lintas yang terjadi karena sikap abai dan lalai masyarakat dalam menaati peraturan. ”Kesadaran masyarakat taat aturan itu masih rendah. Penerapan berbasis TI ini sebenarnya memacu sistem agar ada perubahan kebiasaan masyarakat,” kata Hermanto.
Dia membandingkan pengembangan moda transportasi bus transjakarta yang membangun perubahan sistem transportasi umum secara aman dan nyaman. Dibandingkan angkutan umum lain, menurut Hermanto, transjakarta memiliki sistem yang lebih teratur dan disipilin, salah satunya dengan penyediaan halte sebagai lokasi naik-turun penumpang. ”Jadi lebih teratur, tidak seenaknya mau turunkan penumpang di mana saja, yang bisa membuat macet jalan,” katanya.
Uji coba itu, menurut dia, menjadi bahan evaluasi untuk mengukur kualitas penindakan pelanggaran menggunakan kamera pemantau, selain menampung aduan atau keluhan masyarakat. Ia mengatakan, penerapan sistem e-TLE turut membantu polisi dalam menertibkan lalu lintas. Namun, hal itu tidak akan secara langsung mengurangi jumlah personel yang bertugas di ruas-ruas jalan.
”Ke depan kemungkinan petugas hanya bertugas di lokasi tertentu yang kurang terjangkau oleh fasilitas (CCTV) untuk penindakan pelanggaran lalu lintas. Kalau infrastuktur sudah bagus semua, perlahan-lahan jumlah personel di lapangan berkurang, tapi tidak langsung secara siginifikan,” katanya.
Sambutan positif
Uji coba sistem e-TLE disambut cukup baik oleh Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Seperti dikatakan Wakil Ketua DTKJ Dony Andi Saragih, pihaknya mendukung rencana penegakan aturan lalu lintas berbasis elektronik mutakhir itu.
”E-TLE ini lebih canggih daripada e-tilang sebelumnya pada 2016. Terlebih di negara kita, kedisiplinan berkendara masyarakat hanya saat kalau ada petugas polisi,” kata Dony saat dihubungi Kompas, Kamis (28/9/2018).
Pengolahan data yang termanajemen di TMC Polda Metro Jaya, menurut dia, akan meringankan kerja polantas dan efektif untuk mengurangi pungutan liar atas denda tilang. Selain itu, katanya, biasanya penegakan aturan lalu lintas dapat dilaksanakan lebih ketat.
”Selama ini pengendara sepeda motornya banyak, tapi polantas sedikit. Yang melanggar tiga orang, tapi karena polisi hanya satu, ya, hanya satu pelanggar yang ditilang, sedangkan dua lainnya lolos,” katanya.
Sementara dalam sudut pandang pengguna jalan, aturan penerapan e-TLE masih perlu dipersiapkan dengan matang. Menurut pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, perangkat sistem teknologi informasi menyangkut pembayaran denda dan data pengendara harus dikelola dengan baik. Hal itu perlu dilakukan agar tidak menimbulkan protes dan kebingungan masyarakat.
Selain itu, Sudaryatmo melihat sistem tersebut masih memiliki kekurangan dalam hal fungsi kamera pemantau. ”Meski meningkatkan kepatuhan (warga berlalu lintas), tidak semua pelanggaran secara visual tertangkap oleh kamera,” katanya.
Dia masih sangsi dengan penerapan e-TLE karena masyarakat dapat mencari celah untuk melanggar aturan tanpa terkena tilang. Dia pun mengingatkan agar pemberlakuan nominal denda bagi pelanggar harus ditentukan dengan jelas.
Uji coba e-TLE ini setidaknya dapat menyumbang pembelajaran untuk dievaluasi, terlebih, kata Sudaryatmo, bila aturan ini nanti diterapkan tak hanya di Ibu Kota, tapi juga secara nasional. (ROBERTUS RONY SETIAWAN)