Komedi Putar, PKL, dan Plang Larangan dari Pemda
Senja di tepi Kanal Timur, selalu bermandikan cahaya. Ratusan pedagang kaki lima menjajakan barang dagangan di tepi kanal yang masuk wilayah Kelurahan Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, hingga jarak sekitar dua kilometer.
Orang tua hingga anak-anak betah di sini karena komedi putar, rumah balon, kolam pancingan, dan mainan anak-anak berupa mobil mini, tak pernah absen saban malam. Cukup dengan Rp 10.000, pengunjung bisa menjajal satu wahana. Musik dangdut dari wahana permainan ini menyemarakkan malam.
Pendi (38) dan istrinya terseyum sambil melambaikan tangan ke anak mereka yang berada di atas wahana berputar. Istri Pendi tak lupa mengabadikan momen itu dengan ponsel pintar yang digenggam.
Mereka merupakan warga kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Mereka sering berkunjung ke tempat itu bersama buah hati yang masih berusia 15 bulan. "Dia suka rewel kalau malam. Susah diajak tidur awal. Makanya kami sering ajak dia main ke sini," ucap pria asal Solo, Jawa Tengah itu.
Di sudut lain, rombongan pemuda melewatkan malam sembari nongkrong.
Ramainya Kanal Timur sore hingga malam ini tak ayal menarik pedagang. Pedagang makanan, pakaian, dan aksesoris tak melewatkan kesempatan meraup untung ini.
Di situ, sebagian besar lapak dibangun saban malam oleh para pedagang. Di lapak itulah, mereka menawarkan dagangan kepada para pengunjung.
Pedagang makanan menyediakan bangku dan meja untuk konsumennya.
Sementara pedagang pakaian dan aksesoris memajang dagangannya.
Beberapa pedagang di kawasan Kanal Timur ini bahkan memiliki bangunan berdinding tembok dengan bangku dan meja makan yang ditanam di depannya.
Plang larangan
Bila ditelusuri, kemeriahan dan keramaian pedagang ini rupanya berlangsung di tanah negara.
Selasa sore lalu, di Jalan Kelurahan V, Pondok Bambu, yang berjarak sekitar 500 meter dari pasar malam itu, terdapat plang dari Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta yang bertuliskan “Tanah Negara, dilarang masuk atau dimanfaatkan".
Plang itu dipasang di dalam pagar besi sebuah rumah makan. Luas tanah yang digunakan untuk rumah makan itu sekitar 40 meter persegi.
Sekitar 100 meter dari rumah makan itu, terdapat bangunan indekos. Tak jauh dari indekos ini, terpasang juga plang serupa dari Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta.
Begitu pun di lokasi lain yang dimanfaatkan para PKL. Terdapat puluhan plang serupa yang berisi larangan tanah itu dimanfaatkan atau dikuasai.
Sanan (45), warga Kelurahan Pondok Bambu, mengatakan, tanah di sekitar tepi Kanal Timur ini merupakan tanah Pemprov DKI yang dulunya dibebaskan untuk pembuatan Kanal Timur saat Sutiyoso menjabat Gubernur DKI Jakarta.
“Kalau dihitung dari pinggir kanal, sampai jarak sekitar 30 meter itu masih tanah negara,” ujar pria Betawi itu.
Setiap pedagang yang ingin membuka lapak di sekitar kawasan itu, kata Sanan, harus mengantongi izin dari pemimpin wilayah setempat seperti ketua RT atau ketua RW.
Sebagian kawasan di tepi BKT yang dimanfaatkan PKL itu termasuk wilayah RW 06 dan RW 11 Kelurahan Pondok Bambu.
Saat Kompas mencoba melakukan konfirmasi tentang izin pemanfaatan kawasan itu, Ketua RW 06 menolak untuk berbicara dengan alasan sedang memiliki kesibukan lain.
Polan (38), salah satu pedagang buah yang ditemui, Rabu lalu, mengatakan, untuk berjualan di tempat itu, PKL baru menyetor uang masuk Rp 500.000. Adapun setoran setiap bulannya Rp 200.000 sampai Rp 300.000.
"Di lapak buah itu, ada beberapa orang yang tiap hari duduk di situ. Coba tanya saja, kalau masih ada tempat kosong pasti mereka kasih," ucapnya sambil menunjuk sebuah lapak buah yang terletak sekitar 500 meter dari lapaknya.
Ia menambahkan, orang- orang dimaksud merupakan koordinator yang mengatur PKL di tempat itu untuk berjualan.
Kepala Satuan Pelaksana Pembinaan OK OCE Suku Dinas UMKM Jakarta Timur Adung mengatakan, PKL itu bukan bagian dari PKL binaan OK OCE. "Kami tidak tahu itu PKL dari mana. Masyarakat UMKM di bawah binaan kami itu sebagian besar usaha rumahan yang didominasi ibu-ibu," katanya.
Aneka aktivitas
Kepala Suku Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Jakarta Timur Gentur Wisnubaroto, mengatakan, kawasan Kanal Timur memiliki lebar 100-300 meter. Lebar kanal ini tidak merata tergantung pembebasan tanah yang dilakukan pemerintah waktu itu.
Adapun pemanfaatan kawasan Kanal Timur, selain sebagai ruang terbuka hijau, juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi.
"Misalnya setiap hari minggu, ada pedagang kaki lima yang boleh masuk berjualan. Tetapi itu ditata, tidak berjualan secara liar," ujarnya.
Kendati demikian, Gentur mengatakan, penataan kawasan Kanal Timur membutuhkan kerja sama lintas instansi, misalnya instansi yang mengurus sumber daya air, UMKM, dan perencana pembangunan daerah. Hal ini karena terdapat sekitar 1.267 PKL yang memanfaatkan kawasan BKT untuk dijadikan lapak dagang.
"Artinya kawasan BKT itu magnet, yang kemudian mendorong PKL untuk berjualan di situ," ujarnya.
Tiga tahun
Taman rekreasi di tepi Kanal Timur, Pondok Bambu, ini telah ada sejak tiga tahun lalu. Taman ini didirikan Adi Mujiono.
Awalnya, ia prihatin terhadap ruang bermain anak yang minim di sekitar Pondok Bambu. Anak-anak semula memanfaatkan tepi kanal untuk bermain sehingga membahayakan nyawa mereka, terutama saat banjir.
Adi lalu membersihkan tempat yang ditumbuhi rumput dan menyediakan dua jenis wahana bermain berupa bianglala dan odong-odong. "Ini memang dibangun untuk masyarakat sekitar. Ini hiburan murah dan sederhana untuk rakyat," ucapnya.
Kebersihan dan keamanan tempat ini terus ditingkatkan. Ember-ember putih disediakan untuk tempat sampah. Permukaan tanah ditutup karpet. Lampu penerangan terus ditambah. (Stefanus Ato)