Petani Swadaya Terkendala untuk Penuhi Aspek Ketertelusuran
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA , KOMPAS — Aspek ketertelusuran dinilai menjadi aspek penting dalam menjalankan prinsip keberlanjutan terkait pengelolaan industri kelapa sawit hulu hilir. ”Ketelusuran menjadi bukti setiap titik rantai industri menerapkan prinsip keberlanjutan. Kami harap, (sertifikasi) Indonesia Sustainable Palm Oil memperhatikan aspek ini,” kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend, saat ditemui di Jakarta, Kamis (27/9/2018).
Secara garis besar, ketertelusuran menjadi mekanisme yang memastikan bahwa setiap mata rantai industri kelapa sawit itu tidak melanggar ketentuan, terutama terkait isu deforestasi dan perusakan lahan.
Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Inovasi Bumi Silvia Irawan mengatakan, mekanisme tersebut bertujuan mengecek asal-usul produk. Rantai industri kelapa sawit bermula dari lahan-lahan petani.
Akan tetapi, kata Silvia, tantangan penelusuran justru terjadi di hulu, terutama di lahan-lahan yang dimiliki petani swadaya yang cenderung tidak terikat pada industri pengolah. Ketidakterikatan itu ditunjukkan oleh tidak adanya kontrak. Selain itu, petani swadaya juga cenderung lebih bebas menjual hasil kebunnya ke pelbagai macam pihak.
Tantangan penelusuran justru terjadi di hulu, terutama di lahan milik petani swadaya yang cenderung tidak terikat pada industri pengolah.
Oleh karena itu, penerapan aspek ketertelusuran memerlukan alternatif lain. ”Dibandingkan mengecek lahan petani swadaya yang cenderung tersebar secara acak, sebaiknya pemerintah fokus pada pemangku kebijakan yang terlibat dalam urusan lahan,” kata Silvia.
Sebagai solusi, Silvia meminta ketertelusuran ditarik dan ditinjau dari gambaran besar tata kelola lahan nasional. Instrumen peraturan tingkat pemerintah pusat terkait ratifikasi Perjanjian Paris dapat menjadi acuan.
Dengan demikian, pengecekan difokuskan kepada seberapa jauh komitmen pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam tata kelola lahan. Menurut Silvia, jika lahannya sudah legal di tingkat daerah dan sesuai dengan peraturan nasional, seharusnya dapat menunjukkan prinsip keberlanjutan.
Silvia mencontohkan pemerintah daerah Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Barat di Kalimantan Selatan yang berkomitmen dalam menerapkan aspek ketelusuran. Kedua pemerintahan daerah ini telah mendata petani swadaya di daerahnya. Lebih dari 5.000 petani terdata.
Sebelumnya, Staf Ahli Kementerian Koordinator Perekonomian Lin Che Wei mengatakan, akhir tahun ini pemerintah akan menguji coba pemetaan dan pendataan petani swadaya di Riau untuk menerapkan aspek ketelusuran. Teknologi yang dimanfaatkan terdiri dari land spatial information drone, pengenalan wajah, dan sistem analisis lahan secara digital.
Selain pemerintah, pihak swasta juga turut terjun langsung untuk menerapkan aspek ketelusuran. Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholders PT Sinar Mas Agribusiness and Food Tbk Agus Purnomo mengatakan, perusahaannya bekerja sama dengan Koltiva untuk memetakan dan mendata petani kelapa sawit di Jambi. Hingga saat ini, lebih dari 10.000 petani sudah terdata.