BATU, KOMPAS — Museum Hak Asasi Manusia Omah Munir akan memiliki gedung baru di Batu, Jawa Timur. Menyongsong pembangunan gedung baru tersebut, pihak Omah Munir menggelar sayembara pradesain Museum HAM Omah Munir dengan hadiah total Rp 220 juta.
Ketua Yayasan Museum Omah Munir yang juga istri dari penggiat HAM Munir Said Thalib, Suciwati, mengatakan, museum baru nanti akan menjadi satu-satunya museum HAM di Indonesia sekaligus Asia Tenggara. ”Di Kamboja ada museum, tetapi hanya berisi kekejaman rezim Khmer Merah,” ucapnya.
Suciwati mengatakan hal itu dalam konferensi pers sayembara pradesain gedung Museum Omah Munir di Balai Kota Among Tani, Batu, Jawa Timur, Kamis (27/9/2018). Hadir pada kesempatan ini Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko serta pihak dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Malang.
Menurut Suciwati, gedung Museum Omah Munir yang ada selama ini di Jalan Bukit Berbunga, Batu, dirasa tidak lagi cukup untuk menampung animo publik dan mewujudkan misi pendidikan HAM. Museum itu memanfaatkan rumah mendiang Munir dan hanya berukuran 250 meter persegi.
”Karena itu, Yayasan Museum HAM Omah Munir berprakarsa membangun sebuah museum bertaraf internasional di lokasi baru. Tempat itu nantinya tidak hanya memajang koleksi soal perjuangan almarhum Munir, tetapi juga masalah sejarah dan perjuangan HAM lainnya di Indonesia,” ucapnya.
Mengenai isi museum yang baru nanti, Suciwati mengatakan, semua berbasis riset, baik nasional maupun internasional. Ada juga workshop, tempat diskusi, perpustakaan, dan lain-lain yang berkaitan dengan pendidikan HAM.
Gagasan pembangunan museum ini didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Kota Batu sebagai penyedia lahan seluas 2.000 meter persegi. Adapun biaya pembangunan ditanggung Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pihak Omah Munir hanya bertindak sebagai pengelola dengan tujuan agar roh museum tidak hilang.
Dewanti Rumpoko mendukung penuh rencana ini. Ia mengatakan, keberadaan museum ini akan melengkapi obyek wisata yang ada di Batu. Pihaknya menyambut baik dan berharap pembangunannya cepat selesai. Pemerintah Kota Batu telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
”Status tanah tetap punya Pemerintah Kota (pinjam pakai). Tetapi, status tidak penting. Yang penting ada tempat yang bisa digunakan untuk membuat nama Munir menjadi bagian dari proses perjuangan HAM di Tanah Air,” katanya.
M Chotob W dari IAI Malang mengatakan, pradesain gedung museum sengaja disayembarakan dengan maksud menumbuhkan spirit partisipasi dari masyarakat. Selain itu, melalui sayembara akan diperoleh hasil terbagus. Peletakan batu pertama gedung direncanakan pada 10 Desember tahun ini bersamaan dengan peringatan Hari HAM Sedunia.
”Kemungkinan dua lantai dan waktu pembangunannya diperkirakan membutuhkan waktu maksimal dua tahun. Jadi, 2019 mulai dikerjakan,” katanya. Ada lima juri dalam sayembara, yakni seniman Butet Kartaredjasa, sejarawan Andi Achdian, arsitek Baskoro Tedjo, seniman Himawan, dan arsitek akademisi A Tutut Subadyo.