Swasta Dinilai Belum Cepat Berinvestasi di Pariwisata
Oleh
Maria Clara Wresti
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Menteri Pariwisata Arief Yahya menilai keinginan pemerintah menjadikan sektor unggulan penghasil devisa belum direspon dengan baik oleh swasta. Padahal, peran swasta dinilai penting, khususnya di sektor pariwisata.
"Saya heran, pemerintah sudah bergerak cepat, tetapi respon swasta masih lambat," kata Arief usai membuka acara Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata III Tahun 2018 bertajuk \'Investasi dan Pembiayaan Pariwisata\' di Jakarta, Rabu siang (26/9/2018).
Arief mencontohkan, infrastruktur yang sedang dibangun pemerintah terutama di 10 destinasi prioritas, belum banyak diikuti oleh swasta. "Triliunan rupiah sudah digelontorkan pemerintah untuk membangun 10 destinasi pariwisata prioritas (DPP) dan kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) lain. Namun, investasi ini kurang diikuti oleh swasta. Pembangunan jalan tol sepanjang 82 kilometer dari Serang ke Panimbang, misalnya, belum diikuti oleh pembangunan agresif di Tanjung Lesung," kata Arief.
Keikutsertaan swasta dalam membangun pariwisata sangat dibutuhkan. Sebab, butuh anggaran setidaknya Rp 500 triliun untuk membangun pariwisata lima tahun ke depan, yakni kurun 2019-2024. Jumlah itu antara lain untuk pengembangan 10 DPP dan destinasi unggulan lainnya, seperti Mandeh di Sumatera Barat dan Tanjung Puting di Kalimantan Tengah sebagai habitat asli orang utan yang menjadi destinasi kelas dunia.
Kebutuhan investasi tersebut terdiri dari pembiayaan pariwisata sebesar Rp 295 triliun, yakni dari pemerintah Rp 10 triliun dan swasta Rp 285 triliun, sedangkan investasi pariwisata senilai Rp 205 triliun dari pemerintah Rp 170 triliun dan swasta Rp 35 triliun.
Investasi pariwisata dari pemerintah berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 32,5 triliun; Kementerian Perhubungan Rp 77,3 triliun; PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II Rp 56 triliun; Kementerian Komunikasi dan Informatika Rp 0,05 triliun; dana alokasi khusus Pariwisata Rp 1 triliun; dan Kementerian Pariwisata Rp 3 triliun.
Relaksasi aturan
Sementara investasi sektor pariwisata diperlukan untuk membangun 120.000 kamar hotel,15.000 restoran, 100 taman rekreasi, 100 operator diving, 100 marina, dan 100 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan melibatkan peran serta dunia usaha, serta program pembangunan 100.000 homestay dengan melibatkan UKM pariwisata.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Wisnu Wijaya Soedibjo mengatakan, jumlah investasi asing di bidang pariwisata sudah menunjukkan peningkatan. "Dari semula Rp 1.634 triliun sepanjang tahun 2010-2014 meningkat 115 persen menjadi Rp 3.518 triliun di tahun 2015-2019," kata Wisnu.
Menurutnya, untuk meningkatkan lebih banyak lagi investasi, butuh lebih banyak lagi relaksasi aturan dan kemudahan bagi investor. "Pemerintah sudah melakukan cukup banyak. Namun, jika kemudahan-kemudahan terus diberikan, maka investor akan semakin banyak yang tertarik," kata dia.
Sekretaris Kementerian Koordinator Maritim, Agus Purwoto mengatakan, untuk menarik lebih banyak investor, diperlukan kepercayaan dan kesiapan destinasi. "Sebentar lagi rapat tahunan IMF-Bank Dunia akan digelar di Bali. Peserta yang datang mencapai 18.000 orang. Kalau kita bisa memberikan yang terbaik, mereka yang datang akan percaya dan mempromosikan Indonesia," kata Agus.