Pabrik Ekstasi Cibinong untuk Pasok Lapas di Jakarta
BOGOR, KOMPAS -- Satuan Reserse Narkoba Polres Jakarta Barat menggeledah sebuah pabrik ekstasi di Perumahan Sentra Pondok Rajeg, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Jumat (21/9/2018). Polisi menetapkan SI (55), AP (40), dan RS (24) sebagai tersangka.
Kejadian bermula ketika petugas Kepolisian Polres Jakarta Barat mendapatkan laporan dari masyarakat kemudian menggrebek rumah indekos SI di kawasan Setia Budi Jakarta Selatan pada Jumat pagi. Dari pengerebekan tersebut diamankan narkotika jenis ekstasi dan sabu.
Dari SI petugas mendapatkan keterangan bahwa ekstasi dan sabu lainnya di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Polisi kemudian menyamar sebagai pembeli dan diarahkan untuk bertemu dengan RS. Polisi bersama dengam RS kemudian menemui AP untuk bertransaksi di daerah Depok, Jawa Barat.
Saat bertransaksi petugas meringkus RS dan AP. Dari tangan RS petugas menyita satu plastik paket sabu seberat 10 gram, sedangkan dari AP sejumlah 1000 butir ekstasi. Dari hasil pengembangan kemudian Polisi mengeledah rumah AP yang adalah tempat produksi ekstasi.
Berdasarkaan hasil penggeledahan ditemukan mesin alat cetak dan berbagai macam bahan pembuat ekstasi. Polisi menyita 158 gram sabu, 3000 butir esktasi, satu paket ganja, 2000 butir pil eximer, satu kilo bahan baku setengah jadi, tiga mesin pencetak ekstasi merk TDP-O, 1274 gram Cafeein, 4751 gram Avicel, 136 gram Epheridrine, 35 gram bubuk Key, 1800 gram Red Posfor, 250 gram pewarna, 3 botol kecil pewarna makanan cair, 3 buah timbangan elektrik, kalkulator dan tiga unit ponsel untuk transaksi maupun komunikasi.
Kepala Bidang Narkoba Forensik Pusat Laboratorium Foreskrim Bareskrim Polri, Komisaris Besar Polisi Sodiq Pratomo mengatakan ekstasi hasil produksi para tersangka merupakan jenis baru dan memiliki daya rusak yang sangat kuat. Tersangka asal-asalan mencampurkan bahan-bahan yang secara Farmakologi tidak bisa dicampurkan.
Biasanya ekstasi terdiri dari campuran yang isinya stimulan, seperti MDMA. Namun untuk kasus ini Sodiq menemukan bahwa adanya campuran bahan dari MA, Ketamin, Cafeein dan Epheridrine, Alfazolam, Eximer. "Kalau itu berarti efek stimulannya ada, halusinogennya ada, depresannya juga ada. Campur-campur, tidak karuan," kata Sodiq Senin (24/9/2018) di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Narkoba yang dibuat dengan bahan-bahan itu menurut Soqid dapat merusak otak hingga menyebabkan kematian.
Bahan baku yang digunakan tersangka, seperti Epheridrine tidak mudah didapatkan di Indonesia. Polisi menduga, tersangka mendapatkan bahan tersebut dari jaringan narkoba internasional.
Menurut Kepala Polres Metro Jakarta Barat, Komisaris Besar Hengki Haryadi tersangka sudah memproduksi ekstasi selama satu tahun. Dalam sehari rata-rata tersangka bisa menghasilkan ekstasi sebanyak 500 butir.
Berdasarkan pengakuan tersangka, rencananya pabrik ini akan dikembangkan menjadi pabrik sabu.
Adapun untuk penjualan para tersangka menjual ekstasi hasil produksinya itu ke jaringan Lembaga Pemasyarakatan di Jakarta. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar Polisi Erick Frendriz. "Mereka jual ke jaringan lapas karena partai besar (dalam jumlah banyak), jika partai besar tidak mungkin dijual ke pasar biasa," ujar Erick.
Menurut Erick, tersangka SI sudah tiga kali dipenjara karena kasus narkoba. Hal itu yang kemudian membuat tersangka mudah menemukan pasar di jaringan lapas. "Pembelinya adalah narapidana dari dua lapas yang ada di Jakarta, kita akan terus kembangkan. Jika terbukti bersalah akan kita tindak," tambah Erick.
Akibat perbuatannya tersangka SI dikenakan Pasal 114 ayat 2 subsider pasal 112 ayat 2 subsider pasal 111 ayat 1 Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Sedangkan AP dan RS dikenakan pasal 113 ayat 2 subsider Pasal 114 ayat 2 subsider pasal 112 ayat 2 junto pasal 132 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Ketiga tersangka menurut Hengki akan diancam dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara atau hukuman mati.
"Kalau bisa dihukum maksimal atau hukuman mati supaya bisa membuat efek jera kepada masyarakat dan siapapun pengedar ataupun produsen narkoba di luar sana, terlebih yang di Jakarta Barat," tegas Hengki.
Hengki mengakui adanya penurunan tren pengungkapan kasus narkoba di wilayah Polres Jakarta Barat. Hal itu terjadi karena saat ini fokus mereka adalah pada pengungkapan kasus di hulu. "Kalau dulu (menangkap) pemakai sekarang target kita adalah pengedar terus kita kejar sampai ke pabriknya," tandas Hengki.
Pengerebekan pabrik narkoba yang terjadi di Cibinong ini merupakan yang ketiga dalam kurun waktu Januari hingga Sepetember 2018. Sebelumnya Polres Metro Jakarta Barat menggrebek dua pabrik narkoba di Cipondoh, Tangerang pada Agustus lalu dan Kampung Ambon, Jakarta Barat pada April lalu.
Hal ini menurut Hengki sudah sepantasnya dijadikan sebagai peringatan. "Ini harus menjadi alarm bagi kita semua. Sekarang ini lokasinya pabriknya sudah sampai di perumahan. Warga sekitar harus peka terhadap kejanggalan-kejanggalan, jangan permisif," imbau Hengki.
Warga sekitar Yoyoh (42) mengatakan keluarga AP tergolong tertutup. Mereka tidak pernah bersosialisasi dengan tetangga sehingga para tetangga tidak tahu menahu soal kasus ini. "Arisan tidak ikut, pengajian tidak ikut, pintu rumahnya juga selalu tertutup," papar dia.
Sehari-hari AP memproduksi ratusan butir narkoba di salah satu ruangan rumahnya. Ruangan itu kira-kira berukuran 1 meter x 2 meter. Ruangan itu dilengkapi dengan satu pengdingin ruangan. Pada sudut kiri ada sebuah rak kayu berukuran 80 cm x 60 cm serta dua kursi kayu bundar dan satu kursi kayu panjang.
Tak jauh dari pintu ada sebuah meja kayu dengan permukaan kaca hitam. Meja itu dilengkapi dengan lampu tambahan, terminal listrik serta cermin. Di sisi kanan atas cermin ada sebuah masker biru bekas pakai tergantung. Ruangan itu berhadapan dengan kamar mandi rumah. (KRISTI DWI UTAMI)