Inapgoc Tidak Pasang Target Waktu
TANGERANG, KOMPAS — Simulasi penjemputan kontingen Asian Para Games 2018 di bandar udara tidak mematok target waktu yang cepat. Perpindahan kursi roda dan situasi bandara menjadi beberapa pertimbangan panitia penyelenggara.
Kurang dari dua minggu jelang dimulainya Asian Para Games, Panitia Penyelenggara Asian Para Games Indonesia (Inapgoc) kembali melakukan simulasi penjemputan kontingen. Fokus tetap ditujukan pada atlet yang datang menggunakan kursi roda.
Pada simulasi yang dilakukan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta tersebut, proses penjemputan atlet mulai dari pesawat hingga ke depan Terminal 3 untuk menunggu bus menuju Wisma Atlet memakan waktu 44 menit. Menurut Andrianto Soedjarwo, Direktur Kedatangan, Keberangkatan, dan Logistik Inapgoc, sebenarnya waktu yang didapat bisa lebih baik.
”Kami tidak bisa menargetkan waktu yang cukup cepat karena banyak situasi yang dapat memengaruhi kecepatan penjemputan,” kata Andri saat ditemui di sela-sela simulasi di Bandara Soekarno-Hatta pada Selasa (25/9/2018) siang.
Salah satu faktornya adalah proses pergantian dari kursi roda bandara menjadi kursi roda milik penumpang. Dalam simulasi hari ini, perpindahan dilakukan pada garbarata sebelum memasuki area bandara. Kursi roda yang digunakan adalah dari kursi roda khusus di pesawat (airplane aisle wheelchair) ke tipe umum.
Menurut Andri, saat proses penjemputan yang sebenarnya, perpindahan akan dilakukan dari kursi roda di pesawat ke milik atlet sendiri. Hal ini akan memakan waktu cukup lama mengingat kursi roda milik pribadi harus dikeluarkan terlebih dahulu, baru kemudian digunakan.
Hal ini ditegaskan Ketua Inapgoc Raja Sapta Oktohari. Okto menjelaskan, kursi roda yang dimiliki setiap atlet pasti berbeda. Oleh karena itu, perlakuan khusus untuk tiap jenis harus disiapkan.
”Seperti kursi roda elektrik itu untuk baterainya tidak boleh sembarangan. Maka, setelah atlet datang, mereka yang menggunakan jenis ini setelah diantar akan ada proses khusus,” ucap Okto.
Perpindahan atlet yang menggunakan kursi roda juga harus dilakukan dengan baik. Okto menambahkan, atlet-atlet yang memakai alat ini adalah paraplegia atau lumpuh dari kaki ke bawah. Relawan dan petugas yang melakukan pekerjaan ini harus berhati-hati dalam membantu atlet untuk berpindah tempat.
Menurut Okto, dari 2.838 atlet yang akan datang ke Jakarta, 1.100 orang adalah pengguna kursi roda. Tantangan yang akan muncul adalah apabila rombongan atlet berkursi roda datang secara bersamaan. Dalam sebuah penerbangan, jumlah maksimal pengguna alat ini sebanyak 20 penumpang dalam satu pesawat.
”Sebenarnya, bandara (Soekarno-Hatta) sudah ramah terhadap penyandang difabel. Tetapi, untuk menyambut sebanyak 2.800-an atlet disabilitas, tentu persiapan yang lebih matang,” katanya.
Halangan lain yang dihadapi Inapgoc adalah situasi bandara. Andri menyebutkan, keramaian bandara akan berpengaruh terhadap seluruh proses yang dilalui atlet di bandara. Jika ada banyak penerbangan yang datang bersamaan dengan atlet, proses penjemputan bisa memakan waktu lebih lama.
Situasi bandara yang ramai juga akan berimbas pada waktu pengambilan bagasi. Banyaknya penerbangan membuat kinerja petugas bandara harus ditingkatkan agar atlet tidak perlu menunggu lama untuk barangnya. Hal ini memengaruhi kenyamanan mereka di bandara.
”Kami juga sudah berkoordinasi dengan Kombata (Komunitas Bandara Soekarno-Hatta) dan telah mengetahui perkiraan puncak jam sibuk bandara, yaitu pukul 16.00 hingga 19.00,” ujar Andri.
Proses simulasi
Pantauan pada Selasa siang, Inapgoc melakukan simulasi penjemputan atlet di Pintu 8 Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Proses ini menggunakan sekitar 50 kursi roda. Simulasi dimulai dari reka adegan perpindahan kursi roda yang dilakukan pihak ground handling bandara dan sukarelawan. Pergantian dilakukan di garbarata sebelum memasuki ruang tunggu bagian dalam.
Setelah pergantian selesai, rombongan akan dibawa ke lift khusus penyandang disabilitas. Lift tersebut dapat membawa dua orang berkursi roda dan pendampingnya dalam sekali jalan.
”Akan ada tiga lift yang digunakan di Terminal 3 untuk meminimalkan penumpukan penumpang,” ucap Andri.
Rombongan kemudian akan dibawa untuk melakukan akreditasi. Telah disediakan dua meja yang berfungsi untuk melakukan validasi data dan membantu rombongan jika terjadi kesulitan saat proses tersebut.
Untuk tahap akreditasi, ketua kontingen atau penanggung jawab lain akan mengumpulkan dokumen yang diperlukan dari atlet untuk verifikasi data. Setelah seluruh data telah dinyatakan sesuai, kontingen akan diberikan kartu identitas khusus. Dalam simulasi, proses akreditasi sudah selesai dalam waktu tiga menit.
Seusai melakukan akreditasi, kontingen akan melalui tahap imigrasi. Proses pemeriksaan dokumen pada simulasi hari ini tidak sampai dua menit. Inapgoc telah berkoordinasi dengan pihak imigrasi untuk menyediakan empat jalur khusus bagi kontingen Asian Para Games. Proses pemeriksaan imigrasi juga sama seperti saat akreditasi, yaitu dokumen dikumpulkan menjadi satu untuk diproses.
”Pihak imigrasi bandara juga sudah menyiapkan strategi jemput bola. Petugas-petugas kami akan menghampiri penanggung jawab dokumen dan memeriksanya dengan segera,” ujar Enang Syamsi, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Soekarno-Hatta.
Proses simulasi berlanjut ke pengambilan bagasi milik atlet. Pihak ground handling bandara akan membantu atlet mengambilkan barang-barang di ban berjalan yang telah ditentukan. Setelah itu, atlet yang membawa alat pertandingan akan dipersilakan untuk mengambilnya pada jalur khusus yang telah disediakan oleh Inapgoc.
Selepas semua proses di bandara selesai, rombongan yang memakai kursi roda akan dibawa ke pintu keluar bandara. Mereka akan menggunakan bus high deck yang telah disediakan. Atlet akan dibantu oleh petugas guna melewati ramp khusus untuk menaiki bus tersebut. Bus yang disediakan berkapasitas 14 orang berkursi roda.
”Saat ini kami sudah sediakan empat ramp pada masing-masing Terminal 2 dan 3. Untuk penempatan ramp dan bus, kami masih membahasnya dengan Kombata,” lanjut Andri.
Menurut catatan waktu yang digunakan Kompas, proses penerimaan kontingen mulai dari pesawat hingga naik ke bus dan berangkat ke Wisma Atlet membutuhkan waktu sekitar 54 menit. (LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA TELLING)