Amnesty: China Dirikan Kamp-kamp Indoktrinasi untuk Warga Etnis Uighur
Oleh
MYRNA RATNA
·2 menit baca
NEW YORK, SENIN -- Amnesty International mendesak Pemerintah China untuk bertanggung jawab terhadap penahanan massal sekitar satu juta warga etnis minoritas Uighur di dalam kamp-kamp tawanan di Provinsi Xinjiang, China barat laut. Menurut laporan yang disusun Perserikatan Bangsa-Bangsa berdasarkan testimoni orang-orang yang ditahan di dalam kamp, Beijing telah melakukan kampanye besar-besaran dalam bentuk "penahanan massal", pengawasan yang intrusif, indoktrinasi politik, dan pemaksaan asimilasi budaya.
Kebanyakan dari mereka yang ditahan di dalam kamp--disebut sebagai kamp reedukasi--ini hanya melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil, seperti melakukan kontak dengan anggota keluarga yang berada di luar China, atau saling mengucapkan selamat pada hari raya keagamaan melalui media sosial.
"Ratusan ribu keluarga telah dipisahkan dengan paksa akibat penggerebekan besar-besaran. Mereka sangat putus asa terhadap nasib orang-orang yang mereka cintai. Saatnya Pemerintah China memberikan jawaban," kata Nicholas Bequelin, Direktur Amnesty International untuk Asia Timur.
Beijing telah membantah laporan mengenai kamp-kamp tersebut. Namun, bukti-bukti yang mendukung keberadaan kamp-kamp itu terus bermunculan, baik dalam bentuk dokumen pemerintah maupun dari orang-orang yang berhasil melarikan diri.
Bukti-bukti itu menunjukkan, otoritas China telah menahan kelompok besar orang ke dalam kamp-kamp untuk melakukan indoktrinasi politik dan sosial dalam skala yang hanya bisa dibandingkan dengan yang terjadi pada era Mao Tse Tung.
Dihancurkan
Berdasarkan hasil wawancara Amnesty International dengan sejumlah mantan tahanan disebutkan bahwa selama berada di dalam kamp para tahanan dirantai, disiksa, dan dipaksa menyanyikan lagu-lagu politik serta dijejali pengetahuan tentang Partai Komunis. Kesaksian ini sejalan dengan bukti-bukti yang dikumpulkan sejumlah wartawan asing dan kelompok-kelompok HAM.
Amnesty International juga mengimbau negara-negara internasional untuk mendesak Beijing agar bertanggung jawab terhadap kenyataan "mengerikan" yang terjadi di Xinjiang.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengecam "perlakuan kejam" terhadap kaum Uighur di kamp-kamp reedukasi. "Ratusan ribu dan mungkin jutaan warga Uighur ditahan secara paksa dalam kamp yang disebut kamp reedukasi, di mana mereka dipaksa untuk menerima indoktrinasi politik yang keras dan penyiksaan lainnya, Keyakinan agama mereka dihancurkan" kata Pompeo dalam pidatonya.
Seperti diberikan, otoritas China baru-baru ini mengharuskan agar praktik-praktik keagamaan harus "disesuaikan" dengan nilai-nilai tradisional dan budaya China. Di dalam draf Rancangan Undang-Undang yang sedang diproses, disebutkan bahwa Beijing akan menerapkan restriksi yang keras terhadap konten agama di media daring, termasuk melarang gambar-gambar orang yang sedang beribadah atau berdoa. Simbol-simbol agama di ruang publik juga akan dilarang.