Polisi Telusuri Kasus Pungutan Liar yang Kian Merajalela
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS – Sejumlah oknum yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan dan organisasi kepemudaan memungut iuran ilegal terhadap truk yang melintas dan segala jenis pembangunan yang dilakukan di wilayah Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Kerugian yang diderita korban mencapai Rp 60 juta per bulan. Penelusuran lebih lanjut dilakukan karena diduga aksi tersebut dilakukan secara terorganisasi.
Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Bantargebang Komisaris Siswo di Bekasi, Senin (24/9/2018), mengatakan, pungutan liar merajalela dalam enam bulan terakhir. Hingga saat ini, terdapat delapan pelapor dari pihak perusahaan yang menderita kerugian sebesar Rp 60—Rp 70 juta per bulan karena harus membayar iuran ilegal.
Salah satu keterangan pelapor, PT Jatiasih Distribusindo Raya, sopir truk Mitsubishi nomor polisi B9138VCA dimintai uang oleh sejumlah oknum saat keluar dari perusahaan di Jalan Saptopati Nomor 47 Bantargebang. “Sopir truk dimintai uang setidaknya pada tiga titik. Pada setiap titik, mereka membayar Rp 2.000 – Rp 5.000,” ujar Siswo.
Berdasarkan keterangan tersebut, Polisi mengamati gerak-gerik pelaku dalam beberapa hari. Pada Sabtu (20/8/2018), empat pemungut iuran liar ditangkap saat tengah beraksi. Mereka adalah Mb (32), A (32), M (46), dan A (34).
“Dalam aksinya, mereka mengaku sebagai anggota organisasi kemasyarakatan. Mereka membawa tiket retribusi palsu yang mengatasnamakan Karang Taruna,” kata Siswo. Mereka beroperasi secara bergantian selama 24 jam.
Keempat pelaku mengakui, setiap hari ada sekitar 200 truk yang dimintai iuran liar. Dari pungutan tersebut, mereka bisa mengantongi penghasilan Rp 2 juta per hari atau Rp 60 juta per bulan. Selain dari truk, mereka juga memungut iuran dari perusahaan yang tengah membangun gedung. Jumlah uang yang diminta sekitar Rp 20 juta untuk setiap pengusaha.
Wilayah Bantagebang dipadati dengan berbagai pabrik. Jalan Raya Narogong, yang merupakan akses truk untuk masuk ke pabrik-pabrik tersebut, Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Jalan itu juga merupakan akses menuju ke kawasan industri Cileungsi, Kabupaten Bogor.
Dari mereka, Polisi menyita barang bukti berupa uang tunai hasil penarikan retribusi liar sebesar Rp 797.500 dan karcis retribusi palsu. Keempat pelaku ditetapkan sebagai tersangka, disangka melanggar Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.
Siswo mengatakan, kasus ini akan terus didalami. Menurut dia, terdapat indikasi bahwa aksi pungutan liar dilakukan secara terorganisasi. Jumlah uang dinilai terlalu besar untuk dinikmati oleh pemungut iuran ilegal perorangan. “Kami akan menelusuri, siapa yang mengorganisasi dan uang yang masuk disetorkan kemana,” kata Siswo.
Selain itu, Siswo mengatakan, pengawasan terhadap pemungut iuran liar juga ditingkatkan. Ia memastikan akan menindak seluruh pelaku yang masih berani meminta uang secara ilegal.
Kepala Subbagian Humas Kepolisian Resor (Polres) Bekasi Kota Komisaris Erna Ruswing Andari mengatakan, pungutan liar juga terjadi di Medan Satria. Pada 8 September, Polsek Medan Satria menangkap 10 pemalak truk di empat ruas jalan, yaitu Jalan Sultan Agung, simpang tiga gerbang Harapan Indah, jembatan irigasi Medan Satria, dan simpang tiga Kaliabang.
Erna menjelaskan, mereka biasa beraksi di sekitar lampu lalu lintas. Waktu operasi terus menerus selama 24 jam. Para pelaku berpura-pura menjadi penjual air minum atau pengatur lalu lintas. Namun, mereka mengancam merusak truk jika uang tidak diberikan.