PURWOKERTO, KOMPAS – Sejak dibuka pada 2016, warga Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan Gempita terus mempercantik kawasan objek wisata Curug Jenggala. Pengelolaan wisata berbasis alam berpadu dengan semangat gotong-royong mampu menjaga daya tarik wisatwan sekaligus menyejahterakan warga.
Sekitar 100 meter dari deburan 4 air terjun Curug Jenggala, Riswan, Nasim, Agus, Turyono, dan Sariman warga Dusun Kalipagu tampak bekerja sama membangun jembatan besi sepanjang 12 meter di atas sungai berbatu. Sebagian mengangkat bebatuan dari sungai dan yang lainnya memasang tonggak besi untuk kemudian dilas dengan besi lengkung sebagai pegangan pada kedua sisinya. “Jembatan ini nanti akan memudahkan pengunjung menyeberang dan mendekati curug,” tutur Nasim, Senin (24/9/2018).
Tidak hanya membuat jembatan, warga pun saling bergotong-royong menyelesaikan pembuatan jalan setapak berupa batu dan semen sepanjang 800 meter dari kompleks Rumah Jaga Kolam Tando Harian Muntu: Sub PLTA Ketenger. Sebelumnya, jalan selebar 1 meter itu hanya berupa tanah berundak dan licin saat hujan turun.
Di kanan-kiri jalan juga rapi aneka tanaman hias. Bunga-bunga dan daun yang berwarna-warni menambah semarak seolah ramah menyambut pengunjung. Bahkan pada sejumlah kubangan aliran sungai yang dibendung terdapat ikan-ikan hias seperti koi dan mujair. Beberapa fasilitas umum, telah dibangun pula sebuah mushola, 6 buah toilet, dan sejumlah gasebo untuk berteduh dan istirahat dari perjalanan yang menanjak ke arah curug.
Objek wisata ini populer pada pertama kali buka dengan ikon dek cinta yang menjadi tempat swafoto unik berlatar belakang 4 buah gerojokan air terjun yang gagah. "Penasaran ingin lihat Curug Jenggala yang ramai dibicarakan di media sosial," kata Melinda (18) yang datang dari Cilacap bersama kekasihnya.
Hingga saat ini, jumlah pengunjung ke curug yang berada di wilayah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur itu berkisar 1.900 sampai 5.000 orang setiap bulan. Pada 2016 sejak dibuka pada bulan Oktober hingga Desember tercatat ada 195 pengunjung dengan pemasukan dana dari tiket Rp 1,1 juta, pada 2017 jumlahnya meningkat menjadi 10.397 orang dengan pemasukan dana Rp 51,9 juta, dan pada 2018 hingga Agustus jumlahnya mencapai 25.292 orang dengan pemasukan lebih dari Rp 100 juta.
Uang pemasukan dari penjualan tiket dibagi dua bagian yaitu 40 persen bagi Perhutani sebagai pemilik areal hutan serta 60 persen bagi LMDH Gempita. Pemasukan bagi LMDH Gempita itu, kemudian dibagi lagi yaitu 50 persen untuk upah tenaga kerja, 15 persen untuk pengembangan, 15 persen untuk kas LMDH, 10 persen untuk kas desa, 5 persen untuk dana bina lingkungan desa, 2,5 persen untuk dana bina budaya dan religi, serta 2,5 persen untuk dana sosial.
Gairahkan Ekonomi Warga
Antusiasme pengunjung tersebut lambat-laun menggerakkan perekonomian warga sekitar curug. Setidaknya ada 9 pelataran rumah warga yang dijadikan tempat parkir kendaraan, ada 6 warung makanan ringan yang berdiri di sepanjang jalan menuju curug. “Lumayan sehari bisa ada pemasukan Rp 200.000 sampai Rp 300.000,” kata Nisem (53) penjual pecel lontong, mendoan, dan minuman. Nisem sehari-hari berjualan rebung ke Pasar Wage, Purwokerto. Setelah dari pasar, dia pun berjualan di sekitar curug.
Anak-anak muda di dusun itu pun mendapatkan pekerjaan. Kaum laki-laki menjadi tukang ojek dengan sekali antar Rp 10.000 dan kaum perempuan menjadi petugas tiket. “Kalau hari-hari biasa ada yang naik ojek 2 sampai 3 orang. Kalau akhir pekan bisa sampai 10 orang yang naik ojek,” tutur Kusno (30) warga setempat.
Kusno yang mengenyam pendidikan hingga bangku SD biasanya bekerja sebagai buruh bangunan. Namun, saat tidak ada panggilan untuk menggarap proyek bangunan, Kusno memanfaatkan peluang menjadi tukang ojek mengantarkan pengunjung ke Curug Jenggala. Di sana setidaknya ada 17 orang pemuda yang menjadi tukang ojek.
Selain Kusno, ada pula Kuat (23) pemuda setempat yang bekerja menjadi petugas keamanan dan kebersihan di Curug Jenggala. “Sebulan bisa dapat Rp 500.000 sampai Rp 700.000,” tutur Kuat yang pernah bekerja sebagai tukang bangunan serta tukang bersih-bersih.
Sementara itu, bagi Febi Nuranika (20) bekerja sebagai petugas tiket di Curug Jenggala menjadi pilihannya setelah pernah merantau di Jakarta sebagai pelayan di sebuah restoran. “Di sana digaji Rp 1,5 juta tapi biaya hidup tinggi dan jauh dari orangtua. Sekarang meski dapat Rp 800 per bulan tapi dekat dengan orangtua,” tutur Febi.
Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan Gempita Desa Ketenger Purnomo mengatakan, pengelolaan tempat wisata itu dilakukan dengan melibatkan warga sekitar. Sedikitnya terdapat 30 orang yang dilibatkan untuk menjadi pengelola tempat wisata itu. Mereka memiliki tugas antara lain di bagian loket masuk, bagian pengembangan, dan bagian keamanan. Adapun Pihak perhutani menyediakan modal untuk membeli kayu untuk membuat dek cinta, jalan dan jembatan, sedangkan warga memberikan tenaga dan ikut gotong-royong menata tempat itu. “Misi yang diangkat adalah hutan lestari, masyarakat sejahtera,” tuturnya.
Lestarikan Lingkungan
Dalam penataan kawasan wisata itu, lanjut Purnomo, pihaknya menebang 10 pohon rengas dan kemadu yang bisa mengakibatkan gatal pada kulit, tapi kemudian menanam 500 bibit pohon nagasari, tembagan, dan klengsar yang merupakan tanaman endemik di lereng Gunung Slamet. Warga yang tadinya berburu burung dengan getah di hutan pun kemudian beralih pekerjaan ikut membangun curug. Aneka jenis burung yang banyak diburu warga antara lain burung percit, depyumini, kutilang hijau, kanis jenggot dan dijual dengan harga berkisar Rp 30.000 hingga Rp 300.000 per ekor.
Kepala Desa Ketenger Yayuk Srirahayu mengapresiasi semangat warga Dusun Kalipagu yang konsisten menjaga dan melestarikan kawasan wisata Curug Jenggala. Desa Ketenger dihuni oleh 850 keluarga dengan jumlah penduduk mencapai 3.800 jiwa. “Sekitar 70 persen warga di sini bekerja sebagai petani. Wisata Curug Jenggala dapat menambah pendapatan warga serta mengangkat perekonomian,” tutur Yayuk.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.