Kehadiran ruang untuk menampilkan karya seni atau berekspresi dibutuhkan warga kota Jakarta. Mereka dapat mengungkapkan gagasannya lewat karya seni dan diapresiasi orang lain.
Rubanah menjadi salah satu ruang untuk berekspresi yang ada di Jalan Timor Nomor 25, Menteng, Jakarta Pusat. Saat diresmikan pada Sabtu (22/9/2018), pemilik Rubanah, Enin Supriyanto, menuturkan, dirinya membuat Rubanah sebagai tempat kerja kreatif.
”Bukan hanya untuk seni rupa saja, melainkan juga untuk lintas disiplin ilmu seni,” ujar mantan kurator seni rupa itu.
Rubanah merupakan akronim dari Ruang Bawah Tanah karena berada di bawah gedung. Tempat ini menjadi ruang pertemuan untuk berbagi informasi dan pengetahuan, ruang belajar bersama bagi seniman, kurator, peneliti atau penulis, serta siapa saja yang berminat memperkaya pengalaman dalam memperdalam pengetahuan mengenai seni rupa kontemporer.
Enin ingin Rubanah menjadi seperti ruang galeri, tempat diskusi film pendek, diskusi sastra, atau untuk musisi merancang album musik. Namun, Enin tidak ingin Rubanah menjadi tempat untuk pentas seni.
”Pertemuan tersebut bentuknya beragam dan saya belum memikirkan sistem kerja samanya, yang terpenting saya memberikan ruang kepada siapa saja untuk berekspresi dan membicarakan seni,” ujar pengelola Projectby9 itu.
Menurut Fahri (32), warga Fatmawati, Jakarta Selatan, Rubanah cocok sebagai galeri seni rupa. Selain strategis karena terletak di pusat kota, ruang ini rapi sehingga pengunjung dapat menikmati karya seni dengan nyaman.
Enin berpandangan, ruang seperti Rubanah dibutuhkan untuk mengembangkan para seniman urban yang tumbuh di kota-kota besar, seperti Jakarta. Bagi Enin, dinamika masyarakat urban sangat menarik untuk diamati dan dipahami.
Segala aktivitas para kaum urban dapat menjadi sumber inspirasi bagi seniman dalam berkarya. Kehidupan kaum urban terus berubah sesuai dengan lingkungan yang membentuknya.
Tidak biasa
Enin menginginkan karya-karya yang ditampilkan di Rubanah tidak biasa. Dalam pembukaan Rubanah, ia sengaja mengajak seniman; konseptual; musisi; dan dosen Institut Teknologi Bandung, Duto Hardono.
Duto menampilkan 12 karya yang ia sebut sebagai jenis karya aktualisasi dan situasi. Ia menyuguhkan karya seni dengan memanfaatkan gerak, bunyi, dan visual. Layaknya seorang komposer, Duto merancang sebuah nada dengan memanfaatkan manusia sebagai alat musik.
Seluruh bagian dari anggota tubuh manusia bermanfaat dan mampu menghasilkan suara yang padu. Mereka datang secara tiba-tiba dan hadir di antara para pengunjung yang sedang berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Bahkan, beberapa judul dimainkan dengan cara berbincang-bincang dengan pengunjung, seperti karya berjudul ”Judul Karya Ini Adalah Jawaban Para Hadirin”. Pada karya ini, beberapa orang menghampiri pengunjung dan mengajaknya berbincang-bincang untuk menentukan karya yang ingin dilihat. Jawaban dari pengunjung menjadi judul karya tersebut.
Keunikan lain terdapat pada karya berjudul ”Variasi dan Improvisasi untuk Berita Hari Ini”. Mereka membaca berita di koran dengan beragam cara. Ada yang menyanyikannya, membaca dengan intonasi layaknya membaca puisi, dan membaca dengan berteriak. Suara mereka padu dalam keriuhan dan suara penonton menjadi bagian dari perpaduan tersebut.
Gerakan visual juga tidak luput dari karya Duto. Pada karya berjudul ”Dibantu Terbang”, seorang perempuan digotong bersama-sama secara bergantian. Ia seperti melayang di atas awan dan menikmati embusan angin.
Duto menuturkan, karya-karya itu bukan sebagai sebuah karya seni pertunjukan. Mereka menjadi karya yang hidup sesuai dengan situasi yang ada di sekitarnya. ”Melihatnya pada hari ini akan berbeda dengan melihat pada besok atau lusa,” ucapnya.
Karya ini menjadi bagian dalam seni rupa, tetapi tidak berupa material. Pengalaman setiap orang akan berbeda dan memiliki makna yang berbeda juga.
Duto mengakui dirinya membutuhkan latihan empat kali untuk menghasilkan karya-karya itu. Ia terinspirasi dari sejarah seni rupa, relasi manusia dengan waktu dan lingkungan, pengalaman, dan memori.
Karya-karya Duto membuat orang yang hadir di Rubanah kebingungan. Mereka ada yang terkejut dan kagum, tetapi ada juga yang saling curiga. Beberapa ada yang tertawa dan ada juga yang tidak menghiraukannya.
Menurut Fahri, karya Duto tidak biasa. ”Saya terkejut. Sebagai pengagum Duto, ia biasanya berkarya dengan menggunakan obyek, seperti pemutar kaset,” katanya.
Beberapa penonton lainnya pun penasaran dan ingin tahu karya yang akan ditampilkan selanjutnya. Mereka menyebut karya Duto unik dan inspiratif.