Aparatur yang Dicopot Anies Diarahkan ke Badan Usaha
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak bisa menjalankan seluruh rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara berkaitan dengan kisruh pencopotan 16 pejabat eselon II pada Juli lalu. Sebagian pejabat tinggi akan ditempatkan sebagai komisaris dan pengawas badan usaha milik daerah. Beberapa orang lainnya mengajukan pensiun dan menjadi ASN widyaiswara.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan, Pemprov DKI Jakarta tidak ingin berdebat terlalu panjang dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa hal yang sudah direkomendasikan Komisi ASN sudah ditindaklanjuti. Hanya saja, ada rekomendasi yang tidak bisa dilaksanakan, yaitu poin pertama, mengembalikan pejabat tinggi ke posisi semula ataupun yang setara.
”Ada yang sedang proses, ada yang tidak bisa ditindaklanjuti,” ujar Saefullah, Jumat (21/9/2018).
Beberapa pejabat eselon II seperti mantan Kepala Dinas Pendidikan Sopan Andrianto dan mantan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa DKI Indrastuty Rosari Okita mengajukan sebagai ASN widyaiswara. ASN widyaiswara adalah pejabat yang bertugas mendidik, mengajar, dan atau melatih pada lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) pemerintah.
Adapun enam orang lainnya mengajukan pensiun, di antaranya Hidayatullah, Anas Effendi (mantan Wali Kota Jakarta Barat), Koesmedi Priharto (mantan Kepala Dinas Kesehatan), Masrokhan (mantan Kepala Dinas Sosial), Franky Panjaitan, dan Agustino Darmawan (mantan Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah). Sementara itu, pejabat yang masih memiliki fisik kuat serta komunikatif terhadap Pemprov akan disalurkan ke badan usaha milik daerah sebagai komisioner.
”Kalau menurut kami, itu bentuk tindak lanjut dari KASN. Jabatan di BUMD itu setimpal dengan eselon II dalam hal gaji. Kalau mengembalikan ke eselon II seperti semula, tidak mungkin,” kata Saefullah.
Namun, Saefullah belum mau membocorkan siapa nama mantan ASN yang akan dipindahkan sebagai komisaris dan pengawas BUMD. Sebab, surat keputusan dari gubernur belum resmi keluar. Pertimbangan menempatkan mantan ASN ke posisi komisioner karena gajinya setara dengan pejabat tinggi eselon II.
”Nanti mereka akan masuk sebagai komisaris atau pengawas di BUMD. Kalau di bagian direksi, kan, operasional, tugasnya berat karena dia harus capai target,” kata Saefullah.
Sebagian pegawai negeri sipil juga ada yang memilih jalur penilaian (assessment) untuk kembali menjabat di kursi pemerintahan. Mereka di antaranya Tri Kurniadi (mantan Wali Kota Jakarta Selatan) dan Adi Adiantara (mantan Kepala Biro Perekonomian Setda DKI). Ada pula yang sudah dua kali dipanggil oleh sekda dan gubernur, tetapi tidak datang. Kesulitan untuk berkomunikasi ini membuat pemprov susah mengetahui aspirasi mereka.
”Mereka yang datang saat dipanggil itu, kan, cerita kalau stres. Biasanya ada kegiatan dari pagi sampai sore, sekarang jadi menganggur. Mereka juga belum siap secara usia untuk pensiun,” ucap Saefullah.
Terkait dengan rekomendasi yang mustahil dilaksanakan, Komisioner KASN, Irham Dilmy, mengatakan, KASN tidak mungkin memberikan rekomendasi yang sulit dilakukan karena sudah melalui kajian terkait dengan aturan ASN.
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dibuat untuk mempraktikkan sistem meritokrasi di tubuh pemerintahan. Pasal 116 Ayat 1 UU No 5/2014 tentang ASN, misalnya, menyebutkan, pejabat pembina kepegawaian dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun terhitung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi.
Penggantian hanya bisa dilakukan saat pejabat pimpinan tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Adapun Ayat 2 menyebutkan, penggantian pejabat pimpinan tertinggi dan madya sebelum dua tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.
”Sekarang, laporan pelanggaran UU ASN itu sudah kami sampaikan kepada Presiden. Bolanya ada di tangan presiden,” kata Irham.
Irham mengatakan, saat dilantik gubernur bersumpah untuk melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan UU yang berlaku. Pelanggaran terhadap UU menjadi catatan tersendiri bagi Anies Baswedan selaku Gubernur DKI. Apalagi, UU ASN dibuat untuk melindungi hak-hak ASN saat ada penggantian oleh kepala daerah.
Setelah menemukan pelanggaran dalam perombakan pejabat eselon II, Komisi ASN menerbitkan empat rekomendasi yang harus segera dilaksanakan Pemprov DKI. DKI diberi waktu 30 hari untuk melaksanakan rekomendasi itu hingga 5 September 2018. Namun, sampai target yang ditentukan, DKI belum melaksanakan rekomendasi itu.
”Sesuai dengan aturan, makanya kami laporkan kepada Presiden Joko Widodo pada 13 September lalu,” ujar Irham.
Sementara itu, Gubernur DKI Anies Baswedan juga mengatakan, rekomendasi mengembalikan pejabat pimpinan tertinggi ke posisi semula tidak mungkin dilakukan. Anies juga mempersilakan mantan pejabat menggugat di tingkat pengadilan tata usaha negara (PTUN) karena setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum. Anies mengklaim dirinya akan menaati aturan dan rekomendasi dari Komisi ASN. Anies juga mengaku terus menjalin komunikasi dengan KASN.
”Tidak ada pengembalian (jabatan semula atau setara). Semuanya tetap jalan,” kata Anies.
Sekda menambahkan, salah satu alasan perombakan ASN saat itu karena gubernur ingin memilih orang yang bisa dipercaya untuk melaksanakan target dan memenuhi janji-janjinya selama masa kampanye Pilkada DKI 2017.