China berencana memotong besaran tarif rata-rata impor dari sebagian besar mitra dagangnya mulai Oktober tahun ini. Langkah itu dipilih setelah sejumlah kota di China mulai merasakan efek perang dagang melawan Amerika Serikat.
BEIJING, KAMIS Rencana pemotongan tarif impor oleh Beijing sejalan dengan pernyataan yang dibuat Perdana Menteri China Li Keqiang dalam Forum Ekonomi Dunia yang digelar di Tianjin, Rabu (19/9/2018). Li menyatakan pemerintah akan melanjutkan langkah penurunan tarif impor terhadap sejumlah barang.
Langkah tersebut sebenarnya sudah dilakukan Pemerintah China sejak Juli lalu. Beijing memotong tarif impor terhadap hampir 1.500 produk konsumer, mulai dari kosmetik hingga peralatan rumah tangga. Hal itu sebagai upaya China untuk membuka ekonominya seluas-luasnya.
Menurut pemberitaan media Bloomberg pada Kamis (20/9), pengurangan tarif impor akan diberlakukan terhadap sebagian besar mitra dagang Beijing. Meski demikian, dalam laporan tidak disebutkan besar potongan dan nama-nama negara yang akan mendapatkan fasilitas potongan tarif ketika barang-barang produksi mereka masuk ke pasar China.
Rencana untuk menurunkan besaran tarif impor ini tidak dapat dilepaskan dari ketegangan perdagangan China-AS. Kedua negara bergeming dengan sikapnya masing-masing dalam sebuah kondisi perang dagang. Kekhawatiran di pasar keuangan pun berlanjut di tengah belum jelasnya ujung konflik perdagangan yang melibatkan dua negara dengan tingkat perekonomian terbesar global itu.
Kondisi terbaru pekan ini menunjukkan China mengambil langkah tambahan penerapan tarif impor terhadap produk-produk asal AS senilai 60 miliar dollar AS. Hal itu merupakan tindakan balasan Beijing setelah Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif senilai 200 miliar dollar AS terhadap barang-barang asal China. Washington berketetapan menerapkan tarif sebesar 10 persen mulai 24 September ini hingga akhir tahun dengan peluang penambahan besaran tarif tahun depan.
Sejumlah informasi menunjukkan bahwa sejumlah kota di China mulai mengalami efek langsung dari perang dagang Beijing-Washington. Mereka yang terkena efek secara langsung adalah perusahaan atau industri yang bergantung pada pesanan-pesanan langsung dari AS.
Salah satu mantan pejabat bank sentral China, Rabu lalu, menyatakan, meskipun sejauh ini efek secara langsung dari perselisihan perdagangan di antara kedua negara itu masih terbatas, hal itu secara cepat dapat mendorong para eksportir China untuk mencari pasar lain di luar Amerika Serikat.
Pertumbuhan terimbas
Secara terpisah, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pada Kamis mengingatkan bahwa ekspansi perekonomian global dapat melambat seiring dengan kebijakan protektif yang diterapkan Presiden Trump. Kebijakan ini juga telah meningkatkan tensi di bidang perdagangan secara global.
”Pertumbuhan produk domestik bruto global tetap stabil pada paruh pertama tahun 2018, yakni sekitar 3,75 persen, tetapi ada sejumlah tanda bahwa tingkat ekspansi itu telah mencapai puncaknya sekarang,” ungkap OECD.
Melalui laporannya yang bertajuk ”Pengukuran Ketidakpastian yang Tinggi pada Perekonomian Global”, OECD menyatakan, proyeksi pertumbuhan perekonomian global tahun ini dan 2019 secara berturut adalah di angka 3,7 persen. Jika dibandingkan dengan rilis proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh OECD pada Mei lalu, hal itu berarti ada penurunan tingkat proyeksi secara berturut-turut 0,1 dan 0,2 persen.
Lembaga ini menilai ekspansi perdagangan menjadi pemberat bagi pertumbuhan global. Sebagaimana terlihat dalam laporan itu, ekspansi perdagangan melemah menjadi 3 persen pada paruh pertama tahun ini dari 5 persen secara tahunan. Dinyatakan bahwa perang dagang AS-China telah mengimbas pada mitra-mitra dagang kedua negara di Uni Eropa sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem rantai pasokan. (AFP/REUTERS/BEN)