Dua Sekawan di Simpang Ambisi
Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sosial (PKS) dikenal sebagai dua sekawan dalam satu koalisi pengusung Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Namun "pertemanan" mereka menghadapi ujian setelah Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyatakan mundur dari jabatannya. Selanjutnya Sandi menjajal petualangan baru mencalonkan diri sebagai bakal calon Wakil Presiden RI berpasangan dengan Prabowo Subianto sebagai bakal Calon Presiden.
Politisi dua partai itu kerap menyampaikan sikap berbeda soal posisi wakil gubernur (wagub). Keduanya ingin mengajukan nama calon berbeda di kursi kosong itu. Perbedaan sikap ini tidak jarang dibumbui oleh pernyataan-pernyataan tajam dari politisi dua partai tersebut.
Namun situasi ini tidak terjadi saat dalam keseharian mereka bertemu. Politisi PKS dan Gerindra tampak baik-baik saja. Tidak terlihat bara konflik yang memanas seperti yang diberitakan media massa.
Pancaran sikap biasa-biasa saja ini terlihat saat Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi bertemu dengan Ketua Dewan Pengurus Daerah Partai Gerindra DKI Jakarta Mohammad Taufik, Selasa (18/9/2018) pagi. Keduanya ketika itu hendak sama-sama mengikuti rapat Badan Anggaran di Gedung DPRD DKI Jakarta.
“Pak Taufik, bagaimana? Kita berantem di media ya,” katanya Suhaimi sembari tertawa. Taufik pun tertawa merespons lontaran itu. Lalu berjalan bersama menuju ruang rapat Banggar DPRD DKI.
Secara formal, petinggi PKS dan Gerindra belum membicarakan nama calon wagub yang diajukan sebagai penganti Sandi. Sebagai partai pengukung, Gerindra dan PKS berhak mengajukan nama-nama yang diusulkan sebagai wagub ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Desakan agar posisi kosong itu terisi makin kuat setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Keputusan Presiden terkait mundurnya Sandiaga Uno. Meski hanya wagub, namun posisi ini penting untuk memperkuat kepemimpinan Gubernur Anies memimpin Ibu Kota.
Jika perebutan kursi wagub ini belum juga ada titik temu, barangkali pertemanan PKS dan Gerindra bakal mengalami fase sulit di DKI Jakarta. Hingga Rabu (19/9/2018), belum ada satu sikap sepakat antara para pengurus dua partai itu di tingkat DKI Jakarta. Dua kubu masih menggebu-gebu dalam memperjuangkan ambisinya masing-masing, yaitu menduduki kursi Wagub DKI Jakarta.
Taufik sejak awal menyatakan partainya akan mengajukan namanya sebagai calon wakil gubernur. Sikap ini tak kendur kendati banyak kabar beredar tentang kesepakatan pengurus kedua partai di tingkat nasional bahwa kursi tersebut akan diserahkan ke PKS.
Dengan percaya diri, ia menyatakan dengan bahwa Ketua Umum Gerindra Prabowo sudah mengetahui ia maju sebagai calon wakil gubernur. “Terserah saja apabila PKS memiliki dua nama. Nantinya juga tetap melalui mekanisme pemilihan di DPRD DKI,” katanya di sela-sela Rapat Badan Anggaran di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu siang.
Sebaliknya Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi berharap Partai Gerindra legawa untuk menyetujui usulan nama-nama calon dari PKS. Ia semakin yakin kursi wakil gubernur DKI Jakarta dari PKS setelah Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan di media bahwa sudah ada kesepakatan dengan Prabowo bahwa kursi wakil gubernur DKI Jakarta untuk PKS setelah pertemuan pada Rabu malam.
Bahkan, Sohibul juga sudah menyebut dua nama yang diajukan, yaitu Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto. “Ya kami berharap pertemuan itu adalah kata putusnya. Tinggal Partai Gerindra menyelesaikan secara internal antara kadernya di DKI Jakarta,” kata Suhaimi.
Wajar saja PKS sebagai mitra koalisi yang setara itu kukuh memperjuangkan kursi wakil gubernur DKI Jakarta itu. Sebab di tingkat nasional, calon presiden dan wakilnya semua dari Partai Gerindra.
Suhaimi sendiri mengaku belum memperoleh instruksi resmi dari tingkat pusat terkait nama-nama yang akan diajukan. Ia menyakini instruksi itu akan turun dalam beberapa hari mendatang, termasuk posisi dengan Partai Gerindra.
Pembicaraan
Triwisaksana, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS menjelaskan, dua nama yang diajukan partainya dinilai memenuhi syarat untuk mendampingi Anies memimpin Jakarta. Meskipun sudah ada dua nama, ujar Sani, namun tetap harus ada pembicaraan antara PKS dan Gerindra selaku partai mitra koalisi baik di Pilpres maupun di Pilkada DKI yang lalu.
“Ada kewajiban untuk mengkomunikasikan calonnya ini ke mitra koalisi, Gerindra. Untuk komunikasi itu saya dapat kabar nanti malam (Rabu malam ini) ada pertemuan itu jadi mudah-mudahan bisa,” ujarnya.
Begitu ada kesepakatan antara PKS dan Partai Gerindra, mitra koalisi ini akan mengundang Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta untuk dimintai pendapat.
Langkah berikutnya, partai koalisi tersebut akan membentuk tim, minimal dua tim. Dua tim itu adalah tim konten dan tim lobi. Tim konten bertugas membekali calon yang disepakati bersama itu dengan isu-isu yang sedang berkembang di DKI khususnya di DPRD.
Adapun tim lobi bertugas mendampingi calon untuk berkomunikasi ke fraksi-fraksi yang ada dan kalau diperlukan semacam uji kompetensi itu kandidatnya sudah siap dengan isu-isu yang sedang hangat.
Dipantau
Gejolak politik di ibukota itu tak lepas dari pantauan Kementerian Dalam Negeri yang nantinya akan berkoordinasi dengan wakil gubernur DKI Jakarta yang baru.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono menilai, gejolak politik memperebutkan kursi wakil gubernur ibukota itu masih dalam taraf yang wajar. “Wakil gubenur itu jabatan politik, jadi wajar kalau memang ini menjadi peristiwa dan komoditas politik,” kata Sumarsono yang akrab disapa Soni itu.
Meskipun wajar, ia menilai secara etika, prosesnya yang terlalu cepat sedikit menyimpang. Kursi itu sudah diperebutkan bahkan saat Sandiaga Uno belum resmi diputuskan lepas dari jabatan lewat Keputusan Presiden yang baru terbit Jumat pekan lalu.
Menurut Sumarsono, Partai Gerindra dan PKS berhak mengusulkan berapapun nama kepada Gubernur DKI Jakarta. Nantinya, Gubernur bisa memilih nama-nama yang diajukan partai-partai politik pengusungnya itu.
Ia mengingatkan, saat inilah kesempatan partai politik untuk memilih dua wakil terbaiknya yang sesuai menduduki kursi itu. Tiga syarat terpenting untuk menduduki jabatan itu, kata Soni, adalah mempunyai chemistry yang baik dengan Anies, menguasai betul sistem birokrasi dan keuangan daerah guna, serta bisa diterima publik Jakarta yang sangat plural.
Chemistry yang baik antara dua kepala daerah sangat penting. Ia mencontohkan, ada daerah yang dua kepala daerahnya tak saling cocok yang dampaknya pembangunan di daerah itu tak berjalan. Penguasaan sistem birokrasi dan keuangan daerah yang mumpuni yang vital untuk mengisi kepemimpinan DKI Jakarta sekarang.
Kisah dan drama pencarian wakil gubernur DKI Jakarta baru akan memasuki babak utama dalam pekan-pekan mendatang. Seperti kata pepatah, tak ada kawan atau lawan abadi dalam politik, beragam kemungkinan masih bisa terjadi.