Volume Air di 33 Waduk dan 11 Rawa di Lamongan Sisa 3 Persen
LAMONGAN, KOMPAS — Volume air dari 33 waduk dan 11 rawa di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, saat ini tersisa 3,11 persen. Air yang tersisa masih 3.678.913 meter kubik dari total kapasitas 118.185.472 meter kubik.
Saat ini, tinggal empat waduk dan satu rawa yang menyisakan air. Waduk Gondang di Kecamatan Sugio menyisakan 1.565.000 meter kubik (m³) air atau 6,59 persen dari kapasitas maksimal 23.712.500 m³. Air Waduk Prijetan di Kedungpring sisa 224.000 m³ atau 3,05 persen dari kapasitas maksimal 7.324.065 juta m³.
Waduk German di Sugio tersisa 34.000 m³ atau 2,74 persen dari 1.237.500, Waduk Plalangan di Kalitengah menyisakan 13.250 m³ atau 2,59 persen dari kapasitas 509.812 m³. Sementara satu rawa, yakni Rawa Sekaran, menyisakan 1.841.780 m³ air atau 24,96 persen dari kapasitas 7.376.000 m³.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air Supandi, Rabu (19/9/2018), menyebutkan, sisa air di Waduk Gondang dan Prijetan sudah tidak dapat dialirkan untuk pertanian sejak akhir Agustus 2018.
”Tujuannya, air yang ada digunakan untuk menahan konstruksi bendungan. Air itu pun masih akan terus berkurang karena menguap terkena panas matahari,” katanya.
Supandi menyebutkan, pada akhir Agustus lalu, volume air di Rawa Sekaran masih tersisa 28 persen yang dapat digunakan untuk mengairi 1.000 hektar tanaman padi, 40 hektar palawija, dan 190 hektar tambak. Saat itu, sisa 14 persen air di Waduk Plalangan juga digunakan mengairi 257 hektar padi dan 15 hektar tambak.
”Tetapi kini, air di Waduk Plalangan juga menyusut, tinggal kurang dari 3 persen,” ujarnya.
Selain 33 waduk dan 11 rawa yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air, di Lamongan ada 184 waduk desa (embung). Waduk Gondang, yang diresmikan Presiden Soeharto pada 1987 seluas 6,6 hektar dengan kedalaman 29 meter, memiliki kapasitas normal 23 juta m³ dan mampu mengairi 8.412 hektar lahan pertanian. Melalui pengaturan distribusi irigasi, waduk itu bisa dimaksimalkan mengairi 10.000 hektar sawah.
Kini, air di Plalangan juga menyusut tinggal tersisa kurang dari 3 persen.
Waduk Prijetan dibangun pada masa kolonial Belanda tahun 1917 dengan kapasitas awal 12 juta m³. Akibat sedimentasi, kapasitas menurun menjadi 9,5 juta m³ dan kini menyusut lagi 7.800-an m³. Waduk ini bisa digunakan mengairi 4.513 hektar sawah yang tersebar di 33 desa tersebar di Kecamatan Kedungpring, Sugio, dan Modo.
Keruk embung
Ia menyebut upaya untuk menjaga ketersediaan air ke depan, tahun ini 36 embung desa yang dikeruk baik dengan anggaran Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Total anggaran pengerukan embung sebesar Rp 5,643 miliar, terserap Rp 5,418 miliar.
Total volume galian yang dikeruk 135,460 m³. Pengerukan yang didanai APBD Lamongan 2018 sebanyak 13 embung sebesar Rp 2,138 miliar. Anggaran terserap Rp 2,052 miliar dengan volume galian 51.300 m³.
Pada Perubahan APBD 2018, dialokasikan lagi anggaran Rp 715 juta, terserap Rp 686,4 juta untuk mengeruk enam embung dengan volume 17.160 m³. Bantuan keuangan dari Provinsi Jatim sebesar Rp 1,79 miliar. Anggaran terserap Rp 2,68 miliar dipergunakan untuk mengeruk 17 embung dengan volume galian 67.000 m³.
Air bersih
Terkait kebutuhan air bersih, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lamongan Suprapto menyebutkan, 207 tangki air bersih telah disalurkan ke 38 desa di 12 Kecamatan. Pengiriman bantuan air bersih tersebut dikirimkan berdasarkan pengajuan bantuan.
Bantuan air bersih menggunakan dua tangki air kapasitas 5.000 dan 6.000 liter.
Bantuan air bersih antara lain dikirimkan Desa Bakalanpule, Tambakrigadung, Balungwangi, Kecamatan Tikung; Tumenggungan dan Kebet (Lamongan Kota); Bedingin, Pangkatrejo, Bakalanrejo, Gedungbanjar, Deketagung, Daliwangun, Sidobogem Sidorejo (Sugio); Banjarejo, Siwalanrejo, Sukolilo (Sukodadi); serta Kedungkumpul, Sarirejo, dan Gelompoltukmloko (Sarirejo).
Bantuan air bersih juga didistribusikan ke Desa Sumberagung, Kedungwaras, Kedunglerep, Kedungrejo, Jatipayak, Medalem, Kacangan dan Sidomulyo (Modo); Bluluk dan Talunrejo (Bluluk); Sembung, Sukorame, Banggleh (Sukorame); Gunungrejo (Kedungpring); Gedungmegareh (Kembangbahu); serta Mantup (Mantup).
”Bantuan air bersih menggunakan dua tangki air kapasitas 5.000 dan 6.000 liter. Satu tangki bisa mengirim satu hingga tiga rit, tergantung jarak,” kata Suprapto.
Sejak Juli
Sementara itu, sejak 17 Juli, air Waduk Pacal juga tidak dialirkan untuk pertanian untuk menjaga konstruksi Waduk. Saat itu volume waduk tersisa 1,9 juta m³ dari kapasitas maksimal saat ini 21 juta m³.
Waduk Pacal termasuk dalam kewenangan Balai besar Wilayah Sungai Bengawan Solo. Menurut petugas Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, Budi Irawan, air Waduk Pacal yang tersisa tidak akan dikeluarkan lagi untuk menjaga agar bangunan waduk tidak rusak selama musim kemarau. Kondisi waduk tidak boleh kosong.
Waduk Pacal berada di Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro, berjarak sekitar 35 kilometer ke arah selatan wilayah Bojonegoro. Waduk itu dibangun pada masa kolonial Belanda tahun 1924 dan diresmikan pada 1933.
Pengerukan hanya mampu mengangkat 50.000 meter kubik per tahun.
Waduk itu masih menjadi andalan petani untuk mengairi sawah yang tersebar di Kecamatan Temayang, Sukosewu, Kapas, Balen, Sumberejo, Kanor, Baureno, Kepohbaru, Kedungadem, dan Sugihwaras.
Akibat pendangkalan, Waduk Pacal hanya mampu menampung air 21 juta m³ dan mengairi 13.000 hektar areal persawahan. Kapasitas awal 41 juta m³ dan mampu mengairi 16.600 hektar sawah.
Waduk Pacal mengalami pendangkalan dengan sedimentasi 200.000 m³ per tahun. ”Pengerukan hanya mampu mengangkat 50.000 m³ per tahun,” kata Bambang.