DEPOK, KOMPAS — Layanan angkutan umum di Kota Depok, Jawa Barat, timpang. Selain belum terintegrasi dengan baik, layanan ini juga sangat berbeda kondisinya. Hal ini mendorong warga untuk tidak menggunakan angkutan umum yang tersedia.
Layanan angkutan kereta rel listrik (KRL) di lima stasiun di Depok, misalnya, tidak diintegrasikan dengan angkutan penumpang lain di luar stasiun.
Kalaupun ada integrasi secara desain lokasi, seperti di Stasiun Depok Baru, layanan angkutan kota (angkot) yang ada tidak sepadan dengan layanan KRL. Selain jadwal keberangkatan yang tidak jelas, layanan angkot pun sering tidak memuaskan penggunanya.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok Dadang Wihana mengakui, wilayah ini
belum memiliki rencana pengembangan angkutan massal, seperti bus rapid transit (BRT). ”Untuk sementara kami optimalkan angkutan yang ada,” kata Dadang.
Ketimpangan layanan ini menjadi perhatian serius Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Bambang Prihartono. Menurut Bambang, ada ketimpangan layanan ketika penumpang KRL turun dari stasiun.
”Ini akan kami samakan agar semakin banyak orang beralih menggunakan transportasi massal,” katanya.
Angkutan bus penumpang sudah dijalankan di sejumlah daerah. Di
Tangerang Selatan (Tangsel) ada Trans Anggrek dan di Bogor ada Trans Pakuan. Trans Anggrek di Tangsel, misalnya, setelah ada satu koridor akan ditambah menjadi empat koridor.
Menurut Sukanta, Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangsel, penambahan empat koridor itu akan dilakukan tahun 2019.