Terima Pengaduan lewat Medsos, Polri Harus Mampu Pilah dengan Cepat
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem pengaduan masyarakat melalui media sosial dinilai merupakan upaya yang baik bagi Badan Reserse Kriminal Polri untuk meningkatkan kinerja penegakan hukum. Meski begitu, peningkatan kinerja juga diperlukan untuk memilah informasi secara cepat dan efektif. Selain itu, munculnya sistem pengaduan baru juga dapat mempersulit polisi dalam penyaringan informasi.
Sistem pengaduan masyarakat melalui media sosial (medsos) merupakan inisiatif yang dilakukan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) yang baru, Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto. Hal ini merupakan wujud transparansi dan kesiapan Bareskrim untuk menampung keluhan masyarakat. Dengan membuka laporan dengan sistem seperti ini, Bareskrim dihadapkan pada masalah verifikasi informasi dengan efektif.
Hal tersebut diungkapkan mantan Ketua Komisi III DPR Agustin Teras Narang. Menurut dia, pembukaan sistem laporan melalui medsos merupakan langkah positif yang dilakukan jajaran kepolisian untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kepolisian. Kendati demikian, penindaklanjutan laporan menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh Kabareskrim.
Agustin mengatakan, kepolisian harus mampu memilah informasi dengan efektif. Dengan membuka diri melalui medsos, mereka secara langsung juga mengekspos diri terhadap informasi palsu (hoaks). Jenis informasi seperti hoaks berpotensi memperlambat proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian.
”Apa pun informasi yang didapatkan oleh kepolisian melalui media sosial, informasi tersebut harus ditindaklanjuti secara cepat dan efektif. Dengan begitu, informasi penting mengenai sebuah kejadian dapat diinformasikan ke kepolisian terdekat dari lokasi pengaduan tersebut,” ujarnya saat dihubungi pada Senin (17/9/2018) pagi.
Pengaduan melalui media sosial dapat menjadi bumerang jika tidak ada struktur yang jelas dalam pengaliran informasi dari Kabareskrim kepada anak buahnya.
Masalah akurasi laporan di medsos juga menjadi kekhawatiran kriminolog dan pengamat kepolisian Adrianus Meliala. Menurut dia, di tengah arus informasi yang bertubi-tubi, pengaduan melalui medsos dapat menjadi bumerang jika tidak ada struktur yang jelas dalam pengaliran informasi dari Kabareskrim ke anak buahnya.
Lebih lanjut, Adrianus mengatakan, kebenaran informasi yang didapat melalui medsos yang meragukan berpeluang memunculkan kasus atensi. Kasus jenis ini dapat mengurangi perhatian kepolisian terhadap laporan yang tidak berkaitan dengan kasus atensi. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap polisi karena laporannya tidak ditindaklanjuti.
Kendala lain yang dapat muncul adalah ketidakefektifan sistem aduan masyarakat. Menurut Adrianus, saat ini sudah cukup banyak sistem pengaduan masyarakat yang dibuka oleh Polri, mulai dari Call Center Polri 110, Aplikasi Polisiku, hingga hotline pribadi anggota kepolisian. Kendati di satu sisi mempermudah warga yang ingin melaporkan sesuatu, banyaknya alternatif pengaduan juga dapat mempersulit polisi untuk memproses informasi.
”Akan semakin banyak aduan yang muncul karena kepolisian terlalu banyak ’buka warung’,” ujar Adrianus yang juga merupakan anggota Ombudsman RI.
Agar sebuah sistem pengaduan dapat berjalan lebih efektif, Adrianus menyarankan kepolisian memperbaiki mekanisme pelaporan yang sudah ada daripada membuka jalur baru. Ini karena pada dasarnya titik penting dalam sebuah program pengaduan masyarakat terletak pada sistem yang jelas. Selain dapat menyaring informasi dengan lebih cepat, sistem yang baik juga memungkinkan polisi menindak pemberi informasi palsu.
Sementara Teras Narang mengatakan, sebaiknya program pengaduan melalui medsos dijadikan sebuah proyek percontohan terlebih dahulu. Maksudnya, program ini dapat dilakukan pada beberapa wilayah terlebih dahulu. Dengan memberlakukan program pada satu wilayah saja, Polri dapat melihat efektivitas sistem pengaduan semacam ini.
”Bila proyek ini dinilai sukses dan mampu meningkatkan kinerja kepolisian, barulah program ini ditetapkan pada beberapa wilayah hingga akhirnya ditetapkan diberlakukan di seluruh Indonesia. Meski hanya diberlakukan di sebuah wilayah, laporan yang didapat dari luar wilayah juga tetap harus ditindaklanjuti (oleh Polri),” tutur Teras Narang. (LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA TELLING)