RW Kumuh Target CAP
Pemprov DKI Jakarta bersama warga tengah berupaya merevitalisasi kampung. Namun, ada masalah terkait kinerja konsultan dan warga yang berhak menjadi sasaran penataan.
JAKARTA, KOMPAS Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta menargetkan pembangunan tiga hunian sementara warga serta pembangunan sarana dan prasarana utilitas di 10 RW sebagai realisasi program Community Action Plan Tahun 2018.
Pada rapat Badan Anggaran DKI Jakarta, Kamis (13/9/2018), usulan anggaran pembangunan hunian sementara (shelter) untuk Bukit Duri sudah disetujui Rp 5,9 miliar. Dua shelter lain yang sudah terbangun dengan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yaitu Kampung Akuarium dan Kampung Kunir.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Meli Budiastuti belum bisa memastikan kapan shelter Bukit Duri bisa selesai terbangun. Hal ini karena masih menunggu proses penggunaan lahan.
Rancangan bangunan akan sama dengan shelter di Kampung Akuarium dan Kampung Kunir, yakni seluas 3 x 6 meter persegi per unit. Shelter ini akan diperuntukkan bagi 49 keluarga dari penggusuran Bukit Duri yang mengajukan shelter.
Untuk 21 kampung sasaran program Community Action Plan seperti disebutkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Penataan Kampung dan Masyarakat, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta hanya mendapat tugas membangun shelter.
Adapun keseluruhan program berada di bawah koordinasi Sekretaris Dinas DKI Jakarta yang akan melibatkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya. Program CAP menitikberatkan pada penataan kampung dengan melibatkan masyarakat yang menjadi sasaran penataan. Tugas ini dibagi sesuai bidang SKPD. ”Koordinasi kami selama ini mendengarkan usulan masyarakat, melihat aturannya dan cara mewujudkannya,” katanya.
Tugas utama Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dalam program CAP ini adalah penataan kawasan di 200 RW kumuh selama lima tahun ke depan.
Penataan ini terdiri dari pembangunan instalasi pengelolaan air limbah, penataan jalan, saluran, penerangan, penghijauan, dan pengelolaan sampah.
Tahun ini ada dua RW di setiap kota di Jakarta yang menjadi sasaran, yaitu di Ancol dan Penjaringan, Jakarta Utara, sekitar Rp 9,2 miliar; di Cipinang Besar Utara dan di Cakung Barat, Jakarta Timur, sekitar Rp 8,8 miliar; di Kramat Pela dan Tegal Parang, Jakarta Selatan, Rp 7 miliar; di Galur dan Duri Pulo, Jakarta Pusat sekitar Rp 7 miliar; dan dua RW di Jakarta Barat sekitar Rp 7 miliar.
Menurut Meli, penataan RW kumuh ini tetap mengacu program sebelumnya, yaitu perbaikan kampung terpadu Muhammad Husni Thamrin (MHT) Plus yang sudah dicetuskan Gubernur DKI Jakarta periode 1966-1977 Ali Sadikin. Pada 2012, MHT Plus kembali dihidupkan Joko Widodo saat menjabat Gubernur DKI.
Diawali 16 kampung
Program CAP sebelumnya diinisiasi oleh perwakilan 16 kampung dan sejumlah aktivis penataan kota yang terdiri atas sejumlah lembaga dan latar belakang. Pada awalnya, CAP merupakan kelanjutan dari kontrak politik yang dibuat pada 8 April 2017 oleh Gubernur Anies Baswedan dengan pegiat pemberdayaan masyarakat kota, seperti Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK).
Sebanyak 16 kampung ditetapkan dalam program tersebut pada saat peluncuran persiapan CAP di Waduk Pluit, pertengahan Januari lalu. Belakangan, jumlahnya bertambah menjadi 21 kampung yang tersebar dalam beberapa RW di lima wilayah kota di Jakarta. Kampung-kampung ini ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 878 tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat.
Sebagai program perencanaan pembangunan, CAP dinilai lebih baik ketimbang musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). ”Kalau musrenbang kita tidak bisa koreksi, setelah (rencana) jadi. Kalau CAP, kita bisa koreksi. Ada tingkatan (koreksinya) di konsultan dan kepala dinas,” kata Koordinator JRMK Jakarta Eni Rochyati, Sabtu (15/9/2018).
Hal ini dapat menjadi awal perubahan pola pikir dan praktik pembangunan di Jakarta.
Beda pemahaman
Terkait perubahan sasaran program CAP dari 16 kampung menjadi 21 kampung, peran sebagian konsultan dalam program CAP dipertanyakan. Konsultan yang diharapkan menjembatani antara warga dan pemerintah belum dirasakan memahami konsep dasar dan realisasi CAP. Konsultan menjadi pihak yang baru ada ketika CAP diresmikan menjadi program pemerintah. Ia tidak ada saat program ini digagas di 16 kampung.
”Konsultan ada plus dan minusnya. Plusnya, ada beberapa konsultan yang duduk bersama tim kerja. Untuk menjangkau masyarakat, belum,” kata Eni.
Sehari-hari, Eni tinggal di Kampung Marlina, Penjaringan, Jakarta Utara, salah satu di antara 16 kampung yang sejak mula diprioritaskan dalam program CAP. Menurut dia, konsultan belum memahami bahwa kampung sasaran awal program CAP berbeda dengan RW kumuh di data Badan Pusat Statistik (BPS).
Siti Maemunah, salah seorang warga dan anggota tim kerja untuk CAP di Kampung Tongkol, Jakarta Utara, mengatakan, fokus perhatian sebagian konsultan cenderung ke aspek teknis dan pembangunan fisik. Padahal, CAP bertujuan mewadahi kebutuhan warga yang bisa diketahui dari dialog intensif antara pemerintah, konsultan, dan tim kerja warga. Hasilnya, beberapa program CAP berujung pada rencana desain dan anggaran yang belum sesuai kebutuhan warga. ”Untungnya di sini sebelum konsultan datang, kami sudah merancang ”pre” CAP,” ujar Siti.
”Pre” CAP adalah rancangan hasil kolaborasi warga kampung dengan sejumlah pendamping dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi. Ini berjalan di 16 kampung prioritas yang kemudian diajukan sebagai kampung prioritas program CAP.
Salah satu konsultan di Jakarta Utara meminta agar Kompas menghubungi dinas terkait. Jika pihak dinas memberi lampu hijau, baru ia bersedia memberi konfirmasi terkait kritik terhadap konsultan CAP tersebut.
Masih menunggu
Warga Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, sebagai sasaran program CAP, masih menunggu detail perencanaan pembangunan kampung mereka. Diharapkan detail rencana yang dibuat warga dan konsultan selesai akhir September ini.
Koordinator warga Kampung Akuarium, Dharma Diani atau Yani, Minggu (16/9), mengatakan, diskusi CAP yang melibatkan warga dengan konsultan sudah sejak Mei lalu. Kurang lebih sudah lima kali pertemuan yang diadakan dengan pihak konsultan. Menurut Yani, masih ada keinginan warga yang belum terpenuhi. ”Tunggu selesai dulu rencana (CAP), baru kami bisa lihat (kurangnya),” kata Yani.
Pada April 2016, Kampung Akuarium ditertibkan terkait rencana revitalisasi kawasan cagar budaya bahari Jakarta.
Warga disediakan relokasi di rumah susun sederhana. Kini Kampung Akuarium akan kembali berdiri di lokasi semula melalui program CAP dan diproyeksikan menjadi penggerak utama kampung wisata bahari.
Namun, saat ini, untuk kepastian berapa jumlah warga yang dapat ditampung kembali belum jelas benar. Sebagian warga sebelumnya sudah menerima ketika dipindahkan ke beberapa unit rumah susun sederhana sewa. Sebagian lagi, sekitar 90 keluarga, memilih bertahan. Warga yang bertahan itulah yang sementara ini menjadi sasaran program CAP.
(J Galuh Bimantara/Insan Al Fajri)