Setelah gempa melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 5 Agustus 2018, dunia anak-anak untuk sementara terhenti, sama seperti dunia orang dewasa. Anak-anak kehilangan sekolahnya karena rusak. Mereka pun harus mengungsi dan terpisah dengan teman-teman yang biasa hadir di sekitar rumah.
Tidak ada perhatian bagi dunia anak-anak ini karena orang-orang dewasa (orangtua) sibuk mencari bantuan logistik, membangun tenda darurat, merawat yang luka, dan menguburkan mereka yang tiada. Anak-anak ini terpapar trauma, sementara sekolah darurat yang ditunggu-tunggu pun belum bisa terlaksana.