Tawuran antarkelompok di area Jabodetabek kembali memakan korban tewas. Kurang dari dua bulan, tiga orang tewas dalam lima kali bentrokan. Amuk massa ini mencemaskan warga.
JAKARTA, KOMPAS - Tawuran di wilayah Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi kembali memakan korban jiwa. Seorang pelajar berinisial SV (15) di Bogor tewas terkena sabetan celurit di tengah tawuran. Korban tewas ini menambah jumlah warga yang tewas akibat tawuran.
Tawuran di Bogor itu melibatkan siswa dari dua sekolah menengah kejuruan. Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Bogor Ajun Komisaris Besar AM Dicky Pastika Gading mengatakan, peristiwa ini berawal dari penyerangan satu kelompok pelajar ke kelompok pelajar lain karena adu gengsi.
Setelah bentrokan, Polres Kabupaten Bogor menangkap 18 pelajar yang diduga melakukan penyerangan. ”Karena pelaku masih di bawah umur (kurang dari 17 tahun), kami akan memakai ketentuan sistem peradilan anak,” kata Dicky, Jumat (14/9/2018), di Bogor.
Aksi brutal yang terjadi pada Rabu (12/9) malam itu juga mengakibatkan siswa berinisial FF (15) mengalami luka sabetan di paha dan kaki.
”Awalnya mereka saling tantang. Tak lama kemudian mereka mulai berkelahi. Ada yang pakai batu, kayu, dan ada yang membawa celurit,” kata Cipeng (24), saksi mata di Cileungsi, Bogor.
Warga tidak berani melerai tawuran itu karena takut terkena benda tajam.
Korban ketiga
Berdasarkan catatan Kompas, akhir Juli hingga pertengahan September 2018, ada lima kasus tawuran di tempat berbeda. Dari peristiwa ini, tiga orang kehilangan nyawa serta sejumlah fasilitas warga dan milik umum rusak.
Selain antarpelajar, rangkaian tawuran di Jabodetabek juga terjadi antargeng, antarsuporter tim sepak bola, dan warga antarkampung. Dari lima kejadian ini, seorang siswa berinisial FF (17) dijatuhi hukuman 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang, Senin lalu.
Terkait rangkaian peristiwa itu, kepolisian meminta orangtua berperan mengawasi pergaulan anak-anaknya di luar sekolah. ”Kami juga akan terus melakukan pengawasan. Namun, langkah ini butuh kerja sama semua pihak,” ujar Dicky.
Asep Sudarsono, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Jawa Barat Wilayah I, mengatakan, fenomena tawuran seakan diwariskan para alumnus di sekolah tertentu kepada adik kelasnya.
Karena itu, orangtua perlu meningkatkan pengawasan pada anak-anaknya. ”Tawuran sebagian besar terjadi di luar lingkungan sekolah, bukan saat jam pembelajaran,” kata Asep.
Pihaknya akan mengevaluasi izin operasional dan izin prinsip sekolah yang siswanya sering terlibat tawuran. Langkah ini dilakukan agar pengelola sekolah makin serius mendidik siswa. Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga akan melibatkan organisasi keagamaan untuk ikut membina siswa. (E13)