JAKARTA, KOMPAS — Menjadikan membaca buku sebagai kegiatan menyenangkan jadi kunci dalam meningkatkan minat baca anak. Kesenangan terhadap membaca secara bertahap membuat anak terbiasa dan akhirnya menjadi gemar membaca.
Pendiri komunitas Reading Bugs, Roosie Setiawan, mengatakan, selama ini, kegiatan membaca cenderung menjadi beban bagi anak. Anak disuruh membaca untuk mendapatkan nilai pelajaran, tetapi jarang untuk hiburan. Ini membuat anak bosan dan akhirnya kurang berminat untuk membaca.
”Dulu kita di sekolah membaca hanya untuk belajar. Tidak ada yang untuk senang-senang. Padahal, membaca semestinya menjadi hal yang menyenangkan,” kata Roosie dalam lokakarya ”Membaca Nyaring dengan Buku Digital Menstimulus Kreativitas Anak” di Jakarta, Jumat (14/9/2018).
Acara itu diadakan komunitas Reading Bugs dan The Asia Foundation dalam rangkaian Pameran Buku Internasional Indonesia (IIBF) 2018. Puluhan pengunjung pameran turut serta mengikuti lokakarya ini.
Menurut Roosie, pola pikir lama ini harus dihapuskan. Membaca harus menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Buku yang dibaca anak bukan hanya buku pelajaran, melainkan juga buku cerita yang menghibur dan menyenangkan.
”Manusia adalah makhluk yang menyenangi hal-hal yang menyenangkan. Membaca seharusnya diajarkan dengan cara yang menyenangkan kalau mau menghasilkan anak-anak yang gemar membaca. Ini yang tidak terjadi di kita,” ujarnya.
Keterbatasan
Selain menjadikan membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan, kesesuaian bahan bacaan dengan usia anak juga penting. Bahan bacaan harus disesuaikan dengan perkembangan anak untuk meningkatkan kemampuan membaca anak. Bahan bacaan tidak boleh terlalu berat, tetapi tidak pula terlalu ringan.
Namun, ketersediaan buku sesuai usia anak di Indonesia terbatas, terutama buku untuk pramembaca (0-3 tahun), membaca dini (3-6 tahun), dan membaca awal (6-9 tahun). Padahal, membaca semestinya sudah mulai dibiasakan sejak dini.
”Ini yang sedang kami kampanyekan kepada para penerbit dan penulis untuk mengisi kekosongan-kekosongan buku. Kita belum banyak punya buku di level pramembaca, membaca dini, dan membaca awal yang kosakatanya sederhana,” ujar Roosie.
Roosie mengemukakan, kebiasaan membaca sejak dini tidak boleh diabaikan. Membaca untuk level pramembaca (dibacakan orangtua) tujuannya untuk mendengar, melihat gambar, mengetahui bahasa lisan, dan menceritakan kembali.
Sementara itu, tujuan membaca pada level membaca dini supaya anak seolah-olah membaca, mengetahui bahasa lisan, dan menyadari lima unsur membaca, yaitu pengetahuan abjad, kesadaran bunyi, kosakata, kelancaran membaca, dan pemahaman.
Adapun pada level membaca awal, anak mempunyai cukup bahasa buku, belajar membaca, dan memahami bacaan, bukan menghafal. ”Pada SD kelas tinggi (9-12 tahun) diharapkan anak sudah lancar membaca dan paham apa yang dibaca. Dengan begini, Indonesia tidak akan berada pada ranking ke-64 PISA (Programme for International Student Assessment) pada 2015 dari 72 negara,” ujarnya.
Perpustakaan digital
Untuk mengatasi keterbatasan bahan bacaan anak, The Asia Foundation, lembaga nonprofit dunia, mengadakan situs letsreadasia.org dan aplikasi Lets Read!. Situs dan aplikasi ini merupakan perpustakaan buku cerita anak digital.
”Lets Read! ini berisi koleksi buku cerita anak untuk usia awal. Dari usia PAUD sampai kelas III SD. Lets Read! bisa diakses gratis melalui gawai,” kata Books for Asia Program Officer The Asia Foundation Aryasatyani Sintadewi.
Perpustakaan digital ini memiliki 400 judul buku anak dengan lebih dari 10 bahasa, mulai dari bahasa Indonesia, Inggris, Thailand Selatan, Kamboja, hingga Minangkabau. Buku berbahasa Indonesia ada sekitar 200 judul, sedangkan bahasa Minangkabau sekitar 100 buku.
Menurut Sinta, tujuan dibuatnya perpustakaan ini untuk meningkatkan akses buku cerita anak. Indonesia dinilai kekurangan buku anak berkualitas, terutama usia awal. Buku yang banyak beredar untuk usia 9 tahun ke atas berupa teks. Padahal, untuk meningkatkan minat baca, anak harus diperkenalkan dengan buku yang menarik agar anak tidak merasa cepat bosan. Anak-anak lebih menyukai buku yang menarik, bergambar, dengan teks sederhana.
”Minat baca anak rendah, masih pro-kontra. Sebenarnya akses buku yang pas dengan usianya itu yang masih kurang. Kita menyediakan buku agar anak berkenalan dengan buku. Harapannya minat baca anak bertambah tinggi. Akses bukunya bertambah luas dengan satu gawai saja. Kami juga mendorong orangtua untuk membacakan buku untuk anak melalui Lets Read!,” ujarnya. (YOLA SASTRA)