Demi Akhiri Konflik, 4 Gajah Sumatera Terpaksa Diungsikan
Oleh
Irma Tambunan
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Empat gajah sumatera dari ekosistem Bukit Tigapuluh di Kabupaten Tebo, Jambi, akan diungsikan menuju Hutan Harapan di Kabupaten Sarolangun. Translokasi itu bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan gajah dan masyarakat yang menggarap lahan di sepanjang jalur jelajah satwa tersebut.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi Rahmad Saleh Simbolon mengatakan, empat gajah yang akan ditranslokasikan berjenis kelamin jantan tiga ekor dan betina satu ekor. Keamanan mereka kini terancam seiring meningkatnya konflik. Di sisi lain, warga pun mengalami kerugian ekonomi akibat rusaknya pondokan dan tanaman saat gajah melintas.
Berdasarkan data Frankfurt Zoological Society (FZS), sepanjang Januari hingga Juni 2018 terekam 188 konflik gajah dan manusia di ekosistem Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Jambi. Konflik mengakibatkan kerusakan tanaman dan pondokan petani.
Pemindahan menuju Hutan Harapan, lanjut Rahmad, merupakan langkah terbaik saat ini. Sebab, meningkatnya konflik sering kali diikuti dengan ancaman perburuan dan pembantaian gajah. ”Terpaksa kami harus pindahkan gajah demi mengatasi konflik,” ujarnya.
Translokasi ke kawasan restorasi ekosistem Hutan Harapan dinilai tepat karena sudah terlebih dahulu ditemukan populasi enam gajah betina di sana. Dengan tambahan gajah-gajah jantan, diharapkan akan terbentuk kantong baru habitat gajah.
Adapun translokasi dijadwalkan berlangsung akhir bulan ini. ”Setelah dipindahkan, kami akan terus pantau pergerakan gajah untuk memastikan kondisi mereka baik, setidaknya hingga enam bulan ke depan,” katanya.
Populasi turun
Dalam 10 tahun terakhir, populasi gajah sumatera terus menurun. Tahun 2007, populasi masih 2.400 ekor hingga 2.700 ekor. Saat ini, populasi gajah diperkirakan tinggal sekitar 1.700 ekor.
Berdasarkan data Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), kepunahan gajah sudah terjadi di 13 kantong habitat, mulai dari Aceh hingga Lampung. Kepunahan itu disebabkan masifnya pembukaan kebun dan hutan monokultur yang memicu konflik gajah dan manusia. Konflik pun diwarnai dengan maraknya perburuan liar.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Exploitasia Semiawan mengatakan, sebagian kantong habitat gajah sudah dalam kondisi terancam akibat degradasi, konflik, dan perburuan. Karena itu, diperlukan membangun kantong-kantong baru habitat yang nyaman bagi gajah mendapatkan sumber makanan serta hidup berkelompok.
Ia mengakui bahwa populasi gajah sumatera menyusut di alamnya, tetapi meningkat di kebun-kebun binatang dan pusat penangkaran. Penyediaan habitat diharapkan memberikan peluang bagi kelompok-kelompok gajah yang terpecah membangun kelompok baru.
Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial Tandya Tjahjana menyebut rencana pembangunan koridor satwa sebenarnya sudah hampir 10 tahun lalu digagas, tetapi belum ada realisasi hingga kini, termasuk salah satunya di ekosistem Bukit Tigapuluh.
Dalam catatan Kompas, gagasan koridor gajah sudah kerap dibahas, tetapi tak kunjung mendapatkan kepastian hukum. Tandya berharap para pemangku kepentingan duduk bersama kembali untuk menyepakati rencana koridor itu.