Realisasi Imunisasi MR Tahap II Rendah
Pemerintah mengkaji kemungkinan memperpanjang program imunisasi MR tahap kedua. Menjelang berakhir, realisasi program ini baru 42,98 persen.
JAKARTA, KOMPAS – Capaian atau realisasi program imunisasi campak rubela atau measles-rubella tahap kedua sangat rendah. Dari 32 juta anak sasaran di luar Pulau Jawa selama Agustus-September 2018, baru 42,98 persen yang terimunisasi per 10 September atau 2,5 minggu sebelum batas waktu terakhir pelaksanaan program.
Padahal, targetnya sekurang-kurangnya 95 persen di akhir periode agar kekebalan komunitas terbentuk. Untuk itu, target per 8 September adalah 75 persen. Pada program imunisasi campak rubela atau measles-rubella (MR) tahap pertama pada Agustus-September 2017 di Pulau Jawa, realisasinya lebih dari 95 persen dari 35 juta anak yang menjadi sasaran.
Pada program tahap kedua ini, realisasi terendah di Aceh, yakni hanya 4,94 persen. Provinsi dengan capaian terendah berikutnya adalah Riau (18,92 persen), Sumatera Barat (21,11 persen), Nusa Tenggara Barat (20,37 persen), Bangka Belitung (26,45 persen), Kalimantan Selatan (28,31 persen), Sumatera Utara (29,53 persen), dan Kepulauan Riau (34,5 persen).
Hal tersebut terungkap dalam rapat koordinasi membahas realisasi program imunisasi campak rubela (measles-rubella/MR) yang digelar Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, Rabu (12/09/2018). Rapat dipimpin Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho.
Hadir dalam rapat tersebut antara lain Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Vensya Sitohang, Direktur Sinkronisasi Pemerintah Daerah Kementerian Dalam Negeri Eduard Sigalingging, dan Penyusun Program Kelembagaan Kementerian Komunikasi dan Informatika Irawan Prayoga.
”Imunisasi MR ini terancam gagal. Potensi untuk gagal ini besar kalau kita tidak bisa mencapai target. Ini terkait dengan fatwa haram MUI (Majelis Ulama Indonesia),” kata Yanuar kepada wartawan seusai rapat.
Imunisasi MR ini terancam gagal. Potensi untuk gagal ini besar kalau kita tidak bisa mencapai target.
Pada 20 Agustus 2018, MUI mengeluarkan fatwa tentang vaksin MR. Intinya, vaksin MR haram karena mengandung unsur yang tidak halal. Namun atas pertimbangan situasi mendesak dan vaksin yang suci belum ditemukan, MUI menyebutkan, vaksin MR boleh digunakan.
”Jadi ada persoalan komunikasi publik. Sosialisasi fatwa mubah tidak cukup,” kata Yanuar.
Guna mengejar target, kata Yanuar, pemerintah akan menggencarkan sosialisasi. Selanjutnya agar pelaksanaannya efektif, sejumlah pemangku kepentingan akan dilibatkan dengan lebih intensif, antara lain ulama, pemerintah daerah, TNI-Polri, Kementerian Agama, dan Kementerian Kesehatan. Pelibatan TNI-Polri penting karena selama ini terjadi penolakan disertai ancaman kekerasan terhadap petugas kesehatan di lapangan.
Perpanjangan
Secara paralel, Yanuar menambahkan, Kementerian Kesehatan akan mengkaji kemungkinan perpanjangan masa imunisasi dari yang awalnya ditargetkan selesai pada 30 September. Kajian ini sepenuhnya akan didasarkan pertimbangan kesehatan, bukan demi mencapai target semata.
Vensya menambahkan, Kementerian Kesehatan akan berdiskusi dengan para ahli kesehatan untuk mengkaji kemungkinan perpanjangan masa imunisasi. ”Untuk Pulau Jawa, kita melakukan perpanjangan waktu (2 minggu). Tapi untuk yang luar Jawa, harus kami diskusikan lagi dengan para ahlinya, klinis, epidemiolog. Tentu akan disampaikan secara resmi,” kata Vensya.
Kementerian Kesehatan akan berdiskusi dengan para ahli kesehatan untuk mengkaji kemungkinan perpanjangan masa imunisasi.
Vensya mengatakan, imunisasi semestinya dilaksanakan dalam kurun waktu dua bulan. Bulan pertama di sekolah. Bulan kedua di masyarakat. Ini harus dilakukan dalam waktu yang telah ditentukan agar terbentuk kekebalan komunitas. Sebab jika banyak yang tidak terimunisasi, maka virus masih bisa menyebar.
”Dengan rendahnya realisasi, maka akan banyak penjadwalan ulang,” kata Vensya.
Vensya juga mengingatkan bahwa imunisasi MR adalah hak anak. Untuk itu ia mengajak semua pihak untuk ikut menyukseskan program tersebut.
Sementara itu, Eduard berharap, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak sekadar mendukung tetapi mutlak melaksanakan program pemerintah pusat. Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri akan mengirimkan surat susulan setelah mendapatkan jadwal dari Kementerian Kesehatan dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Kemendargi telah mengirimkan surat dua kali ke gubernur untuk ikut mendukung program imunisasi MR. ”Tapi pasca mubah memang belum kirim surat lagi,” kata Eduard.
Penyakit campak dan rubela masih menjadi salah satu penyebab utama kematian anak balita di Indonesia. Belum ada obat untuk kedua penyakit ini. Untuk itu, pilihan terbaik adalah mencegah penyakit dengan pemberian vaksin guna membangun kekebalan tubuh.
WHO melalui World Health Assemby 2012 mencanangkan eliminasi campak dan rubela di seluruh dunia pada 2020. Sejalan dengan itu, pemerintah Indonesia melaksanakan program imunisasi campak dan rubela secara luas dalam dua tahap. Gratis. Untuk pengadaan vaksin, pemerintah menganggarkan Rp 800 miliar. Ini belum termasuk dana operasional.