TEMANGGUNG, KOMPAS — Petani kopi di Jawa Tengah secara umum dinilai telah mampu menghasilkan kopi biji kering, biji kopi siap giling, sampai kopi bubuk secara berkualitas. Tidak jarang sejumlah kelompok tani kopi pun sudah mampu memenuhi kualitas kopi standar ekspor ke Singapura, Malaysia, hingga Australia dan negara-negara Eropa. Hanya saja, produk kopi umumnya masih ditangani pedagang atau pengepul. Akses petani terhadap pembeli langsung masih terkendala.
Penilaian itu disampaikan utusan dari Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) Bogor, PT I-Skol Agridaya Internasional, Vasthy Badslina dan Velyssa Widjaja, Kamis (13/9/2018), setelah bertemu dan mengikuti diskusi bersama sekitar 40 anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan ) Kopi Manunggal di Gesing, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung.
”Kami telah mengunjungi sentra kopi rakyat di Malang dan kopi Malabar Pangalengan, Bandung. Dari pengamatan, akses petani untuk bisa langsung memperoleh kesempatan ekspor langsung belum optimal. Ini membutuhkan mediator yang mampu memberdayakan petani kopi supaya tidak tergantung pedagang atau pengepul,” ujar Vasthy Badlina.
Vasthy Badlina mengemukakan, secara perseorangan, petani kopi ada yang sudah mampu melakukan ekspor langsung. Kebetulan, mereka bisa bertemu dengan pembeli, baik secara kebetulan maupun melalui kegiatan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). AEKI sangat getol, rajin, melakukan kegiatan yang mendorong munculnya petani-petani kopi unggulan dari sejumlah sentra kopi di Indonesia.
Di Gesing, Temanggung, juga ada beberapa petani yang mampu menembus pasar ekspor, misalnya pelaku usaha kopi dan pemilik kafe kopi Poer di Gesing, yakni Eryanti. Eryanti adalah putri dari tokoh petani kopi Temanggung, yakni Purwanto dari Kandangan, Temanggung.
Kebun tanaman kopi Purwanto tidak luas, hanya kurang dari satu hektar dengan sekitar 600 pohon kopi tiga varietas, yakni kopi ayu, kopi BP atau petani mengenalnya kopi kipas (dahan kopi bercabang banyak mirip jari kipas), dan kopi tugusari.
Velyssa Widjaya mengatakan, setiap kali mengunjungi sentra kopi rakyat, pihaknya selalu membawa contoh kopi hasil olahan petani yang berkualitas. Mulai dari kopi kering (green bean), kopi siap giling (roasted coffee bean), hingga kopi bubuk. Kopi itu akan dinilai, juga dijadikan contoh kepada pembeli yang menjadi mitra lembaganya.
Mereka akan mendiskusikan produk kopi petani, sekiranya kopi memenuhi kriteria sebagai kopi berkualitas ekspor, biasanya petani akan dipertemukan langsung dengan pembeli dari luar negeri.
Hanya saja, problem petani kopi apabila telah memperoleh tawaran untuk memasok pasar ekspor biasanya ada tiga hal. Ketiga hal itu adalah menjaga konsistensi kualitas kopi, termasuk jumlah produk kerap terkendala. Kemudian, belum memiliki gudang yang baik. Kopi berkualitas disimpan di gudang yang memenuhi standar akan menghasilkan kopi yang nikmat. Terakhir adalah problem klasik, yakni permodalan.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Temanggung Masrik Amin Zuhdi mengatakan, potensi kopi di Temanggung tersebar di 10 kecamatan, dengan daerah sentra kopi mulai dari Kandangan, Pringsurat, Bejen, Jumo, hingga Kranggan. Ketinggian tanaman kopi rata rata di lereng pegunungan 600 meter di atas permukaan laut (dpl) sampai 1.200 dpl.
Total luas tanaman kopi seluas 11.168,4 hektar dengan produksi panen mencapai 20.300 ton dengan produksi kopi robusta mencapai 70 persen lebih. Tanaman kopi mulai dikenal petani mulai 2.000, dengan bibit kopi dari Jawa Timur.
Pemilik kedai kopi Poer, Gesing, Eryanti atau Mbak Eri mengemukakan, dirinya beruntung telah dibimbing dalam pengolahan dan penanganan kopi oleh bapaknya. Di lahan kopi yang tidak luas itu, kopi yang dihasilkan ternyata kopi organik, kopi yang sepenuhnya pemupukan nonkimia. Sejak 2014, kopi hasil olahannya telah dipasarkan ke Malaysia dan Ceko dari hasil produksi kopi Poer. Untuk keperluan pasar luar negeri itu, pihaknya bisa menyediakan sampai 1 ton kopi setahunnya.
Peningkatan kualitas kopi apabila memenuhi standar eksportir akan menaikkan harga tawar petani kopi. Pedagang lokal paling berani beli kopi grade A dari petani tertinggi Rp 24.000 per kilogram, sebaliknya eksportir kopi berani beli minimal Rp 45.000 per kilogram kopi berkualitas. Jika ada kopi kualitas siap giling harga bisa mencapai Rp 100.000 per kilogram.
Untuk membantu pemasaran kopi dari petani di Kandangan, Temanggung, sebenarnya saya dapat tawaran untuk mengirim kopi ke Singapura. Jumlahnya lumayan besar, yakni satu kontainer atau 18 ton sampai 20 ton, dengan harga kompetitif, jauh dari harga dalam negeri.
”Setelah peluang ini saya sampaikan ke Gapoktan, ternyata kendalanya, mereka tidak mampu menyediakan kopi berkualitas dalam jumlah besar sekaligus,” ujar Eryanti.