Masyarakat Internasional Gagal Sepakati Suaka Tambahan untuk Paus
Oleh
Kris Razianto Mada
·3 menit baca
Komisi Perburuan Paus Internasional kembali gagal menyepakati penetapan perairan yang akan dijadikan tambahan suaka bagi paus pada Selasa (11/9/2018). Negara-negara pemburu paus menentang pembentukan suaka itu.
Komisi Internasional Perburuan Paus (IWC), yang dibentuk untuk mengatur perburuan paus sekaligus menjaga keberlangsungan hidup mamalia terbesar itu, sudah menetapkan dua perairan suaka. Pada 1979, Samudera Hindia ditetapkan sebagai suaka. Selanjutnya pada 1994, menyusul perairan sekitar Antartika ditetapkan sebagai suaka.
Anggota IWC berupaya menambahkan suaka dengan menetapkan Samudera Atlantik bagian selatan sebagai perairan suaka. Akan tetapi, upaya yang sudah dilakukan sejak 2 dekade lalu itu tak kunjung berhasil. Kegagalan terakhir terjadi di sidang IWC yang berlangsung di Florianopolis, Brazil, Selasa (11/9/2018) lalu.
Dalam pertemuan ke-67 IWC, hanya 39 dari 89 anggota IWC yang setuju menetapkan suaka tambahan. Padahal, dibutuhkan minimal dukungan dari 59 anggota IWC agar suatu perairan bisa ditetapkan sebagai suaka paus.
Sebenarnya, hanya 25 negara yang secara terbuka menentang usulan itu. Sementara 25 lain tidak memberi suara karena berbagai alasan. Akan tetapi, tetap saja hal itu membuat IWC gagal mendapat suara minimal untuk menetapkan perairan suaka.
“Sebagai menteri urusan lingkungan hidup dari negara pemilik 20 persen keanekaragaman hayati darat, kami merasa sangat bertanggung jawab untuk melayani kepentingan demi kesejahteraan kita, seluruh dunia, dan termasuk pada mamalia air,” kata Menteri Lingkungan Hidup Brazil Edson Duarte, Selasa (11/9/2018).
Sejak 2001, Brazil berusaha menjadikan Samudera Atlantik bagian selatan sebagai perairan suaka bagi paus. Usulan Brazil antara lain disokong Argentina, Gabon, Afrika Selatan, dan Uruguay.
Usul itu terutama ditentang Jepang, negara utama dalam perburuan paus. Rusia, Eslandia, dan Norwegia juga menentang usalan itu.
Jepang berusaha mengubah peraturan lewat forum dua tahunan itu. Jepang ingin pengambilan keputusan cukup dengan mayoritas tipis seperti 50 persen ditambah 1 suara. Bukan lagi 2/3 seperti sekarang.
Jepang berharap upaya itu bisa memudahkan langkah mereka mengakhiri moratorium perburuan paus secara komersial selama 32 tahun terakhir. Jepang mengenalkan istilah perburuan berkelanjutan.
Usul itu terutama ditentang Jepang, negara utama dalam perburuan paus.
Pengurus IWC yang menyokong suaka, Amy Laurenson, mengatakan bahwa pertemuan itu tentang melindungi paus. Bukan malah membahas hal lain
Sementara perwakilan Humane Society International (HIS) Grettel Delgadillo mengatakan, kegagalan itu amat mengecewakan. Kegagalan itu ada tanda kepercayaan buruk dan intrik berkelanjutan oleh kubu Jepang. Hal itu juga akan berdampak buruk pada aneka keputusan penting pada pekan ini.
Perwakilan OceanCare Nicolar Entrup mengatakan, rencana aksi untuk melindungi paus di Atlantik selatan disepakati secara bulat oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Spesies yang Bermigrasi (CMS). Pendukung CMS harus terus maju untuk mengupayakan suaka, tanpa harus menunggu persetujuan IWC.
Ada pun perwakilan Lembaga Internasional untuk Kesejahteraan Hewan (IFAW) Patrick Ramage mengatakan, suaka di Atlantik selatan akan menyediakan perlindungan kuat bagi aneka spesies paus dan lumba-lumba. “Penelitian yang tidak mematikan paus di area itu telah menyediakan data berharga tentang paus dan suaka harus dibangun di sana demi keberlanjutan di masa depan. Hal itu akan memberi kita data lebih berguna dan informasi lebih tepat dibandingkan yang disebut perburuan paus secara ilmiah,” tuturnya. (AFP)