Tanggapi Demo Pengemudi Ojek Daring, Go-Jek Buka Ruang Diskusi
Oleh
Neli Triana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan dan pihak penyedia aplikasi transportasi daring akan membuka ruang diskusi dengan perwakilan pengemudi sebagai jawaban atas tuntutan yang diajukan dalam unjuk rasa. Hasil diskusi tersebut diharapkan dapat dipatuhi oleh semua pihak dan menjadi jalan keluar terkait peraturan kemitraan transportasi daring.
”Kami menerima dan memahami tuntutan yang diajukan dalam unjuk rasa hari ini. Selanjutnya, kami mengajak untuk duduk bersama membahas satu per satu tuntutan tersebut,” kata Michael Reza Say, Vice President Corporate Communication PT Go-Jek Indonesia, saat menemui pengunjuk rasa di depan kantor Go-Jek, di kawasan Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan, Rabu (12/9/2018).
Tuntutan yang diajukan dalam unjuk rasa tersebut ialah penolakan perubahan penyedia aplikasi transportasi daring menjadi perusahaan transportasi, penolakan eksploitasi terhadap pengemudi, dan penolakan adanya monopoli bisnis.
”Jika tuntutan tidak terpenuhi, kami akan meminta pemerintah membubarkan Grab dan Go-Jek serta membuat aplikasi transportasi baru yang mengedepankan keadilan,” kata Sulistyo Raharjo, perwakilan pengunjuk rasa.
Menanggapi tuntutan tersebut, khususnya perubahan aplikasi transportasi daring menjadi perusahaan transportasi, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek yang memuat wacana tersebut sedang digugat di Mahkamah Agung. Setelah gugatan selesai, pihaknya akan melakukan revisi dengan melibatkan pihak penyedia aplikasi dan aliansi pengemudi transportasi daring untuk berdiskusi.
”Jadi, keputusan pemerintah masih digodok, belum keputusan mutlak,” kata Budi.
Ia juga meminta aliansi pengemudi dan pihak penyedia aplikasi transportasi daring mengikuti segala proses penetapan peraturan dengan baik.
Penolakan wacana perubahan aplikasi transportasi menjadi perusahaan transportasi oleh pengunjuk rasa karena dianggap ada kecurangan-kecurangan yang dilakukan penyedia aplikasi. Mereka khawatir kecurangan tersebut berlanjut dan semakin membebani pengemudi saat penyedia aplikasi telah menjadi perusahaan transportasi.
Para pengemudi transportasi daring yang bergabung dalam Gerakan Hantam Aplikasi Nakal (Gerhana) melakukan unjuk rasa di kantor PT Go-Jek Indonesia. Unjuk rasa tersebut merupakan yang kedua kali. Sebelumnya, Senin (10/9/2018), mereka telah melakukan unjuk rasa di kantor Grab Indonesia.
”Jumlah peserta aksi sekitar 500 orang dari Jabodetabek. Namun, kami di sini juga membawa pesan dan aspirasi para pengemudi dari daerah,” ucap Sulistyo.
Para peserta aksi memenuhi jalan depan kantor PT Go-Jek Indonesia sekitar pukul 12.00 WIB. Sebelumnya, mereka berkumpul dan berorasi di belakang kantor tersebut sekitar pukul 10.30.
Massa melakukan unjuk rasa dengan mengenakan berbagai atribut dan membawa spanduk yang bertuliskan empat poin tuntutan aksi. Demo yang dijaga ratusan personel polisi tersebut berjalan dengan damai tanpa adanya kerusuhan.
Salah satu pengemudi taksi daring Go-Car, Mega (33), berharap aksi tersebut dapat berpengaruh pada penetapan peraturan yang mengedepankan keadilan bagi penyedia aplikasi ataupun pengemudi. Ia yang sudah tiga tahun menjadi pengemudi taksi daring merasa semakin lama kesulitan untuk memenuhi target penyedia aplikasi.
”Targetnya, 19 kali narik penumpang, susah karena macet dan adanya aturan ganjil genap,” kata perempuan yang juga tengah mengandung 5 bulan tersebut. Dalam kondisi mengandung, target tersebut dianggap memberatkannya.
Hal senada diucapkan Sulistyo. Menurut dia, adanya target penumpang yang diberikan penyedia aplikasi Go-Jek dan Grab semakin lama semakin sulit dicapai. ”Dulu paling tujuh sampai delapan jam kerja, target selesai, sekarang perlu 10 sampai 12 jam,” ujarnya.
Hal tersebut membuat pengemudi merasa dieksploitasi tenaganya dengan bayaran yang murah. Pengemudi menginginkan adanya perubahan tarif yang sesuai, yaitu Rp 6.000 per kilometer untuk taksi daring. Menurut Sulistyo, tarif saat ini Rp 3.500 per kilometer masih dengan potongan.
”Banyak pengemudi yang kredit mobilnya akhirnya macet dan ditarik pihak leasing,” lanjut Sulistyo.
Michael mengatakan, dalam diskusi nanti, pihaknya juga akan membahas asuransi bagi pengemudi, solusi terhadap kesulitan di jalan, serta pengaturan tarif dan keuangan. ”Pastinya dibuat untuk keberlangsungan semua pihak,” ujarnya.
Pihak Gerhana mengajukan tenggat diskusi kepada pemerintah dan penyedia aplikasi transportasi pada pekan ini, yaitu Jumat (14/9/2018). Hingga saat ini, mereka masih menunggu pernyataan dan undangan diskusi dari penyedia aplikasi Grab Indonesia.
”Kami mengapresiasi pemerintah dan Go-Jek untuk membuka diskusi. Kami masih menunggu itikad baik dari Grab agar bisa duduk bersama,” kata Sulistyo. (DIONISIA GUSDA PRIMADITA PUTRI)