Narkotika Oplosan Menyerbu Indonesia
Penangkapan mantan anggota DPRD Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, berinisial I alias Hongkong oleh Badan Narkotika Nasional menyingkap berbagai hal ironis.
Pertama, ada oknum anggota dewan merangkap bandar narkoba. Barang buktinya cukup besar, yaitu 105 kilogram sabu dan 30.000 butir pil ekstasi.
Kedua, fakta adanya serbuan narkotika jenis baru. Hasil tes laboratorium BNN terhadap sampel narkotika yang disita membuktikan masuknya narkotika jenis baru, yaitu sabu kristal atau blue ice dan ekstasi dari pentylone dan caffeine.
Deputi Pemberantasan BNN Komisaris Jenderal Arman Depari mengatakan, blue ice dan ekstasi dari pentylone dan caffeine adalah narkotika jenis baru yang baru pertama kali ditemukan di Indonesia.
Blue ice yang berbentuk bongkahan seperti gula batu itu mengandung metylamphetamine (bahan dasar sabu) hampir 100 persen. Sabu ini merupakan sabu kualitas istimewa. Proses pembuatannya lebih lama dibandingkan sabu biasa.
Adapun ekstasi dari bahan pentylone dan caffeine diyakini lebih kuat efeknya dibandingkan ekstasi yang terbuat dari metilenedioksimetamfetamine (MDMA), bahan dasar ekstasi. Ekstasi jenis baru yang disita itu berwarna biru muda dengan logo mahkota.
Kedua narkotika jenis baru itu dibawa dari Malaysia ke Indonesia melalui Selat Malaka. Arman menduga, kemungkinan narkotika jenis baru itu berasal dari satu sindikat. Namun, belum diketahui apakah narkotika tersebut dibuat di Malaysia atau hanya transit di negara jiran itu.
”Nanti dari hasil penelusuran dan pemeriksaan barang bukti atau drug signature analysis akan ditemukan dari mana asalnya. Kalau persis, maka sumbernya sama. Kalau sumbernya sama, pasti sindikatnya sama,” ujar Arman.
Terus bermunculan
Peneliti dan pengajar di Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya, Eko Adi Prasetyanto, mengatakan, penggunaan narkotika sintetik semakin marak dan varian baru narkotika yang diproduksi dari laboratorium ilegal akan terus bermunculan.
”Narkotika yang dilarang hanya yang ada dalam daftar terlarang. Jadi, orang melihat senyawa apa yang belum ada dalam daftar itu, lalu membuat dan menjualnya. Selain itu, narkotika sintetik relatif mudah dibuat. Asal tahu resepnya, tidak perlu ahli kimia,” tutur Eko.
Ahli kimia farmasi BNN, Komisaris Besar Mufti Djusnir, berpendapat sama. Menurut dia, membuat narkotika bisa dilakukan semua orang, tidak perlu ahli farmasi. Berbeda dengan industri farmasi legal, pembuat narkotika tidak pernah memikirkan dampaknya terhadap pengguna. Pembuat narkotika juga tidak akan pernah memikirkan prosedur pembuatan dan pemakaian bahan yang benar.
Menurut Eko, sabu blue ice dan ekstasi dari bahan pentylone dan caffeine merupakan contoh narkotika jenis baru meskipun pentylone sudah dikembangkan sejak tahun 1960-an.
”Biasanya mereka (produsen narkoba) akan mencoba membuat campuran yang efeknya lebih kuat. Tetapi, mereka tak peduli dengan keamanan, maka kemungkinan untuk overdosis jadi sangat besar. Produksi narkoba tidak melalui pengujian sehingga efek sampingnya tidak diketahui,” lanjutnya.
Eko menjelaskan mengapa narkotika seperti ekstasi kebanyakan berasal dari Eropa antara lain dari Perancis, Belgia, dan terbanyak dari Belanda. Hal itu karena bahan baku industri farmasi di negara tersebut mudah diperoleh. Selain itu, mudah mencari literatur cara membuat narkotika di internet, ditambah adanya forum diskusi narkotika di internet.
Narkotika jenis baru juga disebut new psychoactive substances (NPS) yang jumlahnya terus bertambah. Data Kantor PBB Urusan Narkotika dan Kejahatan (UNODC) di situs unodc.org pada periode 2009-2016 mencatat 739 jenis NPS di seluruh dunia. Pada tahun 2015 sudah ada sekitar 500 jenis NPS beredar di seluruh dunia yang dikembangkan dari 80 jenis NPS. Kebanyakan NPS tersebut bersifat stimulan. Mengidentifikasi NPS tidak mudah karena begitu banyak varian.
Narkotika jenis baru tak berbeda dengan minuman oplosan yang menewaskan puluhan orang beberapa waktu lalu. Keduanya terbuat dari campuran bahan yang tak diketahui efeknya. Narkotika oplosan telah menjadi ancaman serius.