DEN HAAG, SELASA - Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) tak terpengaruh dengan ancaman Amerika Serikat. ICC tetap akan melanjutkan tugasnya yang sudah ditetapkan selama ini.
Penegasan ini disampaikan lembaga itu, Selasa (11/9/2018), menyusul ancaman AS yang akan memberi sanksi terhadap lembaga internasional ini jika tetap menyelidiki kegiatan militer AS di Afghanistan.
”Mahkamah Kriminal Internasional sebagai pengadilan hukum akan terus melanjutkan pekerjaannya tanpa terpengaruh sesuai dengan prinsip-prinsip dan ide mengayomi penegakan hukum,” demikian pernyataan dari Mahkamah.
Lebih lanjut, pengadilan yang bermarkas di Den Haag, Belanda, itu mengatakan, lembaga ini bersifat independen dan tidak memihak serta didukung oleh 123 negara. Dukungan yang dimaksud di sini adalah dalam bentuk ratifikasi oleh 123 negara, termasuk di antaranya Inggris. Di sisi lain, AS, China, India, dan Rusia, sejak dibentuknya lembaga ini pada tahun 2002, tidak meratifikasinya.
Bahkan, sejak Pakta Roma dibuat, AS mengkritik kehadiran ICC. Meski demikian, AS mengadopsi Undang-Undang Perlindungan Anggota Dinas AS atau yang disingkat UU Invasi Den Haag yang memungkinkan AS menggunakan cara apa pun untuk membebaskan warganya yang diadili di luar negeri.
Ancaman AS
Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton, Senin (10/9), mengeluarkan pernyataan bernada ancaman terhadap ICC.
”Jika pengadilan mengejar kami, Israel atau sekutu AS, kami tidak akan tinggal diam,” kata Bolton di Washington.
AS sudah menyiapkan sanksi, dari mulai hukuman keuangan sampai penuntutan, terhadap pejabat yang mengadili warga AS. ”Kami akan melarang para hakim dan jaksa masuk ke AS. Kami akan memberi sanksi dana dalam sistem keuangan AS dan kami akan mengadili mereka dalam sistem pidana AS,” kata Bolton.
Tak hanya sampai di situ. AS mengancam perusahaan atau negara bagian yang membantu ICC dalam melakukan penyidikan terhadap warga AS.
Pernyataan Bolton ini merujuk adanya permohonan dari penyidik ICC pada November tahun lalu untuk membuka penyidikan terhadap kejahatan perang di Afghanistan. Militer dan intelijen AS di Afghanistan diduga melakukan kejahatan perang, terutama menyangkut pelecehan terhadap para tawanan.
Bolton mengatakan, sejauh ini belum ada permohonan, tetapi ICC setiap saat secara resmi bisa membuka penyelidikan. Jika hal itu terjadi, kata Bolton, Pemerintah AS akan menggunakan segala cara untuk melindungi warga negara AS yang dibidik oleh ICC.