BANJARMASIN, KOMPAS — Di tengah kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2018 (Juli-September) berpeluang tumbuh lebih tinggi dari triwulan II (April-Juni). Peningkatan pertumbuhan ekonomi itu didorong perbaikan ekspor batubara.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel Herawanto mengemukakan, perekonomian Kalsel pada triwulan II-2018 tumbuh sebesar 4,64 persen (year on year/yoy). Pertumbuhan itu melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Kalsel pada triwulan I (Januari-Maret) sebesar 5,07 persen (yoy).
”Namun, pada triwulan III, perekonomian Kalsel berpeluang kembali tumbuh lebih tinggi karena didorong oleh ekspor. Peluang perbaikan ekspor terutama datang dari sektor pertambangan. Revisi ke atas target ekspor batubara oleh pemerintah pusat berpeluang memberikan dampak positif,” kata Herawanto dalam diskusi bersama media di Banjarmasin, Rabu (12/9/2018).
Pada diskusi dengan tema ”Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Resiliensi terhadap Gejolak Eksternal” itu, turut hadir Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional IX Kalimantan Muhammad Nurdin Subandi.
Herawanto mengatakan, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1924 Tahun 2018 menetapkan tambahan produksi batubara sebanyak 100 juta ton untuk keperluan ekspor. ”Tambahan kuota itu menjadi peluang bagi perusahaan tambang di Kalsel untuk memperbesar produksi dan ekspor,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kalsel, nilai ekspor melalui pelabuhan di Kalsel pada Juli 2018 sebesar 896,44 juta dollar AS atau naik 28,42 persen dibandingkan dengan ekspor Juni 2018. Nilai tersebut juga naik 39,48 persen dibandingkan dengan nilai ekspor Juli 2017. Barang utama penyumbang ekspor adalah bahan bakar mineral atau produk tambang dengan kontribusi 82,04 persen.
Menurut Muhammad Nurdin Subandi, OJK telah menerbitkan paket kebijakan untuk mendorong peningkatan ekspor dan perekonomian nasional, antara lain, dengan memberikan insentif bagi lembaga jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan ke industri yang berorientasi ekspor, industri penghasil barang substitusi impor, dan industri pariwisata.
OJK juga merevitalisasi peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melalui pemfokusan kembali (refocusing) peran LPEI pada pembiayaan industri berorientasi ekspor, meningkatkan peran LPEI sebagai penyedia instrumen lindung nilai (hedging) untuk transaksi ekspor, dan penyedia reasuransi untuk asuransi terkait ekspor.