JAKARTA, KOMPAS - Jaring sepanjang 700 meter yang menutupi Kali Sentiong, masih akan dipasang hingga perhelatan Asian Para Games 6-13 Oktober 2018 di Jakarta. Warga berharap, pemerintah mau melanjutkan pengelolaan sungai dan limbah untuk jangka panjang.
"Ini akan lanjut sampai Asian Para Games selesai pada 13 Oktober mendatang. Setelah itu kami akan evaluasi," kata Kepala Seksi Perencanaan Bidang Air Baku, Air Bersih, dan Air Limbah Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Elisabeth Tarigan, saat dihubungi Minggu (9/9/2018).
Dari pengamatan kemarin, jaring hitam masih menutupi Kali Sentiong yang melalui Jalan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kali tersebut berada di belakang Wisma Atlet Kemayoran yang akan digunakan atlet dan ofisial Asian Para Games.
Sebagian jaring juga menutupi aliran sungai yang melalui wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat, yang menjadi titik pertemuan dengan Kali Item.
Beberapa mesin yang disebut aerator menyala di beberapa titik, sehingga menimbulkan buih akibat pergerakan air yang akan meningkatkan kadar oksigen terlarut. Pemasangan alat ini difungsikan untuk menggerakkan air dan mengurangi bau tak sedap, yang sesekali tercium.
"Dari indikator terakhir, ada peningkatan DO atau oksigen terlarut," kata Elisabeth.
Sebelum mendapat perawatan, kualitas DO (dissolvedoxygen) Kali Sentiong adalah 0,9 miligram per liter (Kompas, 30/7/2018). Setelah mendapat perawatan, angkanya mencapai 1,3 miligram per liter.
Adapun target peningkatan kadar oksigen terlarut di sungai tersebut adalah 2 miligram per liter. Angka tersebut minimal dibutuhkan untuk menghidupi organisme perairan. Sementara itu, standar yang harus dipenuhi untuk pengolahan air limbah adalah 4 miligram per liter.
Jangka panjang
Sejumlah warga yang tinggal di sekitar Kali Sentiong belum merasakan dampak yang berarti, selain berkurangnya bau tak sedap.
Tarnito (62), tukang tambal ban di pinggir Kali Sentiong, menyangsikan upaya yang dikerjakan di sungai tersebut. "Namanya air kalau tidak mengalir pasti bau. Ibarat air cucian yang didiamkan berhari-hari, pasti bau," ujarnya.
Karenanya, Tarnito berharap ada solusi permanen untuk mengatasi masalah ini.
Ila (43), pemilik warung makan di pinggir Jalan Sunter Jaya, mengaku, bau menyengat dari Kali Sentiong sudah berkurang. Jumlah sampah di sungai juga berkurang karena rutin dibersihkan petugas dua kali sehari.
Pengelolaan limbah
Selain itu, pemerintah juga harus menata ulang bantaran kali dari pabrik industri atau permukiman yang menempel di badan kali. Ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat, limbah rumah tangga dari 101 kecamatan mengalir ke Kali Sentiong tiap harinya. Belum lagi, 30.000 liter limbah dari 150 industri tahu tempe di sepanjang Kali Sentiong juga dibuang di sana. Setiap usaha rata-rata membuang limbah sekitar 200 liter per hari (Kompas, 27/7/2018).
Mutiatun (66), pemilik industri tempe rumahan di dekat Kali Sentiong yang tidak jauh dari belakang Wisma Atlet, tidak paham ke mana limbah industri tempenya mengalir. "Yang saya tahu mengalirnya ke got di depan rumah. Tapi, saya kurang tahu apa itu mengalir ke kali," ujar pengusaha yang biasa mengolah 75 kilogram kedelai per hari dengan bantuan 9 tenaga pekerja.
Sejauh ini, ia mengaku belum didatangi pemerintah atau pejabat terkait untuk penyediaan IPAL. Namun, Mutiatun telah mendengar selentingan dari sesama pengusaha tempe dan tahu terkait relokasi industri yang berada di pinggir sungai. "Kalau masih bisa ditangani dengan penyediaan IPAL, lebih baik demikian daripada harus relokasi."
Sampai berita ini ditulis, pihak Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta belum bisa dihubungi lebih lanjut untuk dimintai keterangan mengenai pembangunan IPAL.
Pengolahan limbah air
Arsitek Lanskap Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai, penanganan jangka panjang terhadap masalah Kali Sentiong atau Kali Item harus direncanakan. Ini juga harus menjadi momentum pemerintah pusat maupun daerah untuk menyelesaikan masalah sungai.
"Sungai di Jakarta, semakin ke utara semakin hitam karena banyak pencemaran," kata dia. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah harus mengatasi pangkal pencemaran, baik dari industri maupun perumahan di sekitar daerah sungai.
"Semua industri dan rumah harus memiliki instalasi pengolahan air limbah atau IPAL, sehingga tidak ada lagi yang membuang limbah mereka ke sungai," tutur Nirwono. (Erika Kurnia)