PT NSHE, USU, dan Pemkab Tapsel Tandatangai Nota Kesepahaman
Oleh
Nikson Sinaga
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Universitas Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, dan PT North Sumatera Hydro Energy menandatangani nota kesepahaman percepatan pembangunan PLTA Batangtoru di Kabupaten Tapanuli Selatan. Pembangunan diminta tetap memerhatikan kelestarian Ekosistem Batang Toru dan kesejahteraan masyarakat.
Penandatangan nota kesepahaman (MoU) dilakukan Rektor Universitas Sumatera Utara Runtung Sitepu, Bupati Tapanuli Selatan Syahrul M Pasaribu, dan Direktur Keuangan PT NSHE Sarimudin Siregar, di Kampus USU, Medan, Senin (10/9/2018). Penandatangan disaksikan Komisaris Utama PT NSHE Anton Sugiono, Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu, dan Ketua Majelis Wali Amanat USU Panusunan Pasaribu.
“Dengan ditandatanganinya nota kesepahaman ini berarti USU ikut memberi sumbangan pemikiran dalam percepatan pembangunan energi listrik di Indonesia,” kata Runtung.
Runtung mengatakan, ke depan, pihaknya akan melakukan penelitian pembangunan PLTA Batangtoru di bidang teknik lingkungan, biologi, kehutanan, hukum, sosial budaya, dan pengembangan masyarakat. USU juga akan terlibat dalam pelestarian Daerah Aliran Sungai Batangtoru yang menjadi sumber air PLTA Batangtoru.
Direktur Keuangan PT NSHE Sarimudin Siregar mengatakan, pembangunan PLTA Batangtoru saat ini dalam tahap pembukaan akses jalan. PLTA dengan nilai proyek 1,6 miliar dollar Amerika Serikat tersebut ditargetkan selesai pada tahun 2022. PLTA itu dirancang untuk menghasilkan daya listrik 510 megawatt.
Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menggugat izin lingkungan pembangunan PLTA Batangtoru yang dikeluarkan Gubernur Sumatera Utara. Gugatan itu diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, 8 Agustus 2018.
Walhi menilai proyek itu mengancam keseimbangan Ekosistem Batangtoru yang merupakan habitat spesies kunci seperti orangutan tapanuli, harimau sumatera, beruang madu, dan tapir. Menurut Walhi, ancaman terbesar berasal dari pembangunan bendungan seluas 90 hektar, terowongan bawah tanah sepanjang 13,5 kilometer, pembukaan jalan, dan areal pembuangan material galian (Kompas, 9/8/2018).
Terkait gugutan Walhi tersebut, Sarimudin mengatakan ia tidak bisa menanggapi hal tersebut. Mereka menyerahkan pada proses pengadilan. “Sebagai perusahaan PLTA, kami berkomitmen menjaga lingkungan Ekosistem Batangtoru yang merupakan sumber air utama untuk PLTA,” katanya.
Syahrul M Pasaribu mengatakan, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan pada prinsipnya mendukung percepatan pembangunan PLTA Batangtoru. Menurut Syahrul, kajian analisis dampak lingkungan PLTA Batangtoru menunjukkan pembangunan itu tidak merusak lingkungan. “Genangan airnya hanya memerlukan 90 hektar, tetapi menghasilkan daya listrik 510 megawatt,” kata Syahrul.
Syahrul mengatakan, pihaknya meminta agar proyek pengembangan PLTA Batangtoru memerhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar. Ia meminta agar 70 persen kebutuhan tenaga kerja menggunakan sumber daya manusia dari Sumatera Utara.