Susur Sejarah Seusai Menunaikan Ibadah Haji
Setelah puncak ibadah haji, tidak semua anggota jemaah meninggalkan Mekkah. Dari 204.000 anggota jemaah haji reguler asal Indonesia, sebagian menanti pemulangan lewat Jeddah dan pergeseran ke Madinah untuk shalat Arbain. Mengisi waktu dengan singgah ke museum atau situs sejarah menjadi pilihan menarik.
Rahmat (50), warga Bandung, Jawa Barat, anggota jemaah haji Kloter 90 Jakarta-Bekasi, tidak risau meski tak sempat mencium hajar aswad. Pria itu menyadari sulitnya merapat ke Kabah di tengah padatnya jemaah haji tawaf.
Untuk mengisi waktu yang tersisa selama beberapa hari di Mekkah, ia dan sejumlah anggota jemaah berkunjung ke Museum Haramain di jalan poros lama Mekkah-Jeddah pada hari Selasa (4/9/2018). ”Setidaknya bisa menyimak penjelasan benda-benda berkait Kabah dan Masjidil Haram. Syukur kalau suatu waktu menyentuh hajaratul aswad,” ujarnya.
Setidaknya bisa menyimak penjelasan benda-benda berkait Kabah dan Masjidil Haram. Syukur suatu waktu menyentuh hajaratul aswad.
Hal serupa dilakukan pasangan suami istri, Dick Hidayat (32) dan Nurul Azmi (28). Jemaah asal Indonesia yang berangkat ke Tanah Suci lewat Bangkok, Thailand itu ingin tahu Masjidil Haram dan properti lain, seperti kiswah (kain selubung Kabah), maqam (pijakan) Nabi Ibrahim, dan air zamzam.
Setiap jemaah haji berhasrat menyentuh dinding dan pintu Kabah di Masjidil Haram, Mekkah, serta mencium hajar aswad di Kabah. Saat musim haji, tak semua jemaah bisa mewujudkan itu karena harus menerobos kerumunan jemaah yang mengelilingi Kabah untuk tawaf.
Dua tanah suci
Berkunjung ke Museum Haramain bak pepatah ”sekali merengkuh dayung dua-tiga pulau terlampaui.” Museum itu memamerkan benda-benda bersejarah dari dua pusat ibadah teragung dari dua Tanah Suci bagi umat Islam, yakni Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Museum yang diresmikan Gubernur Mekkah Abdul Majid bin Abdul Aziz pada 1999 itu menyajikan miniatur proyek pengembangan dua masjid tersebut pada masa depan.
Museum itu terletak di dekat Masjid Hudaybiyyah (tempat miqat) serta bisa dijangkau dengan berkendara mobil 25 menit dari Mekkah. Perpustakaan itu seluas 400 meter persegi. ”Ada 1.000 item koleksi Masjidil Haram, Mekkah, dan Masjid Nabwai, Madinah,” kata Khaled bin Hazmy, petugas museum.
Terkait Masjidil Haram, terpajang alat tenun pembuatan kain kiswah (selubung Kabah) berbahan kayu. Lembaran kain kiswah terbentang di dinding museum. Ada tangga kayu dulu untuk naik membersihkan Kabah sebelum berganti tangga hidrolik. Bagian konstruksi Kabah diamati lewat pajangan pilar kayu.
Talang air Kabah berbahan menyerupai emas juga dipamerkan. Pengunjung bisa membayangkan air mengguyur atap Kabah tertampung, lalu mengucur ke lantai tempat tawaf.
Bingkai hajar aswad berupa logam kuningan sejak Mekkah di bawah kekuasaan Turki (1818-1824) hingga era Saudi dipamerkan. Demikian pula replika pintu Kabah kuning tembaga. Bingkai berbahan logam kuning itu jadi pengikat hajar aswad agar lengket di pojok Kabah meski disentuh banyak orang tiap hari.
Tak ketinggalan replika maqam Ibrahim. Bagi jemaah haji dan umrah, batu bekas pijakan nabi Ibrahim itu dimuliakan. Setelah tawaf (berjalan mengelilingi Kabah 7 kali sambil berzikir), jemaah disunahkan shalat selurus area maqam Ibrahim. Tak heran jika benda berpagar keemasan itu dikerubungi pengunjung sambil swafoto.
Alumnus IAIN Syarif Hidayatullah, Asrori S Karni, selaku pemantau haji, meluruskan anggapan bahwa batu itu ialah makam (pusara) Nabi Ibrahim. ”Itu adalah batu tempat berpijak nabi Ibrahim saat menyempurnakan bangunan Kabah yang berdiri sejak Nabi Adam. Diksi ”maqam" mirip kata ”makam” dalam bahasa Indonesia sehingga ada bias makna,” ujarnya.
Di ruang tengah museum terpajang mushaf Al Quran peninggalan khalifah Usman bin Affan (576-656 M). ”Pada masa kekhalifahan Usman mulai ada penulisan Al Quran secara tertib,” kata Heri Kuswanto, mahasiswa S-2 Sastra Arab King Saudi University, Riyadh, saat mendampingi jemaah di museum.
Di sebelah ruang replika dan foto-foto Masjid Nabawi terpajang replika sumur air zamzam. Obyek wisata ini juga ramai dilongok pengunjung. Umumnya mereka penasaran, ingin tahu bagaimana dan dari mana sesungguhnya sumber air yang terus menerus mengalir sepanjang masa itu.
Cara mengambil air zamzam tempo dulu yang menggunakan katrol (timba yang dikerek dengan tali) mirip cara menimba air sumur-sumur kampung di Tanah Air sebelum marak mesin pompa air.
Replika pucuk menara Masjidil Haram dipajang. Puncak menara menyerupai bulan sabit menghadap langit. Sejak 2012, kemegahan menara di pojok masjid tergantikan bangunan hotel dan pusat belanja Zamzam Tower setinggi 601 meter.
Koleksi di perpustakaan kota tua Al-Balad, Jeddah (80 km dari Mekkah), menunjukkan situasi berbeda dari tujuh tahun lalu. Buku kumpulan foto tahun 1969 menunjukkan peninggalan Turki saat menguasai Mekkah dan Madinah pada 1818-1824. Jejak itu ialah benteng Ajyad dibangun Kesultanan Usmaniyah lebih dari 220 tahun silam kini tergusur bangunan hotel dan mal.
Untuk memperluas wawasan, jemaah berkunjung ke Perpustakaan Mekkah Al-Mukarramah di pojok Masjidil Haram. Di lokasi itu dulu ada rumah tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Jemaah bisa mendapat pendalaman haji pada kepingan cakram dalam 15 versi bahasa, termasuk Indonesia.
Sebagian anggota jemaah mengunjungi Thaif, kota pertanian di dataran tinggi, 80 km tenggara Mekkah. Di sana ada perpustakaan Abdullah ibnu Abbas, pencatat hadis zaman Nabi, satu kompleks dengan makam dan masjid Abdullah ibnu Abbas. “Tempat ini menyimpan jejak sejarah intelektual Islam,” kata Mastuki, ahli sejarah Islam.
Sejumlah sumber menyebutkan, setelah Nabi Muhammad wafat, Ibnu Abbas bergiat di bidang kelimuan dengan cara mendorong argumentasi yang cerdas. Dalam urusan kenegaraan, khalifah Umar bin Khattab lebih banyak meminta pandangan dari Ibnu Abbas ketimbang dari sahabat-sahabat nabi lainnya.
Berkunjung ke tempat bersejarah diharapkan memperdalam nilai nilai kebajikan sehingga haji mabrur terwujud dalam perilaku sehari-hari setelah kembali ke Tanah Air.