JAKARTA, KOMPAS — Tawuran yang terus terjadi berkali-kali di Jakarta, khususnya yang melibatkan anak usia sekolah, sering disebut-sebut salah satunya disebabkan tidak cukup tersedia ruang bagi remaja itu untuk menyalurkan luapan energi mereka. Ruang tersebut bisa berupa ruang bermain, berolahraga, bersosialisasi, hingga berkegiatan apa pun yang positif, tetapi tetap sesuai selera anak muda.
Dari total luas DKI Jakarta sekitar 665,1 kilometer persegi, baru sekitar 10 persen yang berupa ruang terbuka hijau (RTH). Padahal, idealnya dibutuhkan setidaknya 30 persen dari luas kota untuk RTH.
Di Ibu Kota, dapat dirasakan ada ketimpangan dalam penyediaan ruang, juga akses, terhadap ruang publik. Meskipun hampir di semua kecamatan dan sebagian kelurahan sudah tersedia taman publik, tidak semua warga, terutama remaja, mau mengaksesnya. Alasannya antara lain tidak sesuai dengan kebutuhan warga, terutama remaja, dan lokasinya mungkin tidak mudah dicapai.
Kehadiran sejumlah taman dan lapangan olahraga yang berada di sekitar Perguruan Muhammadiyah Kompleks Slipi, Jakarta Barat, misalnya, belum dilirik siswa yang bersekolah di tempat itu. Taman dan lapangan olahraga lebih banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar.
Berdasarkan pantauan, Sabtu (8/9/2018), sedikitnya terdapat dua taman dan lapangan olahraga yang berada di kiri dan kanan kompleks perguruan itu. Di Jalan Anggrek Murni II Blok C, terdapat taman bermain dan lapangan basket. Pukul 14.30, terdapat seorang anak kecil bermain perosotan di taman. Sementara di lapangan basket tak ada aktivitas.
Panca (45), warga yang rumahnya berada di depan taman, mengatakan jarang melihat remaja memanfaatkan taman di depan rumahnya sebagai tempat bermain. ”Kalau malam, ada sih beberapa remaja yang nongkrong, tetapi saya juga tidak bisa memastikan mereka siswa Muhammadiyah atau bukan,” lanjutnya.
Sementara di taman dan lapangan basket Blok B yang berada di Jalan Anggrek Murni IV-A (sebelah kanan kompleks perguruan), situasi serupa ditemui. Tak terlihat remaja yang mengunjungi tempat itu. Padahal, lapangan basket di taman ini lebih lengkap ketimbang taman sebelumnya. Garis lapangan terlihat jelas dan ring lapangan basket masih lengkap. Sementara di lapangan sebelumnya, ring lapangan basketnya tinggal satu.
Eko Bambang (59), warga yang rumahnya berada di depan lapangan basket, menuturkan, lapangan olahraga dan taman ini mulai ramai dikunjungi menjelang pukul 16.00. Warga yang berkunjung didominasi warga sekitar yang membawa anak-anaknya untuk bermain.
”Sesekali memang ada siswa Muhammadiyah yang memanfaatkan lapangan untuk bermain basket, tetapi rata-rata lebih sering dimanfaatkan warga sekitar,” ucap Bambang.
Di Perguruan Muhammadiyah Kompleks Slipi ini berhimpun tiga sekolah: SMP Muhammadiyah 26, SMA Muhammadiyah 15, dan SMK Muhammadiyah 4. Sekolah-sekolah tersebut berada pada bangunan tingkat tiga yang berbentuk huruf ”U”.
Berdasarkan perhitungan Arkat Marni Nugraha, guru mata pelajaran IPS terpadu di SMP dan Akutansi di SMA, sedikitnya terdapat 1.300 murid yang berada di tempat ini. Rinciannya, sekitar 800 siswa SMK (20 kelas), 200 SMP (6 kelas), dan 400 SMA (12 kelas).
Saat Kompas berkunjung ke sekolah tersebut, kegiatan ekstrakurikuler sudah selesai dilaksanakan. Kegiatan ekstrakurikuler diadakan setiap Sabtu pukul 07.00 sampai 11.00. ”Kalau sinar matahari sudah mulai panas, ya, sudah. Siswa disuruh pulang,” kata Arkat.
Adapun kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan saat itu ialah basket, voli, futsal, dan tapak suci.
Berbeda dengan Perguruan Muhammadiyah Kompleks Slipi, di sekitar SMA Negeri 32 Jakarta yang berada di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, hanya terdapat satu lapangan olahraga. Lapangan tersebut berada di kawasan Kompleks Setneg yang notabene bersebelahan dengan SMAN 32.
Pada Sabtu sore, lapangan yang sekelilingnya berpagar besi tersebut terkunci. Parno (50), pembantu rumah tangga yang sedang menyiram tanaman di tempat kerjanya, menyebutkan, lapangan tersebut hanya dibuka saat Minggu sore. Sementara pada hari biasa, setiap orang dan kelompok yang ingin menggunakan lapangan tersebut harus seizin pihak keamanan.
Hal itu senada dengan pengumuman yang dipasang di depan pintu masuk lapangan. Pada peraturan nomor 4 disebutkan, lapangan hanya dibuka saat dipakai, sedangkan saat tidak dipakai lapangan akan ditutup atau dikunci.
Berhubung lapangan terkunci, Gildan dan sepupunya memanfaatkan ruang kosong di depan SMAN 32 Jakarta untuk bermain bulu tangkis. ”Tadinya mau ke lapangan. Saya lihat pagar digembok, makanya pindah ke sini,” kata siswa kelas X SMKN 1 Jakarta ini.
Selain Gildan, dua anak berusia sekitar 10 tahun memanfaatkan ruang parkir Masjid Al-Muharram untuk bermain bulu tangkis. Masjid tersebut berada di sebelah kanan SMAN 32 Jakarta. Selain bulu tangkis, di dalam pagar masjid, enam bocah bermain sepak bola. (INSAN ALFAJRI)