Waspadai Godaan Independensi Media di Tahun Politik
Tahun politik ini menjadi tantangan sekaligus ujian bagi independensi jurnalis dan media. Tanpa sikap independen, maka akan mudah terjerumus pada sikap partisan.
JAKARTA, KOMPAS - Di tengah momentum tahun politik, godaan bagi jurnalis dan media untuk tidak independen, menguat. Di satu sisi, para politisi semakin agresif untuk memengaruhi jurnalis dan media, sementara di sisi lain, tak bisa dimungkiri bahwa sebagian media dimiliki oleh politisi, atau setidaknya berafiliasi dengan partai politik.
Situasi inilah yang menjadi tantangan nyata bagi jurnalis dan media Indonesia sekarang, dan karena itulah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memilih tema “Independen di Tahun Politik” dalam Peringatan HUT ke-24, tahun ini.
“Asas independen dalam konteks jurnalisme memang berada setelah ‘pencarian kebenaran’ dalam barisan elemen jurnalisme. Namun, perannya sangat sentral terutama dalam situsi-situas khusus seperti saat ini. Tanpa sikap independen, jurnalis dengan mudah akan terjerumus pada sikap ‘partisan’, baik disengaja atau tidak,” kata Ketua Umum AJI Abdul Manan, Jumat (7/09/2018) di sela Malam Resepsi Ulang Tahun ke-24 AJI di Bentara Budaya Jakarta.
Menurut Manan, sikap partisan jurnalis dan media menjadi sebuah ironi jika dilakukan tanpa sengaja. Misalnya, ia membuat berita yang menguntungkan kelompok tertentu karena ketidaktahuannya, atau kelihaian pejabat humas mengemas bahan berita.
Sikap partisan akan menjadi skandal jika sikap itu diambil jurnalis karena ia mendapatkan imbalan baik materiil maupun non materiil dari karya-karya jurnalistiknya. Bahaya nyata dari sikap partisan adalah buruknya kualitas jurnalisme media.
“Sikap partisan membuat jurnalis kehilangan daya kritis atas informasi dari sumber, enggan untuk melakukan klarifikasi dan pengecekan, dan ada yang akhirnya akan membuat karya jurnalistiknya jauh dari kebenaran. Sikap partisan akan membuat fakta salah, terlihat menjadi benar, atau setidaknya separuh benar. Sesuatu yang buruk terlihat menjadi ‘hanya kurang baik’ di tangan jurnalis partisan,” tambahnya.
Sudah dapat dipastikan bahwa sikap partisan akan merusak kepercayaan publik terhadap jurnalis dan media. Namun resiko yang lebih besar adalah dampaknya bagi publik karena nformasi yang sesat akan menjadi “petunjuk arah” yang buruk bagi publik dalam menentukan sikap dan pilihan politiknya.
Pemilu berkualitas
Mantan Ketua Dewan Pers, Prof Bagir Manan dalam orasi budayanya di Malam Resepsi Ulang Tahun AJI mengatakan, pemilihan umum yang berkualitas hanya akan terwujud apabila media atau pers patuh menjalankan prinsip-prinsip jurnalisme demokratis dan tetap menjunjung tinggi independensi. Jika prinsip-prinsip itu dijalankan, maka dapat dipastikan berita-berita pemilu akan terjaga dengan baik dan profesional.
Bagir mengingatkan, pers bukan saja semata-mata sebagai media penyampai informasi, tapi juga sebagai media pencerah masyarakat dan penjaga masyarakat dari eksploitasi para politisi untuk sekedar memperoleh kemenangan.
Dalam fungsinya sebagai media pencerah publik, pers semestinya tidak hanya menyerukan kepada rakyat agar segara mendaftar dan memberikan suara saat pemilu. Lebih jauh dari itu, pers perlu menyampaikan kepada masyarakat bahwa pemilu adalah saat yang krusial dari rakyat untuk mewujudkan kedaulatan, menyuarakan kewajiban memilih pemimpin yang amanah, cakap, berintegritas, dan mempunyai gagasan.
Penghargaan kepada media
Bertepatan dengan HUT ke-24 AJI, organisasi profesi jurnalis ini menganugerahkan sejumlah penghargaan kepada tokoh publik dan lembaga yang berjasa dan berjuang dalam mengupayakan kebebasan pers dan berekspresi. Tahun ini, AJI kembali memberikan penghargaan SK Trimurti. Penghargaan ini diberikan AJI dalam upaya mengenang dan menghormati perjuangan seorang perempuan pahlawan nasional, sekaligus jurnalis perempuan bangsa ini yakni Soerastri Karma Trimurti.
Penghargaan SK Trimurti tahun ini diberikan kepada Devi Asmarani karena kepedulian dan keaktifannya menyuarakan persoalan perempuan dan kesetaraan.”Devi telah melakukan perjuangan feminisme melalui tulisan, buku dan medianya. Dia berani membangun media yang tidak mainstream dan membuat konten yang berbeda di tengah pertarungan media daring yang sengit,” ujar Mariana Amiruddin, Komisioner Komnas Perempuan yang menjadi salah satu juri.
Selain SK Trimurti, AJI memberikan Tasrif Award yang didedikasikan untuk mengenang Suardi Tasrif, “Bapak Kode Etik Jurnalistik Indonesia” yang tidak kenal lelah memperjuangkan kemerdekaan berpendapat. AJI mengabadikan namanya sebagai penghargaan bagi perorangan maupun kelompok atau lembaga yang gigih memperjuangkan kemerdekaan pers dan kemerdekaan berpendapat pada umumnya. Pada Tasrif Award 2018 ini, dewan juri menyatakan MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) sebagai pemenang Tasrif Award.
Tahun ini pula, AJI kembali memilih nomine penerima Udin Award. Penghargaan ini diberikan AJI sebagai upaya untuk mendorong kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Udin Award, diambil dari nama panggilan wartawan Harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin yang meninggal dunia pada 16 Agustus 1996 di Yogyakarta. Sampai saat ini, kasusnya tidak tuntas diusut, dan pembunuh Udin tak terungkap hingga saat ini.
Melalui Udin Award, AJI ingin memberikan penghargaan kepada jurnalis maupun kelompok jurnalis profesional, yang berdedikasi pada dunia jurnalistik, serta menjadi korban kekerasan. Setiap kasus dianalisis secara mendalam, dengan mempertimbangkan sisi profesionalisme, dedikasi pada dunia jurnalistik, dan kronologi kejadian.
Dengan berbagai pertimbangan itu, maka dewan juri Udin Award tahuh ini memilih Tempo Media dan Heyder Affan dari BBC Indonesia sebagai pemenang Udin Award 2018. Tempo Media menjadi korban persekusi kelompok ormas sementara Affan diusir saat meliput penanganan masalah campak dan gizi buruk di Papua.
Keputusan dewan juri untuk memilih Tim Tempo dan Affan, tentunya tidak mengecilkan arti kasus kekerasan yang lain yang terjadi selama setahun terakhir, serta berbagai upaya yang telah dan akan terus dilakukan atas kasus itu. AJI Indonesia sudah empat tahun berturut-turut tak menghasilkan kandidat yang kuat sebagai penerima Udin Award. Namun munculnya dua peraih Udin Award kali ini, sekaligus menandai kondisi keselamatan pers kita masih dibayangi ancaman.