”Anak muda adalah bagian dari solusi dalam menghadapi masalah bangsa,” kata pendiri bersama Ruangguru.com, Iman Usman. Ketika menyadari Indonesia kekurangan guru, Iman bersama rekannya, Adamas Belva Syah Devara, mendirikan perusahaan rintisan bidang pendidikan di Indonesia, Ruangguru.com.
Perusahaan itu menyediakan layanan pelengkap sistem sekolah formal dan materi pelajaran melalui teknologi digital. Hingga akhir Agustus, aplikasi Ruangguru.com telah digunakan lebih dari sembilan juta pelajar dan 150.000 guru.
Menurut Isman, yang berbicara dalam diskusi ”Semangat Merah Putih Generasi Muda Indonesia” oleh Citi Indonesia di Jakarta, Rabu (29/8/2018), jumlah itu masih belum mencakup seluruh kebutuhan pelajar Indonesia, mengingat Indonesia memiliki sekitar 54 juta pelajar.
Iman adalah satu dari sekian anak muda yang mampu menawarkan solusi yang dihadapi bangsa dalam berbagai sektor. Ada Kevin Kumala dari perusahaan pemerhati lingkungan Avani Eco, Achmad Zaky dari perusahaan e-dagang Bukalapak yang membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta masih banyak yang lainnya.
Keberadaan mereka mematahkan asumsi negatif bahwa anak muda zaman sekarang serba praktis dan hanya peduli jalan-jalan. Beberapa dari mereka justru menunjukkan semangat membangun bangsa melalui kewirausahaan sosial.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, tidak dapat dimungkiri penentuan masa depan bangsa kini telah beralih kepada generasi muda. Dalam perhelatan Asian Games 2018, misalnya, atlet muda Indonesia menyumbangkan banyak medali emas.
”Kita akan mengalami puncak bonus demografi pada 2030. Artinya, selama 2018-2030 kita harus optimalkan bonus tersebut untuk capai kesejahteraan dan kemakmuran,” tutur Bambang. Bonus demografi adalah fenomena di saat porsi penduduk yang produktif lebih besar daripada porsi penduduk yang tidak produktif.
Berdasarkan rekam jejak negara maju di Asia, Jepang, China, dan Korea Selatan meraih status sebagai negara maju ketika mengalami bonus demografi. Singkatnya, negara-negara itu kaya karena produktif.
Pemerintah, lanjutnya, sudah lama menyadari pentingnya peran pemuda dan pemudi kepada bangsa. Hal itu terlihat dari diluncurkannya Indeks Pembangunan Pemuda 2017. Dalam indeks itu, terdapat domain pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, lapangan dan kesempatan kerja, partisipasi dan kepemimpinan, serta jender dan diskriminasi.
Bambang menyatakan, secara umum Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) pada domain-domain itu menunjukkan perbaikan. Dalam rentang nilai 0-100, tingkat IPP sebesar 50,17 poin pada 2016, naik dari 47,33 poin pada 2015.
Domain pendidikan memiliki nilai indeks tertinggi, dilihat dari tingkat partisipasi sekolah menengah. Kendati demikian, tingkat partisipasi turun ketika memasuki jenjang pendidikan tinggi.
Adapun domain lapangan dan kesempatan kerja masih rendah, yakni hanya 40 poin pada 2016 dan 35 poin pada 2015. Pengangguran masih menghantui pemuda, bukan hanya di bidang perkantoran (white collar), melainkan juga wirausaha.
Lulusan pendidikan tinggi yang masih rendah ditambah tingkat pengangguran terbuka di kalangan pemuda yang masih tinggi membuat daya saing bangsa belum mencapai potensi yang ada. Dengan demikian, pemerintah terus berupaya meningkatkan akses pendidikan serta relevansi pendidikan dan penempatan tenaga kerja.
”Harus dimanfaatkan semangat mereka yang tumbuh untuk mendalami kewirausahaan sosial,” kata Bambang. Kemampuan pemecahan masalah (problem solving) dan berpikir kritis (critical thinking) mereka tetap dibutuhkan dalam era revolusi industri 4.0 ini.
Sesuaikan ”bahasa”
Direktur Kreatif Asian Games 2018 dan Pendiri Bersama Net TV Wishnutama Kusubandio menyampaikan, sebenarnya mudah untuk mengajak generasi milenial bekerja sama. Namun, yang perlu menjadi perhatian adalah menyampaikannya dengan ”bahasa” yang mereka gunakan.
”Bicaralah dengan ’bahasa’ milenial, hasilnya adalah mereka juga bisa berkembang,” ucapnya. Selama ini, persepsi negatif yang beredar terhadap generasi milenial adalah karena generasi sebelumnya belum mampu beradaptasi dengan gaya dan pemikiran zaman sekarang.
Ia mencontohkan, dirinya menemukan anak muda yang enggan kuliah sebab para miliuner dunia, seperti Bill Gates dan Mark Zuckerberg, tidak lulus kuliah. Wishnutama tidak menjejalinya dengan doktrin bahwa pendidikan tinggi itu penting. Ia cukup memberikan rasio perbandingan miliuner yang lulus dan tidak lulus kuliah untuk meyakinkan anak muda tersebut.
Wishnutama melanjutkan, komunikasi yang tepat penting untuk menjembatani peralihan generasi baby boomers dengan generasi sekarang. Hal itu karena generasi saat inilah yang mampu menciptakan dan menggunakan rasa, kreativitas, dan inovasi di era digital.
Bambang Brodjonegoro menyatakan, pada intinya, keterlibatan inklusif anak muda dalam pembangunan adalah sebagai kolaborator dan inisiator, bukan sebagai obyek dan target. Mereka adalah masa depan Indonesia.