JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan penyeberangan swakendali (pedestrian light controlled crossing/pelicancrossing), zebra cross, dan jembatan penyeberangan orang di sejumlah tempat di DKI Jakarta harus dibarengi dengan perilaku warga yang taat aturan. Pasalnya, para pengendara sepeda motor dan mobil masih belum berempati terhadap pejalan kaki. Pemerintah perlu membuat penyuluhan bagi masyarakat agar bisa memahami rambu lalu lintas.
Selain itu, fasilitas tersebut juga harus memiliki desain yang aman dan nyaman. Sebagai pelengkap, pemerintah diminta untuk membangun kebiasaan warga agar sadar lalu lintas.
Ahli tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, Kamis (6/9/2018), mengatakan, pembangunan fasilitas penyeberangan di Jakarta butuh pengkajian dari segala aspek. Pelican crossing dan zebra cross cukup baik bagi penyandang disabilitas dibandingkan jembatan penyeberangan orang (JPO). Namun, sisi lemahnya pelican crossing dan zebra cross tidak memiliki kanopi untuk berlindung dari hujan.
Menurut Yayat, dalam membangun fasilitas penyeberangan, pemerintah perlu mendesain perpaduan antara pelican crossing, zebra cross, dan JPO. Bisa saja, pelican crossing di sejumlah tempat dibuatkan kanopi agar warga tidak kehujanan. Kemudian, setiap fasilitas itu harus terhubung dengan tempat-tempat penting, seperti stasiun, halte, kantor polisi, dan rumah sakit.
Yayat menambahkan, yang terpenting fasilitas tersebut tidak terganggu dengan pengendara sepeda motor atau mobil.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga harus mengerahkan petugas kepolisian untuk memantau titik-titik tempat penyeberangan. Sebab, perilaku pengendara mobil ataupun sepeda motor masih belum sadar lalu lintas. Selama ini, tempat-tempat penyeberangan sangat jarang ditemui petugas keamanan. Jadi, pejalan kaki rentan dengan kecelakaan.
”Saat ini, pemerintah harus memperbaiki juga perilaku berkendara sepeda motor dan mobil. Banyak fasilitas penyeberangan, tetapi petugas keamanan sangat kurang. Banyak kendaraan yang ngebut, warga bisa tidak aman. Maka, dalam membuat segala sesuatu butuh pertimbangan yang matang. Harus dibiasakan berjalan kaki, bukan berkendara. Hal itu harus dari pemerintah juga,” kata Yayat.
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta akan membangun pelican crossing agar dapat mempermudah penyandang disabilitas. Selasa (4/8/2018), Pemprov DKI membangun pelican crossing yang terintegrasi dengan Halte Bank Indonesia. Saat ini pembangunan pelican crossing rencananya akan berintegrasi dengan halte Koridor I dan VI transjakarta.
Para pengendara mobil dan sepeda motor masih belum berempati saat pejalan kaki berjalan kaki. Pelican crossing di depan Universitas Pancasila adalah salah satu contohnya. Untuk menyeberang dari Stasiun Universitas Pancasila menuju kampus, para pejalan kaki harus mengangkat tangan berulang kali. Padahal, lampu lalu lintas menunjukkan giliran pejalan kaki untuk berjalan.
Begitu juga dengan pelican crossing yang ada di Jalan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Pelican crossing tampak tidak berfungsi. Empat warga akan menyeberang, tetapi para pengendara sepeda motor masih melaju dengan kecepatan tinggi. Mereka melaju tanpa mengindahkan lampu berwarna merah.
Perbaiki perilaku pengendara
Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, mengatakan, warga harus diberikan fasilitas yang memudahkan mereka untuk berjalan kaki. Membangun pelican crossing dan zebra cross adalah cara terbaik untuk melindungi hak penyandang disabilitas.
Senada dengan Yayat, ia berharap pemerintah dapat memperbaiki perilaku pengendara di Jakarta. Pasalnya, banyak pengendara mobil ataupun sepeda motor tidak memedulikan pejalan kaki yang menyeberang. Saat lampu lalu lintas menunjukkan pejalan kaki untuk berjalan, banyak pengendara tidak berhenti.
Alfred berharap hak yang diperjuangkan untuk para pejalan kaki bukan hanya berkenaan dengan fasilitas penyeberangan, melainkan butuh perbaikan trotoar yang ramah bagi penyandang disabilitas. Ia berharap guiding block di sejumlah trotoar segera dibenahi. Garis yang berwarna kuning ini diharapkan dapat membantu para penyandang disabilitas berjalan dengan baik.
”Kami sejak dulu sudah meminta pemerintah agar dapat memperjuangkan pejalan kaki. Bahkan, trotoar biasa dipakai untuk berjualan, parkir sepeda motor, dan jalur sepeda motor saat macet. Bukan hanya fasilitas penyeberangannya, melainkan juga harus ada perbaikan trotoarnya,” kata Alfred.
Kismono (34), warga Mampang Prapatan, Jakarta Selatan mengatakan, selama ini tidak pernah menggunakan pelican crossing. Ia mengatakan, saat dia menyeberang hanya mengandalkan tangan untuk menghentikan kendaraan. Namun, kadang banyak kendaraan yang tidak mau berhenti.
”Saya selama ini tidak tahu caranya pakai pelican crossing. Maka, saya menyeberang dan memencet tombol. Mungkin, pemerintah harus memberikan penyuluhan kepada warga terkait fungsi itu,” katanya.
Selain itu, lampu pelican crossing terpantau hanya berwarna kuning saat malam hari. Pada pukul 22.00, lampu kuning untuk pengendara mobil ataupun sepeda motor hanya berkelip. Maka, warga yang akan menyeberang tidak bisa menggunakan secara maksimal pelican crossing.