Kementerian Kesehatan Siapkan 17.500 Vial Vaksin Anti Rabies untuk NTT
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·5 menit baca
Pengendalian kasus rabies harus dilakukan multisektor. Kementerian Kesehatan menyediakan Vaksin Anti Rabies untuk mencegah kematian akibat gigitan hewan penular rabies. Kementerian Pertanian menyediakan vaksin untuk hewan penular rabies.
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Kesehatan mengalokasikan 17.500 vial Vaksin Anti Rabies untuk masyarakat di Nusa Tenggara Timur menyusul kasus kematian seorang warga Kabupaten Sikka setelah digigit anjing beberapa waktu lalu. Jumlah itu dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan di NTT hingga April-Mei 2019. Secara nasional, Vaksin Anti Rabies yang disiapkan sebanyak 194.000 vial.
kasus kematian akibat rabies di Kabupaten Sikka belum lama ini merupakan satu dari delapan kasus serupa di NTT sepanjang tahun 2018 ini. Adapun tahun lalu tidak ada kematian pada manusia akibat rabies di Sikka, tetapi di NTT terdapat 10 kasus. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, pada Januari – Juli 2018 tercatat 750 orang yang digigit anjing.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotis Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi mengatakan, Kemkes menyediakan Vaksin Anti Rabies (VAR) untuk mencegah kematian manusia yang digigit hewan penular rabies (HPR). “Staf dari Pemprov NTT akan ke kantor untuk mengambil VAR 1.000 vial. Pengaturannya untuk kabupaten diserahkan pada provinsi,” katanya di Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Jane mengatakan, pengendalian penyakit rabies perlu dilakukan multisektor. Dinas Pendidikan di daerah pun bisa berperan dengan mengedukasi siswa didik dengan informasi pencegahan jika digigit HPR. Dinas Komunikasi dan Informatika juga diharapkan bisa menyebarluaskan informasi kewaspadaan rabies dan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan oleh masyarakat.
Dari sisi promosi kesehatan, perlu disampaikan kepada masyarakat bahwa untuk mencegah rabies harus melakukan vaksinasi terhadap anjing/kucing peliharaan secara teratur, mencuci luka gigitan HPR dengan air mengalir dan sabun selama 15 menit, dan melapor ke puskesmas terdekat.
Karena rabies bukan merupakan penyakit yang baru di Pulau Flores petugas kesehatan di fasilitas kesehatan pun telah siap melakukan tata laksana kasus gigitan HPR sesuai prosedur. Meski begitu, karena rotasi pegawai di daerah maka tetap perlu dilakukan pelatihan secara periodik bagi petugas agar kompetensi petugas di lapangan tetap terjaga.
“Yang terpenting adalah pelatihan secara terpadu antara sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan agar kerja sama, koordinasi, dan kolaborasinya semakin erat,” kata Jane.
Risiko tinggi
Pemerintah Kabupaten Sikka selama ini mengupayakan warga yang digigit anjing yang diduga terkena virus penyakit anjing gila diberi vaksin anti rabies. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, pada Januari-Juli 2018 tercatat 750 orang digigit anjing, sebanyak 622 orang di antaranya diberi VAR.
“Mereka yang diberi VAR adalah yang mengalami luka dengan kategori risiko tinggi. VAR diberikan hingga tiga kali, dua dosis di hari pertama, kemudian pada hari ketujuh, dan pemberian ketiga satu dosis pada hari ke-21,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Harlin Hutauruk, di Sikka.
Luka risiko tinggi yang dimaksud adalah pada bagian atas bahu seperti leher, wajah, telinga, dan kepala, jari tangan dan kaki; pada area genitalia; juga luka yang lebar dan dalam. Sedangkan kategori luka risiko rendah seperti cakaran atau gigitan yang menimbulkan luka lecet pada area badan, tangan, dan kaki.
Harlin menuturkan, pengadaan VAR untuk tahun 2018 mendapat bantuan dari Kemkes sebanyak 500 vial, dan Pemkab Sikka dari APBD mengalokasikan Rp 235 juta untuk 940 vial.
Menurut Harlin, kebutuhan VAR untuk manusia di Sikka relatif tinggi, dari 2015 terdapat 1.190 kasus gigitan anjing dan VAR yang diberikan 1.118 vial. Pada 2016 terdapat 1.310 kasus gigitan dan pemberian VAR sebanyak 1.064 vial, pada 2017 terdapat 945 kasus gigitan dan VAR yang diberikan 694 vial.
Stok menipis
Kepala Puskesmas Beru, \'Kabupaten Sikka, Santy Flora D Delang, mengatakan, karena kasus gigitan anjing yang relatif tinggi, kebutuhan VAR juga tinggi. Stok VAR saat ini di Puskesmas Beru menipis, hingga Selasa kemarin tinggal 50 ampul.
Penasihat Teknis Nasional One Health and Zoonosis Control, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) Emergency Center for Transboundary animal Disease (ECTAD) Andri Jatikusumah, menuturkan, ketika terjadi kasus gigitan masyarakat biasanya langsung pergi ke puskesmas. Petugas di puskesmas akan memberikan VAR kepada korban yang digigit hingga lima kali sehingga penggunaan VAR tinggi. Padahal, biasanya sebagian besar kasus gigitan tidak termasuk rabies.
Melihat tingginya penggunaan VAR dan agar pemberian VAR lebih tepat sasaran maka ditetapkanlah tata laksana gigitan terpadu yang di lapangan dikoordinasikan antara sektor kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan. Konkretnya, ketika ada laporan kasus gigitan di puskesmas maka informasi ini akan diteruskan ke kesehatan hewan untuk dilakukan penyelidikan. Jika diketahui positif rabies maka korban gigitan akan diberi VAR. Tapi, kalau ternyata bukan rabies korban tidak akan diberi VAR. “Kalau sudah telanjur diberi VAR maka pemberiannya distop,” kata Andri.
Vaksinasi untuk hewan
Adapun untuk vaksinasi HPR, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, I Ketut Diarmita, mengatakan, untuk tahun 2018 Kementan mengalokasikan dana Tugas Pembantuan Rp 35 miliar untuk pengadaan 1,5 juta dosis vaksin yang diprioritaskan bagi provinsi tertular rabies. Alokasi vaksin ini termasuk untuk NTT sebanyak 250.000 dosis beserta komponen pendukungnya sebesar Rp 4 miliar.
Vaksin yang dialokasikan untuk Kabupaten Sikka sebanyak 36.000 dosis. Cakupan vaksinasi HPR yang efektif mencegah rabies adalah 70 persen dari estimasi populasi HPR. Vaksin sebanyak 36.000 dosis itu dinilai cukup untuk mencakup 72 persen populasi HPR yang ada di Sikka yang diperkirakan sekitar 50.000. Kementan juga mengerahkan 20 dokter hewan dan 42 paramedik veteriner untuk pengendalian dan pembebasan rabies di NTT.