Daerah Beri Respons Positif Pemecatan 2.357 ASN Terpidana Korupsi
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah daerah memberikan respons positif terkait dengan status 2.357 aparatur sipil negara terpidana korupsi yang hingga saat ini belum diberhentikan. Agar proses pemberhentian dapat segera terselesaikan, sejumlah instansi dalam waktu dekat akan mempersiapkan pertemuan untuk menindaklanjuti status aparatur sipil negara terpidana korupsi ini.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/9/2018), menyampaikan, respons sejumlah daerah cukup baik untuk segera menindaklanjuti pemecatan 2.357 aparatur sipil negara (ASN) terpidana kasus korupsi.
”Ada beberapa kepala dan sekretaris daerah serta instansi yang bertanya langsung kepada saya mengenai hal ini. Saya berharap, ini menjadi respons positif untuk teman-teman di daerah agar proses segera selesai karena BKN hanya bertugas untuk menyampaikan,” ujar Bima seusai rapat kerja dengan DPR serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Menurut Bima, saat ini di kantor regional BKN juga sudah banyak yang menerima pertanyaan dari instansi lain terkait data ASN terpidana kasus korupsi. Hal ini karena semua data ASN dan proses administrasi berada di kantor regional BKN.
Sebanyak 2.357 ASN terpidana kasus korupsi hingga saat ini belum diberhentikan. Selain merupakan mala-administrasi jabatan, kondisi ini juga merugikan keuangan negara karena para ASN itu masih mendapat gaji.
Berdasarkan data BKN pada Januari 2015 hingga September 2018, sebanyak 2.357 ASN yang menjadi terpidana korupsi berada di instansi pusat dan pemerintah daerah. Dari jumlah tersebut, 1.424 orang telah dibekukan proses promosi jabatannya oleh BKN melalui Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (Kompas, 5 September 2018).
Meski demikian, BKN tidak dapat memutus pembayaran gaji para ASN itu. Pemberhentian gaji hanya dapat dilakukan apabila sudah ada surat keputusan pemberhentian.
Surat edaran
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Dwi Wahyu Atmaji menuturkan, saat ini Kementerian PANRB masih menyiapkan surat edaran untuk mengingatkan pejabat pembina kepegawaian dan pimpinan instansi pusat agar mengeluarkan surat pemberhentian ASN terpidana korupsi.
”Rencananya, surat edaran tersebut diusahakan selesai minggu ini. Kami juga masih menunggu validasi data dari Badan Kepegawaian Negara,” ujarnya.
Selain itu, Dwi mengutarakan bahwa Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, BKN, dan pihak terkait lain dalam waktu dekat akan mengadakan rapat koordinasi untuk mengeluarkan aturan teknis yang dapat memberhentikan ASN terpidana korupsi secara langsung.
Substansi lainnya yang juga akan dibahas dalam pertemuan tersebut ialah poin-poin yang mendasari status ASN dapat diberhentikan dengan tidak hormat.
Siti Zuhro dari Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional menilai, Pasal 87 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN cukup jelas mengatur agar ASN yang terlibat kasus hukum dan merugikan negara mendapatkan hukuman yang setimpal. Pasal tersebut menyatakan, ASN yang menjadi narapidana perkara korupsi harus langsung diberhentikan dengan tidak hormat.
”Undang-Undang ASN seharusnya menjadi acuan kebijakan, termasuk dalam memberikan sanksi kepada ASN. Seandainya pun tidak ada pasal dan ayat yang jelas mengatur tentang hal itu, secara etika dan moral ASN harus mempertanggungjawabkan tindakannya,” tutur Siti.
Siti menambahkan, seharusnya pemberhentian ASN terpidana korupsi sudah dilakukan untuk mengetahui kejelasan status ASN tersebut. ”Harus ada kejelasan sehingga ASN akan merasakan tegaknya hukum dan perlindungan hukum di Indonesia,” ujarnya.